Kasus El Tari, Sengketa Tanah Merebak Lagi

Tragedi Mesuji di Lampung
Sumber :
  • kabar pagi-tvOne

VIVAnews-- Setelah kasus Mesuji di Lampung dan Sumatera Selatan, dan Bima Nusa Tenggara Barat, konflik serupa terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ratusan warga dari enam suku itu berbondong menuju Bandara El Tari Kupang, Selasa 17 Januari 2011.

Sebenarnya Shin Tae-yong Ingin Timnas Indonesia U-23 Lawan Jepang, Bukan Korea Selatan

Mereka mencoba menduduki bandara itu. Ratusan orang itu berusaha masuk ke areal bandara, namun dihadang aparat kepolisian, dan petugas keamanan PT Angkasa Pura. Warga tetap ngotot meminta tanah bandara itu karena menganggap telah diserobot sepihak oleh TNI AU.

Warga menuding TNI AU mencaplok lahan seluas 540 hektare milik mereka untuk pembangunan Bandara El Tari Kupang. Lahan itu mereka klaim sebagai tanah ulayat. Akibat aksi pendudukan ini, puluhan penumpang di bandara sempat tertahan di depan pintu masuk pada pagi hari.

Ternyata Vidi Aldiano Suka Berburu Free Ongkir dan Selalu Menang War Produk

Para penumpang baru diizinkan masuk ke bandara setelah petugas memastikan tak adanya gangguan keamanan terkait aksi itu.

Salah satu kepala suku yang turut dalam aksi itu, Samuel Saba'at mengatakan lahan mereka dicaplok TNI AU dengan dasar sertifikat tanah dikeluarkan Badan Pertanahan Kota Kupang tahun 1992. Parahnya, Samuel mengklaim, surat itu dikeluarkan tanpa sepengetahuan enam kepala suku. "Tanah kami dicaplok oleh TNI sehingga kami berupaya merebut kembali," ujar dia.

Menurut Samuel, warga dari keenam suku ini akan terus melakukan aksi unjuk rasa. Apabila tuntutan tidak dipenuhi, maka warga pemegang hak ulayat akan menerobos secara paksa ke bandara, dan melakukan penutupan paksa. "Kalau pemerintah tidak merespons tuntutan kami, maka kami akan melakukan aksi lebih besar," katanya.

Aksi kali ini merupakan kedua kalinya dalam sebulan terakhir. Pekan lalu, ratusan warga melakukan aksi sama sambil melakukan ritual adat untuk menuntut TNI AU segera mengembalikan tanah mereka. Dalam aksi pekan lalu itu, warga menyembelih seekor anak babi, dan darahnya diteteskan di sekitar bandara. Upacara adat ini bertujuan mengundang leluhur dari enam suku membantu perjuangan mereka.

TNI AU membantah

Komandan Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Kupang, Letnan Kolonel Navigasi Joko Winarko, yang dihubungi di Kupang membantah tudingan warga. "Kami tidak mencaplok. Silahkan menempuh jalur hukum. Kami memiliki bukti kepemilikan yang sah," ujarnya.

Bantahan serupa juga datang dari Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama Asman Yunus. Menurut dia, pembangunan Lanud El Tari menggunakan dokumen-dokumen yang sah. "Pembangunan Lanud El Tari itu jelas, sertifikatnya ada," kata Asman Yunus saat berbincang dengan VIVAnews.com.

Asman menambahkan, tak mungkin TNI AU memalsukan surat-surat tanah membangun Bandara EL Tari. Dia juga membantah tudingan warga yang menyatakan tanah itu dibebaskan dengan menggunakan surat Badan Pertanahan Kota Kupang tahun 1992 tanpa sepengetahuan enam kepala suku.

"TNI AU itu membangun bandara jauh sebelum tahun itu. Kita sudah menggunakan lanud itu sejak operasi di Timor Timur, waktu itu kita pangkalannya di El Tari," ujar Asman.

Menurut Asman, konsep pengelolaan Bandara El Tari kini sama dengan Bandara Juanda di Surabaya. Bandara itu telah digabungkan dengan penerbangan umum. Sehingga, lanjut dia, perlu diperjelas apakah tanah yang dipersoalkan oleh warga itu yang dipakai oleh TNI AU atau yang dipakai oleh PT Angkasa Pura.

"Itu yang harus diluruskan. Terminalnya memang berseberangan. Kalau yang dikomplain milik TNI AU, itu sudah ada surat resminya," kata Asman.

Asman menambahkan, aksi serupa pernah terjadi di Makassar. Warga mengklaim lanud di Makassar menggunakan tanah mereka. Bahkan, tambah Asman, warga menunjukkan surat-surat tanah menguatkan klaimnya. "Namun setelah dicek suratnya palsu. Supaya surat itu kelihatan sudah dibuat lama, kertasnya diberi air teh biar terlihat coklat," katanya.

Konflik merebak lagi

Kejadian di Kupang itu menambah deretan konflik pertanahan di Indonesia. Dikhawatirkan konflik serupa terjadi di daerah lain. Hal itu terjadi akibat lalainya pemerintah atas hak-hak ulayat penduduk adat setempat. Kekhawatiran ini juga pernah dilontarkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie (baca selengkapnya di tautan ini).

Penjelasan BI soal Layanan Alipay Mau Masuk Indonesia

Pada 12 Januari 2012, satu demonstrasi besar-besaran digelar terkait berbagai konflik agraria ini. Ribuan orang datang dengan bendera Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia. Berasal dariĀ  organisasi petani, buruh, masyarakat adat, perempuan, pemuda, mahasiswa, perangkat pemerintah desa, dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat.

Mereka turun ke jalan mempersoalkan kebijakan pemerintah dalam soal kepemilikan tanah. Selain berunjukrasa depan Istana Negara massa juga mendatangi Gedung DPR. Selengkapnya, baca di tautan ini.

Dugaan masih banyaknya konflik pertanahan yang belum terungkap kian menguat, terutama di tengah masyarakat adat. Data mencengangkan itu diperoleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bertugas melakukan verifikasi data tragedi Mesuji --Lampung dan Sumsel.

"Kapolda Sumsel mengidentifikasi ada sekitar 46 kasus serupa yang bila tidak ditangani dengan baik maka berpotensi serupa dengan kasus Mesuji," kata anggota TGPF, Mas Achmad Santosa (Ota) usai melaporkan hasil verifikasi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin, 16 Januari 2012.

Untuk kasus Mesuji sendiri, kata Ota, masih ada lima kasus yang serupa dengan kasus yang melibatkan PT Sumber Wangi Alam. Menurut dia, Kapolres Kayu Agung telah mengirimkan surat atau laporan kepada Bupati Ogan Komering Ilir terkait lima kasus itu. "Lima kasus itu bila tidak ditangani dengan baik akan berpotensi serupa," kata dia.

Di Kalimantan, perebutan tanah antara masyarakat adat dengan perkebunan juga telah terjadi. Sengketa ini melibatkan warga Suku Dayak di Kabupaten Seruya, Kalimantan Tengah dengan perusahaan perkebunan. Konflik ini telah memakan dua korban jiwa. Sama dengan tragedi Mesuji, kasus sengketa ini juga telah diadukan ke Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin 16 Januari 2012.

Saat mengadu ke DPR, salah satu warga Seruya, Ananta, mengatakan perebutan tanah itu dimulai sejak 2003. Ada 58 perusahaan yang menyerobot tanah seluas 700.000 hektar milik warga. Selain Seruya, ada beberapa daerah lagi yang direbut tanahnya, seperti Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah. Perusahaan itu, menyerobot tanah mereka untuk menanam sawit.

"Mereka menyerobot lahan adat, ada kuburan digusur juga," kata Ananta. Menurut Ananta, berbagai upaya sudah dilakukan warga untuk menyelamatkan tanah mereka. Seperti melakukan demonstrasi di kantor bupati. "Terakhir demo 2011 kemarin, jumlah massanya 3.000 orang, tapi tidak ada tanggapan," kata dia.

Ananta menambahkan, sudah ada 12 warga yang ditahan di Polres Seruya. Selain itu, ada dua warga meninggal, dan dua orang hilang. "Ada juga anggota DPRD yang saat ini diburu polisi, dengan alasan provokator," kata dia.(np)

Parto Patrio

Dilarikan ke Rumah Sakit, Parto Patrio Jalani Operasi

Ternyata setelah dibawa ke rumah sakit, Parto Patrio pada hari ini, Rabu 24 April 2024, menjalani operasi.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024