Korea Utara Setelah Kim Jong-Il Pergi

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il
Sumber :
  • Reuters

VIVAnews - Di Korea Utara, kematian Kim Jong-Il menjadi tragedi. Tangisan rakyat mungkin akan terdengar berhari-hari sambil menunggu Jong-Il dimakamkan pada 28 Desember 2011.  

Menteri Bahlil: Politik Sudah Selesai, Harus Saling Memaafkan

Bagi masyarakat internasional, terutama para seteru Korea Utara, wafatnya Jong-Il justru meninggalkan pertanyaan besar. Tanpa Jong-Il, bagaimana kelanjutan Korea Utara dan keamanan di Semenanjung Korea?

Negeri itu tengah melarat. Rakyat kesulitan pangan. Tapi Korut punya teknologi senjata nuklir menggetarkan para musuhnya, seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat. Apakah Kim Jong-Un, pewaris tahta rezim itu akan meneruskan kebijakan ayahnya yang anti Barat? Atau akan bersikap moderat?

Ini Salah Satu Wasiat Babe Cabita Terkait Kepergiannya

Kematian Jong-Il membuat Korea Utara bimbang. Perlu dua hari bagi pemerintah mengumumkan resmi kematian Jong-Il, yang disebut sebagai "Pemimpin Tercinta."

Di televisi pemerintah, seorang membacakan kabar duka itu pada Senin 19 Desember 2011. Dia mengabarkan Pemimpin Tercinta wafat pada Sabtu, 17 Desember 2011, di usia 69 tahun. "Beliau meninggal karena terlalu keras bekerja mencurahkan fisik dan mental saat memberi arahan langsung," kata penyiar yang tampil dalam pakaian hitam-hitam itu. Dia membaca sambil berlinang air mata.

Menurut kantor berita KCNA, yang juga media pemerintah Korut, Kim Jong-Il meninggal karena komplikasi serangan jantung di atas kereta Sabtu pekan lalu, 17 Desember 2011. Kondisinya memburuk setelah terkena stroke. Sejak itu, pergerakan tangan dan kaki kirinya terganggu. Penyebab kematian Kim diperoleh pada otopsi kemarin.

"Dia menderita myocardial infraction akut, ditambah dengan serangan jantung serius, di atas kereta 17 Desember lalu --akibat ketegangan mental dan fisik saat menjalani tur lapangan membangun bangsa yang berkembang," kata pembaca berita dengan haru, Senin 19 Desember 2011.

Kim Jong-un, sang penerus

Video Kecelakaan Motor Akibat Pengemudi Mobil Buka Pintu Sembarangan

Pemerintah Korut tampak siap menunjuk pengganti Jong-Il. Dia adalah Kim Jong-Un, putra ketiga mendiang Jong Il. Ketimbang saudara-saudara kandungnya, Jong Un tampak paling cocok menjadi penerus dinasti Kim sebagai penguasa Korut. Diyakini masih berusia 27 tahun, Jong Un adalah jenderal bintang empat termuda di Korut, bahkan di dunia, yang dilantik oleh ayahnya pada 28 September tahun lalu.

Bukan cuma itu saja, Jong-Un juga disertakan menjadi anggota komite pusat dan wakil ketua komisi militer Partai Pekerja -partai politik satu-satunya di Korut. Sebagai Wakil Ketua Komisi Militer, Jong-Un turut bertanggungjawab menyusun kebijakan militer, yang beranggotakan 1,2 juta personil.

Diantara ketiga putra yang dimiliki Jong-Il, Jong-Un tampaknya paling cocok menjadi calon pemimpin baru. Kedua kakaknya dianggap tak punya potensi memimpin 24 juta rakyat Korut.

Putra sulung Jong-Il, yaitu Kim Jong-Nam, sudah terlalu lama berada di luar negeri. Bahkan, Jong-Nam sudah membuat malu ayahnya saat dia ketahuan berupaya kabur ke Jepang dengan paspor palsu pada 1990-an.

Putra kedua Jong Il, Kim Jong-Chol, malah dianggap punya kepribadian menyimpang, karena bersifat lebih mirip perempuan ketimbang lelaki. Kepribadian Jong-Chol itu diungkapkan oleh seorang mantan juru masak Jong Il, dalam otobiografi yang terbit pada 2003 berjudul "Saya Dulu Tukang Masak Kim Jong-Il."
 
Jong-Un diyakini masih berusia belia untuk menjadi jenderal, yaitu 27 tahun. Dia juga tidak punya pengalaman berpolitik, dan tidak pernah terdengar berdinas militer.

Tapi dia kesayangan Jong-Il. Penampilan dan ambisi Jong-Un mirip dengan Jong-Il. Beberapa bulan terakhir, Jong-Un selalu menyertai ayahnya dalam tugas-tugas kenegaraan, seakan menegaskan peran besar yang akan diembannya kelak. Peran itu memang tak lama lagi segera dilakoni Jong-Un.

