Mimpi Mengontrol Sosial Media

Simbol pelarangan Facebook
Sumber :
  • digiactive.org

VIVAnews - Saat memberikan sambutan dalam kampanye bertajuk 'Internet Sehat dan Aman' di SD Menteng 03, Jl. Cilacap No. 5, Jakarta, Kamis 14 Juli 2011, Tifatul Sembiring, Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan, sosial media dan jaringan internet lainnya, kini telah menjelma menjadi salah satu pionir perubahan.

Perubahan itu, kata Tifatul, tidak hanya dari segi teknologi dan informasi, akan tapi juga mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan politik di sebuah negara.

“Sebagai contoh, perubahan politik di negara-negara seperti Tunisia, Yaman, Mesir, Libya, bahkan pergolakan di Malaysia, merupakan salah satu efek dari pengaruh sosial media,” kata Tifatul. “Hal itu terjadi karena pemerintah di negara-negara tersebut tidak mampu mengontrol jejaring komunikasi dunia maya,” ucapnya.

Dampak lain dari sosial media adalah munculnya era kebebasan dan keterbukaan. Saat ini, kata Tifatul, Presiden dan menteri-menteri pun sering terkena kritik masyarakat secara langsung, lewat situs-situs sosial media.

“Kalau dulu publik mengkritik pemerintah lewat jalur konvensional seperti DPR, sekarang mereka bisa melakukannya lewat sosial media. Bahkan media sendiri, bila tidak benar, akan dikritik juga oleh para pengguna jejaring sosial milik media itu,” ujar Tifatul.

Saat ini ada sekitar 1,9 miliar pengguna internet di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, pengguna internet berjumlah sekitar 45 juta. Oleh karena itu, kata Tifatul, perlu diambil tindakan konkrit untuk mencegah berbagai dampak negatif dari internet.

Oleh karena itu, Depkominfo tidak ingin pemerintah Indonesia melepas pengawasan terhadap berbagai  sosial media. Untuk itu, pemerintah Indonesia harus mampu mengontrol situs-situs sosial, tetapi bukan dalam arti membatasi.



Lalu, bagaimana dengan kondisi pengawasan terhadap internet ataupun sosial media di negara lain?

Pengawasan terhadap konten internet bukan merupakan hal yang baru. Menurut OpenNet Initiative (ONI), lembaga independen yang memantau dan menganalisa praktek filterisasi dan pemantauan di berbagai negara, di negara maju sekalipun, filterisasi internet berlaku.

Sebagai contoh, di Inggris. Pemerintah negeri itu kini tengah menyiapkan rencana untuk filterisasi internet. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah pembajakan, melawan terorisme dan mencegah kekerasan pada anak.

Khusus di jejaring sosial atau sosial media, di Amerika Serikat, agen-agen penegak hukum negeri itu, khususnya Federal Bureau of Investigation (FBI) juga telah memantau dunia Internet dan masuk ke situs-situs jejaring sosial mulai dari Facebook, MySpace, LinkedIn, Twitter, dan lain-lain.

Dikutip dari MSNBC, 14 Juli 2011, dari dokumen internal milik Departemen Kehakiman AS, diketahui bahwa para agen-agen pemerintah  menyamar di dunia maya, menggunakan identitas palsu untuk berkomunikasi dengan target yang mereka curigai lalu mengumpulkan informasi.

Pada dokumen yang terungkap itu disebutkan pula bahwa para agen pemerintah juga saling bertukar pesan dengan tersangka, mengidentifikasi teman-teman dan keluarga dari target mereka, dan menelusuri informasi pribadi seperti posting, foto-foto pribadi dan klip video yang diunggah.

FBI beralasan, tujuan mereka melakukan hal ini adalah untuk memeriksa misalnya alibi dari tersangka dengan membandingkan pengakuan mereka pada polisi dengan tweet yang mereka kirimkan di waktu yang sama dan juga keberadaan mereka ketika ketika kasus terjadi.

Foto-foto online dari belanja yang mereka lakukan juga bisa menghubungkan tersangka atau teman-teman mereka dengan kasus pencurian ataupun perampokan.

Dengan menyebar agen untuk menyamar di sosial media, kepolisian lokal atau pihak berwajib negeri itu kemudian mengkoordinasikan aktivitas mereka dengan Secret Service, FBI, dan agen federal lainnya dalam sebuah strategi yang disebut dengan ‘deconfliction’ agar mereka tidak saling mengganggu saat menunaikan tugas.

Sosok Jenderal Kopassus di Balik Operasi 20 Menit Rebut Homeyo dari Tangan OPM

Yang jelas pengawasan di negara maju adalah pada aspek kejahatan, bukan kebebasan berekspresi dan berpolitik. Dan, mengontrol sosial media tak ubahnya seperti mengontrol mimpi. (eh)

Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie

Pemkot Tangsel Raih Opini WTP 12 Kali Berturut, Benyamin: Kami Selalu Bertekad Pertahankannya

Pencapaian Opini WTP Pemkot Tangsel ini yang ketiga di bawah kepemimpinan Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan.

img_title
VIVA.co.id
8 Mei 2024