Pemerintah Kebut Mega Proyek, Seberapa Cepat?

Jembatan Selat Sunda
Sumber :
  • PT Bangungraha Sejahtera Mulia

VIVAnews - Pengusaha dan masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengeluhkan kondisi infrastruktur di tanah air yang dianggap tidak memadai. Tanggapan itu seolah menjadi relevan setelah pemerintah menemukan kenyataan bahwa pembangunan infrastruktur sejak tahun 1998, era reformasi, hingga saat ini ternyata hanya tumbuh 4 persen.

Ironisnya pertumbuhan pembangunan infrastruktur pada era sebelum reformasi justru tumbuh dua kali lipat atau mencapai 8 persen.

Melihat kondisi itu pun, pemerintah lewat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berancang-ancang untuk mempercepat sejumlah proyek infrastruktur yang sudah dirancang.

"Tidak bisa semua pembiayaan menggunakan APBN, tapi butuh investasi swasta," ujar Deputi Saran dan Prasarana Bappenas, Dedy Priatna, di Jakarta, Selasa, 22 November 2011.

Dalam daftar proyek yang disiapkan arsitek pembangunan ekonomi Indonesia itu, sedikitnya terdapat beberapa proyek infrastruktur yang siap untuk dipercepat.

Masyarakat Diimbau Waspada Terhadap Penawaran Paket Umrah dan Haji Harga Murah

Delapan proyek jalur kereta api dan empat pengembangan transportasi perkotaan Jabodetabek adalah salah satu proyek yang bakal dikebut pemerintah.

Proyek lain yang masuk dalam target percepatan adalah enam proyek pelayanan penerbangan dan revitalisasi pelayanan angkutan penyeberangan antara pulau.



Sektor infrastruktur saat ini memang tengah menjadi perhatian besar dari pemerintah. Bahkan lewat program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pemerintah telah menyiapkan 49-65 proyek besar yang disiapkan sejak kuartal III-2011 hingga akhir 2012.

Tak tanggung-tanggung, proyek MP3EI yang sebagian besar merupakan proyek infrastruktur rencananya akan menelan investasi hingga Rp4.000 triliun untuk periode 2011-2014. Untuk merangsang minta investor, pemerintah mengaku telah siap mengalokasikan anggaran hingga triliunan rupiah.

Kalangan pengusaha dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun tak ingin ketinggalan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan kesiapannya berinvestasi sebesar Rp1.350 triliun hingga 2015. Sementara dari perusahaan pelat merah, disiapkan anggaran Rp836 triliun untuk membangun sejumlah proyek infrastruktur.

Dalam sebuah kesempatan,  Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana juga mengaku terus menawarkan 79 proyek infrastruktur pemerintah yang dibungkus dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta atau private public partnership senilai US$53,4 miliar atau Rp456,41 triliun.

Dari catatan Bappenas, proyek infrastruktur lewat PPP itu terbagi atas beberapa kategori yaitu 13 proyek senilai US$27,52 miliar yang siap ditawarkan, 21 proyek prioritas dengan nilai US$10,38 miliar, dan 45 proyek senilai US$15,5 miliar.

Bappenas juga melaporkan sebanyak 16 proyek kerja sama yang sedang dan akan transaksi pada 2011 dengan nilai US$32,33 miliar.

Diantara berbagai proyek infrastruktur besar yang digadang pemerintah, jembatan Selat Sunda dan Jembata Malaka adalah dua megaproyek yang banyak beredar di masyarakat.  Pada proyek jembatan Selat Sunda, pemerintah  mengklaim proyek itu tinggal menunggu peraturan presiden (Perpres) untuk bisa merealisasikannya menjadi kenyataan.

Pemerintah memperkirakan kebutuhan pendanaan untuk proyek Jembatan Selat Sunda bakal menelan biaya US$25 miliar atau sekitar Rp215,37 triliun. Membengkak dari sebelumnya diperkirakan sebesar Rp170 triliun.

Sedangkan untuk Jembatan Selat Malaka, total kebutuhan investasi diperkirakan mencapai Rp114 triliun.



Dedy mengakui, persoalan utama dalam pembangunan infrastruktur di tanah air selama ini memang masih berkutat pada masalah regulasi. Bahkan, regulasi dianggap sebagai bottlenecking dari upaya pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur.

Persoalan lain yang menghadang percepatan pembangunan infrastruktur ini adalah ketergantungan tinggi kepada investor untuk memperlancar target-target pemerintah tersebut. 

"Supaya investor datang, regulasi yang ada harus diselesaikan, misalnya masalah tanah dan insentif-insentif lain," kata dia.

Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atma Jaya menilai masalah infrastruktur di tanah air memang menjadi persoalan besar yang harus segera ditangani oleh pemerintah.

Apalagi sejumlah lembaga ekonomi dunia selalu menampatkan faktor dukungan infrastruktur sebagai salah satu indikator yang menunjukan kemampuan ekonomi sebuah negara. "Infrastruktur itu dianggap sebagai prioritas penting," katanya.

Prasetyantoko menilai pemerintah selama ini sebenarnya telah memiliki sejumlah rencana di bidang infrastruktur. Terbukti dari munculnya program MP3EI yang dibuat oleh pemerintah.

Sayangnya, persoalan kemampuan politik dan kebijakan pengelolaan belanja negara belum mampu mendukung proyek infrastruktur tersebut. Tahun ini, dari belanja modal yang disiapkan pemerintah, ternyata hanya 40 persen saja yang telah dicairkan.

Persoalan kemauan pemerintah tersebut, lanjutnya, lebih menonjol dibandingkan dengan masalah-masalah yang mencuat selama ini seperti regulasi di bidang pembebasan lahan.

"Saya kira banyak hal yang perlu disiasati. Ada banyak hal yang bisa dilakukan sebetulnya," katanya.

Menurut dia, diantara sekian banyak rencana infrastruktur yang disusun pemerintah, sarana pendukung konektivitas antar pulau di Indonesia merupakan prioritas utama yang mesti diwujudkan pemerintah.

"Kalau terhubung dengan negara lain tapi antar pulau tidak terhubung, itu bahaya," kata dia merujuk pada wacana pembangunan jembatan Malaka yang menghubungkan Indonesia dan Malaysia.

Petugas dari Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) Polres Metropolitan Tangerang melakukan perekaman data pemohon SIM di Mal Pelayanan Kantor Pemerintahan Kota Tangerang, Tangerang, Banten

SIM Mati Bisa Diperpanjang, Tidak Perlu Bikin Baru

Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah dokumen penting bagi pengguna kendaraan bermotor. Masa berlaku SIM memiliki batas waktu, dan perlu diperpanjang sebelum habis. Pada hari

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024