Tapi sebagai pemimpin belia, Jong-Un dihadapkan tugas yang maha besar.

Menurut profesor dari Darmouth College, Jennifer Lind, Jong-Un mewarisi negara yang tengah susah. Krisis pangan masih menghantui banyak rakyat Korut dalam 20 tahun terakhir, dan mereka kini juga bermasalah dengan krisis energi.

Semasa diperintah kakeknya, Kim Il-Sung, Korut dipandang sebagai negara mandiri dan mengalami pertumbuhan ekonomi stabil. Tapi sistem ekonomi ala rezim komunis yang sentralistik menyimpan problem tersendiri. Korut bahkan tak terintegrasi dalam pasar global sehingga ekonomi negeri itu jadi tekucilkan dan merosot.

Masalah itu mulai terasa setahun setelah Kim Il-Sung wafat. Sebagai pemimpin baru Korut saat itu, Kim Jong-Il harus menghadapi fakta negerinya dilanda bencana kelaparan. "Kelaparan selama 1995-1997 membunuh lebih dari satu juta warga Korut dan menciptakan generasi kekurangan gizi," ujar Lind dalam analisisnya di jurnal Foreign Affairs, 25 Oktober 2010.

Studi dari Dewan Intelijen Nasional AS pada 2008 mengenai kesehatan global mengungkapkan setengah dari seluruh anak-anak di Korut lumpuh dan berbobot badan di bawah standar, sedangkan dua per tiga dari total warga dewasa mengalami kekurangan gizi.

Bahaya nuklir

Masalah besar lain yang harus dihadapi Jong-Un saat resmi menjadi pemimpin baru Korut adalah menghadapi negara yang selama ini dianggap musuh atau seteru sengit semasa rezim kakek dan ayahnya. Ini sangat terkait dengan kapabilitas Korut sebagai negara pemilik senjata nuklir.

"Di sebelah timur ada Jepang, kekuatan militer dan ekonominya menjajah Korea di awal abad ke-20. Di bawah ada Korea Selatan, yang pertumbuhan ekonominya 20 kali lebih besar, dan jumlah rakyatnya dua kali lebih banyak.

Kemampuan dan peralatan militer Korsel jauh lebih maju ketimbang Korut. Di utara, ada China kekuatan baru dunia. Walaupun selalu menganggap Korut sebagai sekutu, China kadang juga jengkel melihat ulah Pyongyang," demikian analisis Lind saat mengidentifikasi ancaman bagi Korut.

Mereka ini, termasuk Amerika Serikat dan kecuali China, selalu gusar melihat manuver Korut dalam memanaskan situasi di Semenanjung Korea. Rezim di Pyongyang berkali-kali mengadakan ujicoba rudal yang mampu membawa hulu ledak nuklir. Rudal-rudal itu mampu menjelajah melewati Jepang hingga pesisir barat AS.

AS, Jepang, dan Korsel berkali-kali dibuat kesal oleh Korut yang mempermainkan mereka dalam menyelesaikan ketegangan di Semenanjung Korea melalui meja perundingan. Dalam empat tahun terakhir, Korut selalu memboikot Dialog Enam Pihak, yang juga melibatkan Rusia dan China, untuk mengatasi ketegangan dan krisis nuklir di kawasan.

Korsel pun tak lupa dengan serangan rudal Korut atas wilayah mereka pada 2010 lalu. Itu merupakan serangan terbesar dari Korut sejak Perang Korea 1950-1953, yang secara resmi masih belum berakhir walau sementara ini didamaikan melalui gencatan senjata lewat perantaraan PBB. 

Itulah sebabnya, begitu mendengar kepastian wafatnya Jong-Il, Jepang langsung membuka komunikasi dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan. Ketiga negara ini berkoordinasi memantau perkembangan program nuklir Korut yang berkembang di bawah kepemimpinan Jong-il. Bagi mereka, teknologi senjata nuklir yang dimiliki Korut sangat merisaukan.

Seperti diberitakan laman Nikkei, Senin 19 Desember 2011, Perdana Menteri Yoshihiko Noda bertemu badan pertahanan Jepang sesaat setelah pengumuman kematian Jong-Il. Dia memerintahkan badan intelijen Jepang mengumpulkan semua informasi mengenai keadaan terbaru di Korut.

Informasi ini selanjutnya akan dibagikan kepada AS, Korsel, China dan negara-negara lainnya. Jika ada yang membahayakan dari informasi itu, maka negara-negara di kawasan dapat segera mengambil langkah berikutnya. Tetangga Korut, Korsel, langsung menerapkan siaga keamanan.

Jong-Un sendiri belum berkomentar mengenai sikap dia atas perkembangan internasional, termasuk mengenai manuver negara seteru Korut. Dalam setahun terakhir, Jong-Un masih terus membangun citra sebagai calon pengganti ayahnya kelak. Kini, Jong-Un mau tidak mau harus bersiap menjadi pemimpin baru Korut dengan segala masalah yang diwariskan ayahnya itu.(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya