- www.17an.org
VIVAnews – Di tengah khidmatnya upacara Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-66, satu perayaan unik berlangsung di media digital, Rabu 17 Agustus 2011. Berbasiskan Internet, terutama jejaring media sosial seperti Twitter dan situs web, acara bertajuk “Kerek Bendera Nasional”, sempat merajai timeline Twitter nasional sejak Rabu pagi hingga tengah malam.
Kerek Bendera Nasional adalah satu gerakan difasilitasi situs www.17an.org. Tentu tak seperti di dunia nyata, upacara di dunia maya itu tanpa derap pasukan pengibar bendera, atau peserta berbaris rapi disiram cahaya matahari pagi.
Gerakan itu mengumpulkan dukungan lewat SMS dan Twitter. Satu tiang bendera digital disiapkan di situs www.17an.org, dan bendera akan “berkibar” sesuai jumlah SMS dan tweet. Dukungan dihitung sejak pukul 00.00 pada 17 Agustus 2011. Bendera akan dikerek tatkala jumlah pendukung mencapai 500.000. Lalu, setiap kelipatan seratus ribu, bendera akan beranjak naik.
Para peserta cukup mengirimkan SMS ke 0856 87 8 1717, 0817 1717 44, dan 082114 17 1717. Sedangkan, tweeps (pengguna Twitter) yang ikut mendukung acara itu, menambahkan tagar (hashtag) "#17an" di tweet-nya. Targetnya, pada Rabu 17 Agustus 2011 pukul 23.59, tercapai angka 1.781.945, sesuai tanggal Proklamasi RI, 17-8-1945.
Gerakan itu rupanya mendapat dukungan besar. Setiap saat, tinggi bendera berkibar bisa dipantau di laman 17an.org. Selain itu, akun Twitter @ID_17an juga memberikan informasi mengenai "Kerek Bendera Nasional". Hingga pukul 16.40 saja misalnya, dukungan telah melampui target, dengan angka 1.803.787. Walau begitu, gerakan "Kerek Bendera Nasional” terus dilakukan. Pantauan VIVAnews, pada pukul 23.59, laman itu mencatat 1.986.186 pendukung.
Kerek Bendera Nasional juga melakukan upacara bendera digital. Upacara itu dilakukan di website www.17an.org. "Ada 9.000 orang yang berpartisipasi," kata Shafiq Pontoh, salah satu penggiat gerakan ini, Rabu malam.
Prihatin
Di situs www.17an.org, Kerek Bendera Nasional menyebut gerakan itu sebagai bentuk partisipasi generasi baru Indonesia. "Sebagai bukti bahwa semangat persatuan, kebangsaan, dan keragaman Indonesia masih sangat nyata dan ada dalam kehidupan kami sehari-hari dalam berbagai bentuk," demikian tertulis di website itu.
Shafiq Pontoh menjelaskan, ide gerakan ini sudah muncul pada Maret 2011. Awalnya, gerakan ini sebagai reaksi atas aksi kekerasan dan diskriminasi di Indonesia. "Setelah banyak penutupan rumah ibadah, pembakaran, puncaknya tragedi Cikeusik, sekumpulan teman-teman online mencetuskan "#17an Satu Tujuan"," kata Shafiq.
Gerakan ini, kata Shafiq, rencananya terus dilakukan setiap tahun. Setiap bulannya, isu-isu berkaitan dengan kebangsaan, muncul lewat Twitter dengan tagar “#17an”. “Ini untuk mengungkapkan apa yang membuat kita bangga dengan Indonesia," Shafiq menjelaskan.
Tak hanya menuliskan “#17an”, para pendukung bebas bicara tentang Indonesia di mata mereka. "Intinya ingin bangsa sadar bahwa Indonesia beragam. Banyak sekali suku budaya, agama. Kita bisa kok harmoni," kata dia. "Ini adalah kali pertamanya bangsa Indonesia mengerek bendera secara nasional, bahkan warga Indonesia di seluruh dunia bisa berpartisipasi."
Tak melecehkan
Besarnya dukungan gerakan Kerek Bendera Nasional ini seakan mempertegas potensi jejaring media sosial di Indonesia yang bertumbuh dramatis sepanjang tiga tahun terakhir.
Indonesia, menurut laman socialbakers.com per 17 Agustus 2011, adalah pengguna Facebook terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Kini tercatat 39,5 juta pengguna Facebook di Indonesia. Sedangkan penetrasi pengguna Twitter, menurut comScore, kurang lebih 20,8 persen dari sekitar 45 juta pengguna internet di republik ini. Dilaporkan juga, Indonesia negeri ketiga pengguna Twitter terbesar setelah Amerika dan Inggris.
Aksi semacam Kerek Bendara Nasional ini, tampaknya mendapatkan basisnya di tengah pertumbuhan jejaring sosial yang subur itu. Wahana digital itu kini menjadi alat bagi kebebasan berekspresi dari para generasi baru Indonesia.
Sejarawan Dr Asvi Warman Adam mengatakan aksi Kerek Bendera Nasional itu adalah inovasi cara merayakan kemerdekaan. Apalagi, maksud gerakan itu meningkatkan kecintaan terhadap Indonesia. Aksi kreatif itu, kata Asvi, tak perlu dirisaukan. “Sepanjang tidak ada maksud melecehkan, menghina, dan menodai lambang kenegaraan,” ujar Asvi kepada VIVAnews, Rabu malam.
Walau demikian, Asvi mengingatkan, upacara bendera digital tentu tak akan menggantikan upacara bendera secara nyata. "Tetap lebih khusyuk dan sakral itu upacara secara nyata," ujarnya. Upacara di dunia nyata toh memang tak tergantikan. Apalagi, dia adalah kewajiban, seperti diatur undang-undang tentang protokol kenegaraan.(np)