Megawati Dipanggil KPK, Patutkah?

Megawati Soekarnoputri pidato
Sumber :
  • Antara/ Nyoman Budhiana

VIVAnews - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dijadwalkan menjadi saksi meringankan dalam kasus suap pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin 21 Februari 2011 ini, . Namun, Presiden RI kelima itu memastikan tak akan datang.

Juru bicara KPK, Johan Budi SP, mengatakan, KPK tak mempermasalahkan jika orang nomor satu di PDI Perjuangan tersebut tak memenuhi panggilan.

"Sejak awal KPK mengatakan, Bu Mega tak ada kaitannya dengan kasus ini (cek pelawat). Pemanggilan terhadap Bu Mega atas permintaan para tersangka," ujar Johan saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Minggu, 20 Februari 2011.

KPK, menurut Johan, hanya mengakomodasi permintaan tersangka Max Moein dan Poltak Sitorus yang meminta Megawati menjadi saksi meringankan. Johan menjelaskan, berdasarkan pasal 65 KUHAP, para tersangka memiliki hak untuk mengajukan, dan meminta saksi yang dianggapnya meringankan. "KPK hanya memfasilitasi. Selanjutnya, terserah Bu Mega," ucapnya.

Jika Megawati ternyata benar tak penuhi panggilan, Johan menegaskan, KPK tak akan kembali memanggil Megawati sebagai saksi meringankan bagi para tersangka untuk yang kedua kalinya.

Ketidakhadiran Mega sebelumnya diungkap Gayus Lumbuun. "Tak semua permintaan tersangka untuk menjadikan pihak sebagai saksi meringankan bisa disetujui oleh orang yang diminta," kata Gayus Lumbuun dalam keterangan tertulis kepada VIVAnews.com.

Menurut Gayus, segala hal berkaitan kasus cek pelawat itu tak ada relevansinya dengan Megawati. "Karena hal itu terjadi di DPR dan tak keterkaitan pimpinan DPP partai dan menjadi kompetensi pimpinan fraksi," ujar anggota Komisi III bidang Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini.

PDI Perjuangan, menurut Gayus, khawatir kasus ini akan dipolitisasi. Karena, kedudukan Megawati sebagai ketua umum. Oleh karena itu, PDI Perjuangan memutuskan akan mengirim Tim Hukum menemui KPK pada hari ini.

Kasus terang-benderang

Adalah Petrus Salestinus, pengacara Max Moein, tersangka kasus suap cek pelawat, yang meminta Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu dihadapkan ke KPK. Menurut Petrus, Mega yang menginstruksikan fraksi PDIP memilih Miranda Swaray Goeltom dalam pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia.

“Beliau waktu itu menjabat sebagai presiden dan ketua umum partai. Sebagai presiden, beliau mengusulkan tiga nama calon deputi gubernur senior BI (kepada DPR)," kata Petrus kepada VIVAnews.com, Sabtu lalu. "Sebagai ketua umum PDIP, beliau memerintahkan kepada fraksi memilih Miranda. Anggota yang melawan dan tidak memilih Miranda, bahkan diancam diberi sanksi pemecatan," ujar dia.

"Jadi keterkaitannya kan jelas. Itu hubungan hukumnya. Nyata-nyata ada sesuatu di situ," Petrus menekankan. Dan uang suap sebesar Rp500 juta diterima Max Moein dari Bendahara Partai. Karena itu, kubu Max mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Megawati.

Namun, pendapat Petrus dinilai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, tidak sepenuhnya benar. Instruksi memilih Miranda, menurut Zainal, tak salah secara politik dan hukum.

"Instruksi itu halal. Sebuah partai politik halal menginstruksikan kadernya memplot sebuah pemilihan yang menjadi kewenangan parlemen," kata Zainal. "Yang tidak halal itu jika menerima duit (suap)."

Dalam kasus ini, Zainal menjelaskan, uang suap itu sudah terang-benderang karena terungkap dalam sejumlah persidangan, termasuk sidang atas Max Moein. Ada atau tidak keterangan Megawati, substansi kasus ini sudah terungkap.

"Jangan sampai meributkan hadir atau tidak hadirnya Megawati, sedangkan substansi kasus itu sendiri terabaikan," kata Zainal. KPK, menurut Zainal, seharusnya fokus melihat dari mana uang suap dan siapa saja yang menerima.

Zainal melihat, upaya pemanggilan Megawati tersebut merupakan fenomena yang sama seperti dilakukan Yusril Ihza Mahendra. Yusril, dia menilai, berusaha mengalihkan isu kasusnya pada upaya pemanggilan presiden atau mantan wakil presiden.

"Media harus jeli melihat ini, jangan sampai perhatiannya teralihkan pada soal datang atau tidak jika dipanggil ini," ujarnya.(np)

Kasus Uang Tutup Mulut Donald Trump Seret Nama Karen McDougal, Siapa Dia?
Anthony Sinisuka Ginting melawan Viktor Axelsen di Thomas Cup

Sejarah Tercipta Thomas Cup dan Uber Cup, Sempat Tertunda Gegara Perang Dunia II

Thomas Cup dan Uber Cup merupakan salah satu kompetisi bulutangkis bergengsi di dunia dengan menggunakan sistem beregu putra dan putri.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024