Sengketa Lahan Picu Bentrok TNI-Warga Kebumen

Pasukan TNI
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVAnews - Aksi blokade akses tempat latihan militer telah memicu bentrokan fisik antara sejumlah anggota TNI AD dengan warga Pantai Urut Sewu, Desa Sentrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah, Sabtu siang, 16 April 2011.

Alasan Chandrika Chika dan Teman-teman Pakai Narkoba Cuma Buat Senang-senang

Akibat bentrok itu, sejumlah warga Urut Sewu, Desa Sentrojenar terluka, dan harus dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kebumen. Dari 10 orang dirawat di Bangsal Teratai RSUD Kebumen, tujuh mengalami luka tembak terkena peluru karet. Tiga lainnya menderita luka-luka lebam karena pukulan.

Penyebab bentrokan masih diselidiki Polisi Militer Kodam (Pomdam) IV Diponegoro dan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah. "Panglima meminta Pomdam IV Diponegoro mengusut asal muasal terjadinya bentrokan anggota TNI dan warga," kata Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IV Diponegoro, Letkol Zaenal Mutaqin, saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Minggu 17 April 2011.

Pomdam sudah terjun ke lokasi bentrokan meminta keterangan dari warga yang menjadi korban penganiayaan, dan korban luka tembak. "Kita juga bekerja sama dengan Polda Jawa Tengah dan jajarannya," kata Zaenal.

Polda Jawa Tengah mengirimkan satu Satuan Setingkat Kompi/SSK atau 100 personil untuk membantu mengamankan sitausi pasca bentrokan itu. "Untuk membantu keamanan, dan mendinginkan suasana," kata Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol. Djihartono saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Minggu.

Satuan tersebut, menurut Djihartono, terdiri dari gabungan pasukan Brigade Mobil, reserse, intelijen, dan Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam. "Ada juga dari pihak Pemda dan Satpol PP," ujarnya.

Sementara itu, Kapendam IV Diponegoro mengatakan bentrok TNI dan warga itu disinyalir akibat ulah provokator yang memancing warga memblokade jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu.

Warga juga membawa berbagai senjata tajam seperti pedang, clurit, dan bambu runcing. "Bahkan, warga membakar gapura, dan gudang amunisi di Dislitbang TNI AD," ujar Zaenal.

Padahal sebelumnya, kata  Zaenal, telah ada kesepakatan dengan warga, bahwa TNI sementara tak akan berlatih tempur di desa itu. "Kita sudah melakukan pertemuan dengan para tokoh dan warga, tapi mereka menolak ada latihan militer di Desa Sentrojenar. Terutama untuk ujicoba meriam dari Korea. Ya, akhirnya sepakat kita batalkan dan tidak melakukannya," ujarnya.

Bahkan, dia menambahkan, ujicoba meriam dari Korea dipindahkan ke Lumajang, Jawa Timur dan latihan militer digelar di Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, yang berjarak enam kilometer dari Desa Sentrojenar.

Angin Segar untuk Startup Pemula

Penolakan warga atas latihan militer TNI AD di Desa Sentrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah, kata Zaenal bermula dari klaim warga atas lahan latihan tempur TNI di sana.

Padahal sejak 1949, juru bicara Kodam Diponegoro itu menambahkan, TNI telah memakai lahan itu untuk latihan. TNI juga membolehkan masyarakat Pantai Urut Sewu menggarap tanah itu. "Jadi, selain untuk latihan militer pada 1949, TNI mengizinkan warga menanam palawija atau apapun di lahan tersebut," kata Zaenal.

Menurut Zaenal, warga sudah turun menurun menggarap lahan yang sampai saat ini dipakai untuk latihan militer, khususnya ujicoba senjata berat. "Lucunya, sejak 1949 sampai sebelum terjadinya bentrok Sabtu kemarin, tidak pernah ada penolakan atau masalah," ujarnya.

Warga, kata Zaenal, sebetulnya paham lahan itu bukan milik mereka, dan hanya dipakai sebagai tanah garapan. "Panglima sudah menantang, siapa pun warga yang punya bukti surat kepemilikan tanah itu silakan kemukakan," ujar Zaenal.

Sedangkan pihak TNI, kata Zaenal, memiliki surat penyerahan dari KNIL atau Tentara Kerajaan Hindia-Belanda atas lahan tersebut. "Jadi, ini adalah tanah negara yang diatasnamakan TNI AD," ujarnya.

Akting Jadi Mafia yang Misterius, Maxime Bouttier: Aku Aslinya Cerewet

Sengketa lahan latihan militer

Pada kesempatan lain, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) mencatat, peristiwa bentrok warga di Kebumen adalah cermin semrawutnya sengketa agraria antara warga dengan negara beserta aparaturnya.

"Sesuai data Badan Pertanahan Nasional, sampai hari ini telah terjadi 7.491 kasus sengketa tanah dan baru 4,578 kasus yang terselesaikan," ujar Sekjen AGRA Rahmat Ajiguna kepada VIVAnews.com, Minggu 17 April 2011.

Bahkan kekerasan berlatar sengketa lahan telah mengakibatkan setidaknya sembilan petani meninggal, 113 terluka akibat tembakan senjata api dan bacokan senjata tajam, serta penangkapan, penahanan disertai tindak kekerasan terhadap 197 petani, hanya di desa yang menjadi anggota dari AGRA.

Sementara itu, di wilayah lain, kasus intimidasi, ancaman bahkan tindak kekerasan terhadap petani juga terus terjadi. "Terakhir kasus penembakan petani oleh aparat TNI AD di Desa Sentrojenar itu," ujar Rahmat.

Menurut Rahmat, di Sentrojenar,  klaim warga atas tanah itu atas dasar surat kepemilikan tanah. Sedangkan TNI AD mengklaim tanah itu berdasarkan kesepakatan dengan Bupati Kebumen pada 1989. Padahal, sebelum ada kejelasan status tanah, TNI AD telah berjanji tak menggunakan lahan tersebut untuk latihan militer.

Dalam catatan VIVAnews.com, kasus mirip di Sentrojenar itu juga pernah terjadi di Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Pasuruan, Jawa Timur pada 2007. Bentrokan itu melibatkan warga setempat dengan 13 anggota Marinir dari Pusat Latihan Tempur (Puslatpur). Bentrokan di Alas Tlogo itu menewaskan empat warga, dan puluhan luka-luka.

Sengketa tanah di Puslatpur TNI Angkatan Laut itu terjadi sejak lama. Secara hukum, tanah seluas 3.500 hektare lebih itu adalah milik TNI Angkatan Laut sejak 1961. Namun karena tak terurus, warga menempatinya, dan beranak pinak. Kini di lahan itu dihuni sekitar 36 ribu jiwa.

Ketika pihak TNI AL hendak mengambil kembali lahan, warga protes dan melayangkan gugatan ke pengadilan negeri setempat pada 1999. Gugatan itu ditolak pengadilan. Sejak itu, unjuk rasa sering digelar, termasuk aksi blokade jalan Pantura, dan merusak sistem pengairan perkebunan di lahan sengketa.

Melalui mediasi pemerintah, pihak TNI AL akhirnya menawarkan relokasi bagi warga Alas Tlogo. Sayangnya, belum lagi rencana relokasi itu terwujud, bentrokan berdarah pecah antara warga setempat dan TNI.(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya