Dari 54 Buron, Mengapa Sedikit yang Ditangkap

Para daftar buronan kasus BLBI.
Sumber :
  • kejaksaan.go.id

VIVAnews - Kabur ke negeri seberang. Begitulah solusi yang ditempuh sejumlah tersangka koruptor di negeri ini. Data dari Bagian Kejahatan Internasional Mabes Polri menunjukkan bahwa hingga kini setidaknya 54 warga Indonesia memilih cara kabur ini menghindari hukum.

Gol Menit 103, Qatar Lolos Perempat Final Piala Asia U-23 Usai Kalahkan Yordania

Di negeri orang itu, mereka memang sulit dijangkau. Bahkan membawa pulang ke sini saja, susahnya minta ampun. Dari 54 buronan itu, cuma 20 persen saja yang bisa dipulangkan ke tanah air. Selebihnya masih bersuka ria di luar sana.

Kepala Bagian Kejahatan Internasional, Kombes Pol Hasan Malik, mengungkapkan bahwa yang termasuk sukses dipulangkan itu adalah Nunun Nurbaetie yang dibekuk di Thailand dan Mohammad Nazaruddin yang dibekuk di Kolombia. Keduanya ditangkap Interpol lalu diserahkan ke penegak hukum Indonesia.

Konfrontasi Memanas, Iran Pertimbangkan Penggunaan Nuklir Lawan Israel

Mengapa begitu susah memulangkan para koruptor itu? Banyak lah sebabnya. Hasan Malik menyebut beberapa alasan. Pertama, para koruptor ini kerap kali keluar masuk suatu negara lewat jalan tikus. Dengan cara ini mereka bisa mengakali dokumen imigrasi. "Tidak diperiksa paspornya," kata Malik di Mabes Polri. Lantaran tak ada pemeriksaan paspor itu, sejumlah negara yang menjadi tempat persembunyian para buronan ini kesusahan melacak.  Jawaban umum yang disampaikan adalah buronan itu belum masuk ke nagara mereka.

Soal kedua yang menyusahkan aparat adalah masalah wewenang dan tidak adanya perjanjian ektradisi antara negara-negara tempat buronan bersembunyi dengan Indonesia. Tidak semua negara tujuan para buron itu memiliki kerja sama ekstradisi dengan Indonesia. Jika sudah begitu kian susah memulangkan mereka. Sebab aparat kita tidak mungkin mencokok di negeri orang.

Malik melanjutkan bahwa kesulitan yang ketiga adalah persoalan prioritas. Tidak semua buron yang sudah terdaftar bahkan terdeteksi akan ditangkap dengan cepat. Dalam hal ini, dia mengakui tekanan publik mempengaruhi arah kebijakan Polri terkait penanganan buronan.

"Persoalan timing, publik lagi menginginkan menuntaskan sebuah kasus. Itu yang kita tuntaskan. Tekanan publik menginginkan kasus itu tuntas. Memang semuanya bertahap, tapi bukan berarti buronan yang lain tidak," ucapnya.

Asosiasi Sepak Bola Palestina Serukan Sanksi Terhadap Tim Israel pada Pertemuan FIFA

Dengan berbagai hambatan itu, sejumlah buronan ini terus berkelana di negara orang. Kasus-kasus yang melilit para buronan ini bermacam-macam. Polri bekerja sama dengan Interpol kini fokus pada sejumlah perkara, seperti narkoba, korupsi, terorisme, perdagangan manusia, dan kejahatan finansial.

Pekan kedua Agustus 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menginstrusikan jajaran untuk menangkap semua buronan di luar negeri. Tapi bisa kita lakukan hingga kini adalah memulangkan 20 persen dari total 54 buronan itu. (Baca selengkapnya instruksi SBY di sini)

Mereka yang Masuk Daftar Merah
Nama Nunun Nurbaetie dan Muhammad Nazaruddin sempat masuk dalam daftar red notice Interpol. Red Notice artinya untuk mencari dan menangkap tersangka atau terpidana untuk diekstradisi.

Nunun Nurbaetie merupakan tersangka penyebar cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia pada 2004. Dia masuk daftar buron sejak Juni 2011. Nunun baru tertangkap awal Desember lalu di Bangkok, Thailand.

Sementara Nazaruddin merupakan tersangka penerima suap SEA Games Palembang. Nazaruddin tertangkap di Kolombia. Muncul pertanyaan mengenai istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, yang juga ikut 'melancong' ke luar negeri. Namun, Polri menolak mengomentari soal pengejaran Neneng.

Neneng juga sudah masuh daftar merah. Meski ada pihak yang mendeteksi keberadaan Neneng saat ini ada di Malaysia, namun Kepolisian Republik Indonesia lebih memilih menunggu kepastian kabar dari Interpol.

