Gencar Dirayu, Luluhkah Hati Sang Banteng?

Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVAnews -  Kubu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa hari terakhir terlihat sangat gencar menjalin komunikasi dengan partai oposisi, PDI Perjuangan. Akankah sejumlah kabar pertemuan dua kubu ini berakhir manis, dengan masuknya PDIP ke koalisi dan Kabinet Indonesia Bersatu?

MK Putuskan Sengketa Pilpres 2024 Besok, Jusuf Kalla: Apapun Hasilnya Kita Terima

Kamis 3 Maret 2011, santer terdengar bahwa salah satu Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, bertemu dengan SBY. Saat dikonfirmasi, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparingga, hanya mengatakan, "Itu NTND, No Confirmation and No Denials. Saya tidak mengkonfirmasi dan tidak membantahnya."

Namun, Sekretaris Jenderal PDIP, Tjahjo Kumolo, memberikan konfirmasi lebih gamblang. "Soal ketemu adalah hal biasa, karena Mbak Puan ketua DPP bagian politik adalah hal yang wajar. Kami ingin membangun komunikasi."

Idrus Marham Ungkap di Balik Alasan Prabowo Melarang Pendukungnya Turun ke Jalan

Tapi, dia menambahkan, "Ibu Mega sebagai Ketua Umum, saya sebagai Sekjen, tidak pernah dihubungi,"

Di Lenteng Agung, Jakarta, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, pada hari yang sama memang sedang memimpin rapat pimpinan partai Hampir semua petinggi moncong putih hadir di kantor pusat PDIP itu, kecuali Puan. "Saya dengar dari ajudannya, Mbak Puan bertemu SBY," kata sumber VIVAnews.com yang dekat dengan Megawati. "Tapi, sepertinya bukan bertemu di Istana."

Pada saat yang relatif hampir bersamaan,  di Istana, agenda Presiden ada yang mendadak dibatalkan. Sedianya, SBY memimpin rapat kabinet terbatas yang membahas bidang Kesra pukul 12.00 WIB. Tapi, jadwal rapat itu dibatalkan Istana. Alasannya, ada agenda Presiden yang lebih mendesak.

Milenial dan Gen Z Diajak Menerapkan Gaya Hidup Ini

Dua hari sebelumnya, Selasa 1 Maret 2011, Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, mengunjungi kediaman Mega di Jl. Teuku Umar. Dia mengakui cuma bertemu dengan Taufiq Kiemas dan Puan.  Hatta tak bersedia mengungkapkan materi pembicaraan. "Ngomongin apa saja, dari A sampai Z."

Menurut politisi PDIP yang mengetahui proses perundingan ini, Hatta menawarkan kepada PDIP untuk mengajukan posisi apa saja. Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu juga mengungkapkan ada sejumlah posisi yang kemungkinan besar akan segera diganti, antara lain: Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Menteri Perdagangan.

Taufiq menjawab, "Bagaimana kalau simpatisan PDIP saja yang masuk jajaran kabinet, bukan pengurus partai, supaya tidak bertabrakan dengan pendirian keras Mega agar PDIP tetap beroposisi."

Hatta lalu menyampaikan pesan Presiden, "Tidak bisa, syarat dari tawaran ini Puan Maharani harus menjadi salah satu menteri."


Hubungan dua partai yang saling berseberangan, Demokrat dan PDIP, kian dinamis setelah Presiden membacakan pidato politiknya soal evaluasi koalisi. Wacana PDIP masuk koalisi bukan kali saja terdengar dan selalu menggaungkan dua suara di internal PDIP.

Adalah Taufiq Kiemas yang jadi tokoh sentral PDIP dalam isu 'membuka keran' kemungkinan bergabungnya partai banteng moncong putih itu ke koalisi. Ketua Dewan Pertimbangan PDIP ini menyatakan, PDIP terbuka saja jika ada kadernya ditunjuk menjadi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II.

"Jika Presiden butuh, ya tidak masalah," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Februari 2011. Secara terang-terangan Taufiq juga menyatakan bahwa di Indonesia tidak ada oposisi.

Tahun lalu dia juga pernah mengaku bersilaturahmi ke Istana Negara saat Idul Fitri tahun lalu. Saat itu, Taufiq datang tak sendiri, dia mengajak putrinya, Puan. Menurut Puan, pertemuan itu juga membahas sikap politik bersama ke depan untuk membangun bangsa. "Kalau ada pertemuan tertutup setelah itu, ya sah-sah saja."

Lain sikap Taufiq dan Puan, lain pula sikap Megawati.  Sejak awal, istri Taufiq tersebut kukuh tidak akan masuk koalisi. Dia pun menolak tawaran-tawaran kursi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu.

Jadi, mampukah Yudhoyono meluluhkan hati Sang Banteng? Masih sulit untuk dipastikan. Yang jelas, seperti dikatakan Tjahjo Kumolo, Presiden harus segera mengambil keputusan dan melakukan reshuffle dalam pekan ini. Jika tidak, dia melanjutkan, "Momentumnya sudah habis."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya