Kemana Aliran Dana Elnusa di Bank Mega?

Elnusa
Sumber :
  • www.elnusa.co.id

VIVAnews- Polisi terus menelusuri aliran dana PT Elnusa Tbk yang diduga dibobol dari Bank Mega. Kepolisian mensinyalir dana itu sudah dibelikan barang atau aset dalam bentuk lain oleh tersangka.

Kepala Satuan Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Aris Munandar mengatakan pihaknya telah menyita barang bukti senilai lebih dari Rp1 miliar atas kasus itu. Barang bukti itu berupa satu unit ruko senilai Rp1 miliar di Makassar, Sulawesi Selatan dan satu unit motor Kawasaki Ninja 250 CC. "Ruko itu milik salah satu tersangka yang dibeli dari dana Elnusa seharaga Rp1 miliar," kata Aris Munandar.

Kepolisian juga memblokir lima rekening di bank pemerintah dan swasta milik para tersangka. Saat ini polisi baru menyita sekitar 10 persen dari total dana yang dibobol Rp111 miliar.

Seperti diketahui kejadian ini bermula dari penempatan dana Elnusa di Bank Mega Cabang Jababeka, Cikarang sejak 7 September 2009 sebesar Rp161 miliar. Dana itu terbagi dalam lima bilyet deposito berjangka waktu antara 1-3 bulan. Seluruh dana telah ditransfer Elnusa dan diterima Bank Mega. Saat ini saldo deposito tersebut sebesar Rp111 miliar, deposito senilai Rp50 miliar pernah dicairkan Elnusa pada 5 Maret 2010, dan dananya telah diterima dengan baik di rekening sesuai perintah Elnusa.

Permasalahan ini baru diketahui ketika Elnusa akan mencairkan deposito tersebut pada 19 April 2011. Saat itu, Elnusa mengaku tidak bisa mencairkan simpanan tersebut karena uang miliaran rupiah itu sudah tidak ada lagi karena telah dicairkan.

Namun dari pihak Bank Mega menyatakan tak mau menanggung kerugian Elnusa karena hal itu merupakan masalah internal Elnusa. Bank Mega bersikukuh bahwa pencairan deposito sudah sesuai prosedur. Padahal pencairan itu menggunakan tanda-tangan mantan Direktur Utama Bank Mega yang diduga palsu.

Polisi telah menangkap Direktur Keuangan PT Elnusa SN alias Santun Nainggolan, Kepala Cabang Bank Mega Jababeka Itman Harry Basuki, Direksi PT Discovery berinisial ICL, Komisaris PT Har berinisial HG, otak pelaku berinisial RL dan staf PT Har berinisial TZS.

Para tersangka dijerat Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan dalam jabatan dengan ancaman empat tahun penjara, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen ancaman pidana enam tahun penjara. Selanjutnya, tersangka dikenakan Pasal 49 Undang-undang Perbankan dan Pasal 3 dan 6 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana 15 tahun penjara.



Salah satu tersangka yaitu Richard Latief bukanlah pelaku baru karena sudah pernah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh polisi. Mantan penyiar radio itu sudah berkali-kali terlibat aksi kejahatan pembobolan dana beberapa perusahaan di bank swasta dan pemerintah. Kepala Satuan Fiskal Moneter dan Devisa Ajun Komisaris Besar Polisi, Aris Munandar mengatakan, Richard memiliki keahlian khusus di bidang komunikasi sehingga mampu meyakinkan para tersangka lain untuk ikut berperan dalam kejahatan perbankan.

Namun Richard membantah jika telah membobol dana Elnusa. Ia mengaku hanya bertugas sebagai penghubung."Saya hanya kenalkan pengusaha dengan banker, mekanismenya mereka yang atur" katanya.

Richard sendiri sebelumnya pernah membobol uang milik pemerintah Kabupaten Aceh Utara senilai Rp220 miliar di Bank Mandiri Cabang Jelambar Jakarta Barat pada 2009 lalu.

**

Sementara tersangka lainnya yaitu Dirut PT Discovery berinisial IL yaitu Ivan diduga mengalirkan dananya ke perusahaan PT Harvestindo Asset Management. Ivan merupakan Komisaris utama perusahaan tersebut.

Dugaan itu berasal dari keterangan Bank Mega yang menjelaskan pencairan dana Elnusa itu disalurkan ke dua rekening bisnis atas nama PT Discovery Indonesia di bank X dan Y. Selain itu, PT Discovery Indonesia menempatkan dana deposito pada 16 September dan 6 Oktober 2009 masing-masing senilai Rp5 miliar dan dicairkan sebelum jatuh tempo ke rekening mereka di bank Y.

Tak hanya itu, kasus ini merembet ke perusahaan lain. Pencairan dana dari Bank Mega yang kemudian ditempatkan ke PT Discovery Indonesia (PT DI) diduga mengalir ke PT Harvestindo Asset Management. Harvestindo mempunyai produk reksa dana yaitu, Reksadana Harvestindo Istimewa (RHI) mengalami gagal bayar. Reksa dana tersebut mempunyai underlying aset surat sanggup bayar atau promissory notes (PN).

Direktur Utama Harvestindo Fresty Handayani mengatakan, setelah gagal bayar, Harvestindo beralih ke manajemen baru. Ia sendiri baru menjadi direksi pada Juni 2010. Terkait dengan dugaan aliran dana PT Elnusa, Fresty menjelaskan perusahaannya belum dapat dikonfirmasi. Menurut dia, masalah itu saat ini dalam proses penyidikan kepolisian.

"Sampai saat ini belum dikonfirmasikan hal tersebut," ujar Fresty.

Manajemen baru, Fresty melanjutkan, berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan menagih surat utang yang masih mempunyai nilai tagih. Akibat gagal bayar itu, produk RHI tidak boleh ditransaksikan, namun produk Harvestindo lainnya masih bisa diperdagangkan.

RHI awalnya mempunyai dana kelolaan awal Rp360 miliar, dan terus mengalami pencairan atau redemption dari nasabah hingga menjadi Rp77 miliar. Manajemen juga melakukan penagihan kepada debitor yang kebanyakan berasal dari perusahaan kontraktor itu sebesar Rp36 miliar.  (sj)

Ketua MK Minta Semua Pihak Hormati Pembacaan Putusan: Tidak Ada Interupsi
Sidang Putusan Sidang Perselisihan Hasil Pemilu 2024 di MK

Prabowo-Gibran Tak Hadiri Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2024

Menurut tim hukumnya, pasangan Prabowo-Gibran tak akan menghadiri sidang sengketa Pilpres 2024.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2024