Kelompok 78 Menuai Badai Kecaman

Kongres PSSI
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVAnews - Awalnya dianggap sebagai reformis sepakbola nasional, Kelompok 78 kini telah menjelma menjadi kelompok yang paling dibenci. Kelompok ini juga dinilai harus bertanggung jawab jika Indonesia terkena sanksi FIFA.

Yamaha Aerox 2024 Makin Sporty dan Elegan dengan Warna Barunya

Para suporter melampiaskan kekesalan mereka kepada Kelompok 78 yang dianggap menjadi biang keladi kegagalan Kongres PSSI yang berlangsung pada Jumat, 20 Mei 2011.

Jalannya kongres yang disiarkan secara langsung media televisi membuat masyarakat sepakbola Indonesia dengan gamblang menyaksikan apa yang terjadi di dalam ruangan Golden Ballroom Hotel Sultan.

Beberapa kelompok suporter seperti Viking (Persib Bandung), The Kmer's (Semen Padang), Bonekmania (Persebaya Surabaya) dan The Jakmania (Persija Jakarta) mengungkapkan kekesalan mereka terhadap Kelompok 78.

Mereka tidak mengira kelompok yang di dalamnya berisikan reformis sepakbola ketika berusaha menjatuhkan rezim Nurdin Halid, kini berubah menjadi orang-orang yang lebih mengedepankan kepentingan tertentu dengan mengusung George Toisutta dan Arifin Panigoro menjadi Ketua Umum dan Wakil Ketua PSSI

Kembangkan Produk Urea dan Amonia, Pupuk Indonesia Gandeng BUMN Brunei BFI

Ketua Viking, Heru Joko, menegaskan pihaknya akan menuntut pertanggungjawaban Kelompok 78 jika Indonesia sampai terkena sanksi FIFA.
"Mereka tidak tahu sepakbola sesungguhnya dan bagaimana dampaknya jika Indonesia terkena sanksi. Mereka tidak memikirkan bagaimana nasib tukang kaos misalnya," ujar Heru.

"Ricuhnya Kongres PSSI karena sudah tersusupi banyak kepentingan, termasuk kepentingan politik," ujar Hari Santosa, anggota Bonekmania.

Diduga Sindir Chandrika Chika, Jefri Nichol Disenggol Netizen Soal Kasus Narkobanya Sendiri

Dia menduga munculnya 'Kelompok 78' ada yang menggerakkan. Mereka, kata Hari,  sengaja digerakkan untuk membuat kegaduhan dengan mempersoalkan kinerja Komisi Banding.

Kegaduhan tersebut juga sudah dicium Sekretaris The Jakmania, Richard Ahmad. Menurutnya, kondisi kisruh yang tercipta merupakan skenario Kelompok 78 yang menjagokan Arifin dan George.  "Kalau Indonesia sampai dibekukan oleh FIFA, menurut saya, dosa terbesar ada di tangan Kelompok 78. Sebagai suporter kami ingin kelompok ini dibubarkan."

Mengenai ini, suporter Semen Padang, The Kmer's, memiliki sikap lain. "Membubarkan mereka mungkin tidak, tapi mereka harus bertanggung jawab pada rakyat Indonesia jika kita dikenakan sanksi oleh FIFA," ujar Koordinator The Kmer's, Yogi Yolanda.

Arogansi kelompok tersebut, lanjut dia,  tidak ubahnya Nurdin Halid ketika memimpin PSSI. 

Tak hanya di dunia nyata, gerakan anti Kelompok 78 juga sudah beredar di dunia maya. Salah satunya adalah 'Gerakan Suporter Sepakbola Anti Kelompok 78' yang beredar di situs jejaring sosial Facebook.

Kekesalan terhadap Kelompok 78 ternyata tidak melulu dirasakan oleh para penggila bola, tetapi berbagai lapisan masyarakat. Indikasinya antara lain dapat dilihat dari ribuan pesan pendek yang masuk ke telepon genggam FX Hadi Rudyatmo, mantan anggota Komite Normalisasi. 

"Sejak kongres hingga hari ini jumlah sms dari warga yang masuk ke handphone saya mencapai 12 ribu lebih," kata Rudyatmo, Sabtu, 21 Mei 2011.

"Mereka memaki-maki supaya Kelompok 78 bertanggung jawab. Pengirim pesan itu berasal dari mana-mana, dari Papua juga ada."

Versi Kelompok 78

Kelompok 78 menyesalkan penghentian kongres itu. Menurut mereka, Ketua Komite Normalisasi, Agum Gumelar, terlalu cepat menutup kongres. Padahal, kata mereka, kongres belum terlalu kisruh. Belum ada adu fisik. Itu sebabnya, sesudah Agum dan direktur FIFA meninggalkan arena hotel, kelompok ini berencana melanjutkan kongres.

Sikap kelompok itu disampaikan oleh juru bicaranya, Yunus Nusi. Menurut pandangannya, dinamika yang tejadi pada Kongres PSSI adalah hal yang biasa, apalagi tidak ada gesekan fisik.

"Kami tidak tahu apa alasan Agum meninggalkan Kongres PSSI," kata Yunus dalam jumpa pers di Hotel Sultan, sesudah kongres itu bubar.

"Ini akan kami tindaklanjuti sebagai pemegang hak suara. Dengan mengkaji secara hukum, kami berencana lanjutkan kongres ini," bebernya.

Menurut Yunus, pihaknya sedang menjalin komunikasi dengan pemerintah dan FIFA. "Insya Allah, malam ini sudah ada jawabannya. Mudah-mudahan kongres dapat dilanjutkan," kata Yunus.

Mengenai sanksi FIFA, Yunus mengaku tidak khawatir. Sebab, menurutnya, tidak ada yang fatal dalam kongres ini. "Kekurangan yang terjadi hari ini adalah hanya keluarnya Agum dari Kongres. Jika FIFA memberi sanksi, letak kesalahan kita ada di mana?"

Nilmaizar, pelatih klub Semen Padang, menilai percuma mencari siapa yang salah dalam kasus ini. "Yang terpenting jangan sampai kita diberi sanksi," katanya. Kelompok 78, katanya, sebaiknya dirangkul saja.

Dampak sanksi FIFA memang tidak hanya berimbas terhadap pemain, pelatih dan klub-klub yang terancam tidak bisa mengikuti pertandingan sepak bola internasional. Pasalnya banyak elemen masyarakat yang juga menggantungkan sepakbola dalam kehidupan mereka.

Menyikapi hal itu, Komite Normalisasi akan segera menyusun laporan mengenai jalannya kongres yang berakhir deadlock tersebut. Agum  menegaskan bahwa nasib Indonesia akan dirapatkan pada komite eksekutif FIFA pada 30 Mei. FIFA kemudian akan mengesahkan hasil rapat tersebut dalam Kongres FIFA yang akan berlangsung 1 Juni mendatang di Zurich, Swiss.

Kegentingan inilah yang mungkin membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang tidak pernah menyatakan sikapnya secara resmi tentang kisruh di PSSI, kemudian memerintahkan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, menyelesaikan persoalan tersebut.  "Menpora mewakili posisi pemerintah," ujar Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, melalui pesan singkat.

Dia juga tak menjelaskan lebih lanjut pesan Presiden kepada Menpora mengenai apakah Presiden meminta KSAD, George Toisutta, untuk legowo menerima keputusan FIFA.

Andi sendiri akan berupaya melobi FIFA agar Indonesia tidak terkena sanksi pasca batalnya Kongres  dua hari lalu. "Saya berharap FIFA tidak menjatuhkan sanksi apapun kepada Indonesia. Saat ini yang dilakukan pemerintah terus berkomunikasi dengan FIFA."

Namun, menurut Agum, pemerintah telah terlambat. Pasalnya, perwakilan FIFA yang hadir pada Kongres PSSI, Thierry Regenass dan Van Hatum, sudah menyaksikan seluruh kejadian yang berlangsung selama sidang.  "Percuma juga bila pemerintah melakukan lobi, karena FIFA sudah melihat dengan mata kepala mereka sendiri."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya