Kasus Baru Melilit Nazaruddin

Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVAnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Muhammad Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni pekan ini. Mereka berdua akan dipanggil sebagai saksi atas dua kasus yang berbeda.

Prabowo: Jika Tidak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu Kami

Nazaruddin akan dimintai keterangan terkait kasus pengadaan barang di Kementerian Pendidikan Nasional, sedangkan istrinya disinyalir tersandung kasus pengadaan listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Menurut Juru Bicara KPK, Johan Budi, pemanggilan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut, bukan sehubungan dengan kasus Kementerian Pemuda dan Olahraga soal pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang. "Jadi, itu di luar kasus dugaan suap Kemenpora," ujarnya saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Rabu 8 Juni 2011.

Dia mengungkapkan, KPK akan memanggil Nazaruddin Jumat, 10 Juni 2011, terkait penyelidikan kasus pengadaan revitalisasi sarana dan prasarana pendidikan di Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan di Kemendiknas yang terjadi pada tahun 2007. "Kalau Neneng, terkait saksi kasus pengadaan PLN tahun anggaran 2008," tutur Johan.

Johan mengakui, surat pemanggilan politisi beserta istrinya tersebut sudah dikirimkan KPK Selasa, 7 Juni 2011. "Surat sudah disampaikan ke yang bersangkutan melalui orang di rumah Nazaruddin," ujarnya.

Kendati demikian, ia mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa memastikan Nazaruddin maupun istrinya akan memenuhi panggilan dari KPK pada Jumat pekan ini. "Ya, kita lihat saja nanti apakah datang atau tidak," kata Johan.

Johan juga tidak menyebutkan, langkah atau tindakan apa yang bakal diambil lembaga pemberantasan korupsi tersebut bila keduanya tidak merespon panggilan KPK. "Jangan tanya sekarang ya, nanti saja tanggal 10 Juni," tuturnya sambil mengaku menyiapkan langkah berikutnya bila Nazaruddin maupun istrinya tidak datang.

Nazaruddin dan istrinya saat ini masih berada di Singapura. Nazaruddin terbang ke Singapura untuk berobat, sehari sebelum KPK mengirimkan surat permohonan cekal atas dirinya, dan sesaat sebelum Dewan Kehormatan Demokrat mengumumkan pencopotan dirinya dari jabatan Bendahara Umum Partai.

Sedangkan untuk kasus Kemenpora soal pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Johan mengungkapkan, belum bisa dilakukan pemanggilan. "Pokoknya, Jumat nanti untuk kasus di luar dugaan suap Kemenpora," ujarnya.

Ketua KPK, Busyro Muqoddas juga mengatakan, KPK memang tidak memeriksa Nazaruddin soal kasus suap Kemenpora, karena belum ada alasan memanggil Nazaruddin terkait kasus itu. "Belum cukup alasan untuk bisa dipanggil dalam kasus itu," ujar Busyro dia di Gedung DPR, Rabu.

Sedangkan Neneng, dipanggil untuk kasus dugaan pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kemenakertrans. "Neneng diduga menerima suap, tapi nilainya belum jelas," tambah dia.

Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah menambahkan, Nazaruddin akan diperiksa terkait kasus pengadaan barang di Kemendiknas. Namun, Chandra enggan membeberkan secara detail soal kasus kesekian yang melilit politisi Demokrat itu. "Kasus pengadaan barang," kata dia tempat yang sama.

Sebelumnya, KPK menahan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Kemenakertrans (P2MKT), Timas Ginting.

Timas menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan dan pengerjaan supervisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kemenakertrans. Dia telah ditahan dan akan menjalani masa tahanan di rumah tahanan Salemba selama 20 hari ke depan. "Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan selama 20 hari terhitung sejak 27 Mei. Tersangka TG ditahan di Rutan Salemba," kata Johan Budi dalam keterangan persnya, Jumat, 27 Mei 2011.
 
Pada proyek tahun anggaran 2008 itu, Timas bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen di Ditjen P2MKT. KPK menduga Timas telah menyalahgunakan kewenangannya dengan menyetujui pembayaran pekerjaan supervisi PLTS kepada perusahaan rekanan.

Padahal, menurut Johan, pada kenyataannya proyek senilai Rp8,9 miliar itu belum dilaksanakan. Akibatnya, KPK menduga negara mengalami kerugian keuangan mencapai Rp3,8 miliar.
 
Menurut Johan, KPK menggunakan beberapa pasal dalam Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi guna menjerat Timas sebagai tersangka. KPK menggunakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 (1) KUHP.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut, yang bersangkutan terancam pidana dengan hukuman penjara paling lama 20 tahun. "Tersangka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," tuturnya.



Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat, Marzuki Alie mempersilakan KPK memanggil Nazaruddin terkait kasus apapun. Menurutnya, siapapun tidak bisa ikut campur terhadap proses hukum yang telah berjalan. "Silahkan saja, itu urusan KPK. Kalau sudah jalan, kami tidak mau ikut campur. Itu bukan urusan saya, titik," kata dia di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu.

Ketua DPR itu juga tidak mau menanggapi soal kasus baru yang melilit Nazaruddin. "Saya tak mau tahu kasus Nazaruddin. Itu urusan KPK," katanya lagi.

Sedangkan Wakil Ketua Fraksi Demokrat, Sutan Bhatoegana mengaku baru mengetahui kabar itu. "Saya baru tahu sekarang. Kami lihat situasinya. Kami cek ke fraksi untuk menyampaikan ke Pak Nazar," ujar Sutan di tempat yang sama.

Mengenai Nazaruddin dan istrinya yang saat ini masih berada di Singapura, apakah tim komunikasi Demokrat bisa memastikan Nazar hadir? Sutan mengatakan bahwa ia tidak bisa memastikan. "Kalau soal memastikan itu siapa yang bisa. Kepastian itu hanya Tuhan yang tahu," ujarnya.

Soal pernyataan DPP Demokrat dalam konferensi pers, bahwa Nazaruddin siap memenuhi panggilan KPK, Sutan juga menjawab, "Kemarin saya bilang, Insya Allah kalau sembuh beliau akan mengklarifikasi semua. Beliau kan lagi sakit, berhak dong berobat."

Dia pun tak memungkiri kalau Nazaruddin sudah berkomitmen. "Tapi, saya kan hanya penyambung lidah, jangan awak yang kena," ujarnya.

Sementara itu, terkait istri Nazaruddin, Sutan mengatakan bahwa tim komunikasi hanya berhubungan dengan Nazaruddin. Tidak dengan istrinya. "Secara moral kita hanya berhubungan dengan Pak Nazar, kita tidak mungkin dong masuk rumah tangga orang," kata dia.

Sutan juga enggan mengomentari adanya kasus lain yang menjerat Nazar. "Apapun namanya urusan KPK lah. Silakan saja urusan penegak hukum," katanya. Apakah Neneng, pengurus Demokrat? "Bukan," jawab Sutan.

Minggu lalu, tim khusus dari Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat pun telah menemui Nazaruddin di Singapura. Menurut Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum, dalam konferensi pers di DPP Demokrat, Senin kemarin, 6 Juni 2011, memaparkan tiga poin hasil pertemuan antara tim khusus dengan Nazaruddin.

Pertama, Nazaruddin masih sakit dan berobat di Singapura. Kedua, ia akan kembali ke tanah air setelah selesai berobat. Ketiga, dia bersedia memberikan keterangan yang diperlukan terkait berbagai hal.



Seperti diketahui, KPK sebelumnya berencana meminta keterangan dari Nazaruddin terkait kasus suap Kemenpora soal pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang.

KPK mengakui, belum mendapatkan secara utuh laporan dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) yang telah menemukan transaksi mencurigakan dari salah satu tersangka kasus dugaan suap di Kemenpora. "Kami sudah minta ke PPATK tapi belum final dan belum ada laporan yang utuh dari penyidik," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu.

Busyro menolak pihaknya dianggap pasif menindaklanjuti temuan PPATK. "Mulai kemarin sudah diakses tapi belum ada laporan. Kami sudah tugaskan orang kami ke sana (PPATK)," ujarnya.

PPATK pertengahan bulan lalu mengungkap ada transaksi yang mencurikan. "Saya lupa rekeningnya, tapi uangnya Rp1-2 miliaran," kata Kepala PPATK Yunus Husein di Jakarta, belum lama ini.

Meski demikian, Yunus belum bisa menyebutkan transaksi itu dari siapa ke siapa. Yang pasti, kata dia, berdasarkan undang-undang, bila seseorang sudah dijadikan tersangka maka transaksi keuangannya dianggap mencurigakan.

PPATK sendiri menerima 13 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dari delapan bank dalam kasus dugaan suap di Sekretariat Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga.

Menurut Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK Subintoro, dari delapan bank tersebut terdapat dua bank milik pemerintah. "Ada dua bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang memberikan laporan," ujarnya Selasa kemarin.

Sedangkan enam bank lainnya, kata dia, adalah bank swasta. "Bank-bank tersebut sudah kooperatif dengan melaporkan transaksi mencurigakan, sehingga tidak diperlukan audit khusus," tutur Subintoro.

Sementara itu, selain dikaitkan dengan kasus  pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, eks Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut, pada 2005 lalu, juga sempat tersandung kasus pemalsuan dokumen.

Kasus itu ditangani Polda Metro Jaya. Belakangan terungkap, polisi menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tersebut. Dengan alasan, belum menemukan berkasnya, polisi belum bisa mengungkap alasan penerbitan SP3.

Namun, kini teka-teki itu terkuak. Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Herry Rudolf Nahak menjelaskan, ada alasan mengapa kasus Nazaruddin dihentikan. "Kenapa di-SP3, karena penyidik tidak menemukan adanya  bukti yang cuklup kuat," kata dia di Jakarta, Rabu 8 Juni 2011.

Polisi, kata dia, tidak mendapatkan bukti-bukti  permulaan yang cukup untuk melanjutkan kasus tersebut. Selain itu, pelapornya juga tidak memberikan data-data mengenai  kasus yang dilaporkan. "Si pelapor hanya sebatas melapor, sementara dia punya bukti-bukti yang tidak mau diberikan ke penyidik sehingga  disimpan sendiri," tambah Herry.

Kombes Herry mengaku heran mengapa kasus Nazarudddin dipermasalahkan lagi. "Padahal itu tahun 2005, sudah lama, ngapain diungkit-ungkit lagi," tambah dia.

Kasus yang membelit Nazaruddin tersebut menyangkut pemalsuan dokumen agar perusahaan miliknya, PT Anugerah Nusantara, memenuhi persyaratan mengikuti proyek tender pengadaan di Departemen Perindustrian, yang nilainya sekitar Rp100 miliar.

Laporan dugaan pemalsuan yang menyeret Nazaruddin dilakukan sekitar Desember 2005. Sedangkan kasusnya di SP3 oleh penyidik pada 13 Desember 2007. Meski sempat ditangkap, setelah diperiksa 1X24 jam, Nazarudin tidak ditahan.

Mengenai kasus ini, Nazaruddin sudah membantahnya. "Isu dari mana itu," ujar pria yang kini berada di Singapura.

Meski sudah SP3, tak berarti kasus itu benar-benar gugur.  Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes  Baharuddin Djafar menegaskan, SP3 bisa dibuka kembali jika  ada bukti-bukti yang baru atau novum, baik dari masyarakat  maupun pihak terlapor. (sj)

Profil Francois Letexier, Wasit Kontroversial di Laga Timnas Indonesia vs Guinea U-23
Tengku Dewi

Suami Selingkuh, Tengku Dewi: Tau Diri Aja Udah Mau jadi Bapak Anak 2 Masih Begitu!

Aktor Andrew Andika dikabarkan berselingkuh dengan sejumlah wanita. Kabar ini dibongkar langsung oleh istrinya yang juga aktris Tengku Dewi Putri.

img_title
VIVA.co.id
10 Mei 2024