"Saya belum bisa sampaikan hal itu, belum bisa benarkan keberadaan Neneng di Malaysia, karena bisa membuat target menjauh. Soal itu tanyakan saja langsung ke pihak imigrasi," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar di Mabes Polri. Neneng ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Boy menegaskan, Polri dalam penanganan kasus ini sifatnya hanya membantu, bukan yang menangani kasus itu secara langsung. Sedangkan wewenangnya tetap ada pada KPK. "Kami sampai saat ini tetap melakukan komunikasi, mengabarkan, dengan interpol, apabila ada indikasi keberadaan Neneng," ujarnya.

Prosedur penangkapan Neneng, menurut Boy, akan dilakukan sama seperti saat interpol membekuk Nazaruddin. Polri akan terus memberikan informasi kepada KPK atas keberadaan Neneng saat ini.

"Langkah proaktif pertama, kami melakukan monitoring hasil penyelidikan Interpol, yakni interpol seluruh negara yang tergabung di ICPO. Kalau ada info yang diberikan, maka akan dilakukan langkah-langkah negosiasi, dengan tim terpadu," kata dia.

Hingga kini Polri belum menerima laporan apapun dari pihak interpol terkait keberadaan Neneng. "Secara pasti Polri belum tahu keberadaan Neneng, kita menunggu perkembangan lebih lanjut," tandasnya.

Nazaruddin sendiri sempat menyangkal keterlibatan istrinya dalam sejumlah proyek. Menurut Nazar, Neneng adalah ibu rumah tangga biasa. Namun hal itu disangkal anak buah Nazar di Grup Permai, Mindo Rosalina Manulang, yang berstatus terdakwa kasus suap Wisma Atlet.

Selain mereka, ada beberapa taipan yang melarikan uang negara dan menjadi buron penegak hukum. Berikut diantaranya yang masuk daftar merah tersebut:

Tjoko Tjandra Soegiarto. Taipan satu ini dicari KPK karena terlibat penggelapan uang Bank Bali sebesar Rp904.642.428.369. Dia masuk daftar buron sejak 10 Juli 2009. Hebatnya, meski menjadi buron, koruptor yang satu ini sempat diberitakan mendirikan hotel di Bali.

Soal hotelnya itu sempat ramai awal Oktober lalu. Mabes Polri dan Polda Bali membentuk tim untuk menyelidiki pembangunan Hotel Mulia Resort  milik si buronan ini. "Tim sudah berangkat kemarin, ada sepuluh orang dari Mabes Polri," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 7 Oktober 2011. (hotel si buronan itu selengkapnya baca di sini)

Anggoro Widjojo. Kakak kandung Anggodo Widjojo ini jadi tersangka penyuapan anggota DPR dan petinggi Departemen Kehutanan dalam proyek Revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Anggoro dicari KPK sejak 2009.

Akibat kasus ini, Anggodo pun terseret ke balik bui karena terbukti mencoba menghalangi penyidikan KPK atas Anggoro Widjojo terkait SKRT.

Dewi Tantular
. Dia masuk daftar merah Interpol karena diduga terlibat dalam penggelapan dana nasabah Bank Century. Adik mantan bos Bank Century Robert Tantular ini diduga mengintruksikan pemindahan uang Rp18 miliar dari rekening nasabah Bank Century tanpa persetujuan pemilik rekening.

Data dari Bagian Internasional Mabes Polri menyebutkan bahwa Dewi masih diburu. Dia dicari Bareskrim Mabes Polri sejak 10 Juni 2009. (Siapa Dewi Tantular Baca di sini)

Anton Tantular.
Dia cari Bareskrim Mabes Polri sejak 9 Juni 2009 karena diduga mengambil uang nasabah sebesar Rp1,4 triliun melalui reksadana Bank Century.

Adelin Lis.
Direktur PT Keang Nam Development Indonesia (KNDI) ini dicari Polda Sumatera Utara sejak 19 November 2007 karena kasus pembalakan liar dan pencucian uang. Dia sempat ditangkap dan dibawa ke tanah air. Saat ditangkap itu, Adelin sempat mengerahkan para pendekar kungfu guna melindunginya. (Baca: Adelin Kerahkan Pendekar Kungfu)

Adrian Kiky Ariawan. Meski sudah diketahui keberadaannya di Australia, tapi Kejaksaan Agung belum mampu memulangkan Kiky ke Indonesia. Dia cari sejak 2005 karena kasus penipuan terhadap Bank Indonesia atau yang lebih tenar dengan istilah Bantuan Likuiditas BI (BLBI). Kiky tak mampu mengembalikan pinjaman Rp1.030.625.000.000. Hingga kini, dia masih ditahan pihak berwenang di Australia.

Salim Irawan.
Dia diduga menipu nasabah dengan menjual obligasi kepada nasabah sampai Rp500 miliar. Bersama buron lain, Imam Santoso Rico Hendrawan, dia dicari Bareskrim Mabes Polri sejak 23 Desember 2004.

Tan Eddy Tansil. Buron satu ini masuk daftar paling lama yang 'hilang' dari Indonesia. Dia dicari sejak 30 Mei 1996. Pengusaha satu ini berhasil kabur dari penjara Cipinang setelah divonis 20 tahun penjara. Dia terbukti menggelapkan uang sebesar US$565 juta. Uang ini didapat melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya