Saat Publik Menilai Presiden

Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto saat berdoa di makam ayahnya beberapa waktu silam.
Sumber :
  • Antara/ Andika Betha

VIVAnews - Lembaga survei Indo Barometer merilis hasil survei terbaru. Terkait presiden, hasil survei menemukan Soeharto merupakan Presiden yang paling disukai publik, mengalahkan lima presiden lain termasuk Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian, 40,9 persen dari 1.200 responden juga berpendapat, Orde Baru lebih baik dibanding sejumlah orde lain termasuk Orde Reformasi ini.

"Hanya 22,8 persen yang memilih kondisi saat ini (di masa Reformasi)," ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari dalam jumpa pers di Hotel Atlet Century, Jakarta, Minggu 15 Mei 2011.

Uniknya, Indo Barometer juga menemukan, mayoritas masyarakat perkotaan justru menilai masa Orde Baru lebih baik dibanding masa Reformasi ini. "Secara persentase publik perkotaan menyatakan Orde Baru lebih baik, lebih tinggi, yakni 47,7 persen dibandingkan pedesaan yakni 35,7 persen," kata Qodari.

Berikut hasil survei yang digelar antara 25 April hingga 4 Mei 2011 ini, berdasarkan pertanyaan 'Presiden yang paling disukai':
1. Soeharto, presentase 36,5%;
2. Susilo Bambang Yudhoyono 20,9%;
3. Soekarno 9,8 %;
4. Megawati Soekarno Putri 9,2%;
5. BJ Habibie 4,4 %: dan
6. Abdurahman Wahid 4,3 %.
Responden yang menyatakan, semua suka 7,8%, yang menjawab tidak ada satupun yang disukai 1,3 % dan tidak tahu atau tidak jawab 5,9%.

Ternyata Soeharto yang telah menjabat sebagai presiden selama 32 tahun ini telah membuat publik simpatik. Pasalnya selain dianggap sebagai presiden yang paling disukai ternyata Soeharto juga dinilai sebagai presiden yang paling berhasil dalam menjalankan tugasnya.

Berikut persentase survei kinerja presiden, dengan responden tersebar di 33 provinsi itu:
1. Soeharto 40,5%;
2. Susilo Bambang Yudhoyono 21,9%;
3. Soekarno 8,9%;
4. Megawati Soekarno Putri 6,5 %;
5. BJ Habibie 2,0 %; dan
6. Abdurahman Wahid 1,8%.

Nikita Mirzani Ngaku Dapat Kekerasan dari Mantan, Psikolog Bilang Begini

Sementara 3,8% menjawab semua berhasil, 3,0% tidak ada satu yang berhasil dan 11,6% tidak tahu/tidak jawab dalam survei yang dengan margin of errror 3 persen pada tingkat kepercayaan 95%.

Keberhasilan Orde Baru di mata responden mencakup hampir semua bidang kecuali hukum. "Mayoritas publik menyatakan bahwa Orde Baru lebih baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan keamanan. Namun untuk kondisi hukum yang lebih baik adalah di Orde Reformasi," ujar Qodari.

Survei menemukan, 34, 3 persen memilih penegakan hukum di era Reformasi memuaskan, dan 27,6 persen memilih Orde Baru yang lebih memuaskan. Lebih lanjut Qodari menjelaskan, tipisnya perbedaan ini karena masyarakat masih kecewa dengan kinerja pemberantasan hukum saat ini. "Pemerintah hanya memfokuskan penanganan pemberantasan korupsi dengan pembentukan lembaga antikorupsi tetapi tidak pada implementasinya," ucapnya.

Hal ini terbukti dengan data survei yang menunjukan perbedaan mencolok pada aspek implementasinya. 53,5 Persen masyarakat mengatakan pengusutan dan pengadilan terhadap berbagai korupsi belum terpenuhi berbanding 22,3 persen dengan yang menganggap telah terpenuhi. 57,3 Persen masyarakat mengangap penegakan keadilan hukum belum terpenuhi berbanding 17,7 persen.

Serta 53,8 persen masyarakat menganggap pengusutan dan pengadilan kasus korupsi oleh Soeharto dan pengikutnya belum terpenuhi berbanding dengan 7,8 persen yang menjawab belum terpenuhi.

Survei Lain

Peneliti Senior Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan memang belum ada survei terbaru mengenai Soeharto dan Orde Baru dilakukan lembaganya. Survei terakhir yang relevan dengan Orde Baru digelar LSI 7-20 Oktober 2010 yang lalu.

Saat itu, LSI bertanya pada responden survei, "Seberapa demokratis pemerintahan di bawah Presiden Soeharto dulu?" dengan memakai jawaban gradasi antara 1 sampai 10. "Satu untuk paling tidak demokratis, sepuluh untuk paling demokratis," kata Burhan saat dihubungi VIVAnews, Senin 16 Mei 2011.

Dan hasilnya, nilai rata-rata adalah 4,6 persen. "Itu artinya tidak demokratis," kata pengajar di Universitas Paramadina itu.

Kemudian, LSI juga mencatat, Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) didirikan pada tanggal 9 September 2002 di Jakarta, yang jelas-jelas mendukung anak biologis Soeharto sebagai calon Presiden telah terbukti gagal di dua Pemilu. Namun niat mengusung Mbak Tutut akhirnya urung dilaksanakan setelah pada hasil Pemilu 2004, PKPB yang bernomor urut 14 hanya memperoleh 2,11% suara secara nasional atau hanya memperoleh 2 kursi di DPR RI. Pada Pemilu 2009, perolehan suara PKPB secara nasional malah turun
menjadi 1,4% dan gagal melampaui parliamentary threshold.

"Artinya, dua pemilu terakhir menunjukkan bahwa gagasan untuk menghidupkan kembali ruh Soeharto dan Orde Baru ditolak rakyat. Elektabilitas dalam Pemilu membuktikannya," kata Burhan.

LSI pun mengukur elektabilitas Tommy Soeharto pada Oktober 2010 itu. LSI menemukan, Tommy yang sekarang disebut Ketua Dewan Pendiri Partai Nasional Republik itu sudah cukup dikenal oleh rakyat Indonesia yakni 71%. Namun tingkat dikenal publik seperti ini tidak menjamin elektabilitasnya tinggi karena hanya 0,8% responden yang memilih Tommy kalau ia maju sebagai calon presiden dan pemilihan diadakan sekarang.

Tak Apple to Apple

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, mengkritik hasil survei itu. "Kalau Era Soeharto lebih baik maka saya mengajukan pertanyaan kepada hasil survei itu," kata mantan wartawan itu. "Apakah mereka setuju dengan adanya penembakan aktivis, penculikan aktivis, pemberangusan media massa, pelanggaran hak asasi manusia? Setuju nggak mereka?"

Menurutnya, era saat ini lebih baik dari Orde Baru. "Misalnya angka kemiskinan berdasarkan data BPS jauh menurun," ujar mantan wartawan itu.

Ramadhan menuturkan, kalau hasil survei menyatakan saat ini lebih buruk dari Orde Baru, berarti sosialisasi dari tiap kementerian tidak berjalan dan belum sampai ke masyarakat. "Seharusnya itu menjadi peran hubungan masyarakat di tiap kementerian, hasil kerja selama ini dipublikasikan dan keberhasilan apa saja yang sudah dicapai," ujarnya.

Meski tidak sependapat dengan hasil survei itu, Ramadhan menyatakan, survei kritis seperti itu perlu dihargai. "Itu merupakan perangsang atau pemacu kinerja kita. Itu juga sebagai penawar obat mau nggak berubah," katanya.

Sementara Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan hasil survei yang menyebutkan Soeharto lebih disukai dari SBY cukup mengejutkan. Julian mempertanyakan responden survei tersebut. "Dari mana atau apa parameter siapa publik yang menjadi responden," kata dia.

Menurut dia, masa Reformasi tidak bisa dibandingkan dengan Orde Baru. Alasan Julian, karena situasi dan kondisi saat ini dengan 13 tahun lalu jauh berbeda. "Situasi berbeda, dunia internasional pun berbeda," kata dia.

Permasalahan yang ada di masa orde baru, dinilai Julian lebih kompleks ketimbang saat ini sehingga perlu deskripsi lebih jelas terkait survei tersebut. "Saya tidak mau terlalu naif dan menyederhanakan situasi," katanya.

Burhanuddin Muhtadi setuju dengan pendapat Julian ini. Ada kekeliruan mengkomparasikan orde-orde pemerintahan di masa kini. Jika mau membandingkan, seharusnya ada data survei yang dilakukan di setiap masa rezim memerintah. "Seperti di Amerika Serikat, di awal pemerintahan seorang Presiden, selalu ada survei 'approval rating'," kata Burhan.

Belum lagi, masa jabatan Presiden-presiden yang dibandingkan berbeda-beda, dengan kompleksitas persoalan yang berbeda. "Kasihan Gus Dur dan Habibie, karena masa jabatan mereka sebentar, sementara publik ditanyakan soal keberhasilan mereka," kata Burhan. "Padahal, dari sisi demokrasi, meski masa jabatan pendek justru kedua Presiden inilah yang banyak melakukan perubahan mendasar dalam demokrasi."

Belum lagi faktor responden. Responden yang ada saat ini, sebagian besar merasakan Orde Baru, namun hanya sebagian kecil merasakan Orde Lama. "Komparasi orde dilakukan di masa kini jelas tidak apple to apple," kata Burhan. (sj)

Lori Schappell dan George Schappell ,62, meninggal pada tanggal 7 April 2024.

Hidup dengan Kepala Menempel Selama 62 Tahun, Kembar Siam Tertua di Dunia Tutup Usia

Kembar siam tertua di dunia meninggal pada usia 62 tahun. Guinness World Records mengkonfirmasi kematian tersebut dalam sebuah pengumuman pada hari Jumat 12 April 2024.

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024