Bola Beton PT KAI dan Potensi Pelanggaran HAM

PT KAI pasang Bola Beton
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - PT Kereta Api Indonesia (KAI) mulai memasang bandul bola-bola beton seberat 30 kilogram untuk menghalau penumpang nakal yang naik di atap kereta. Penghalau yang berjarak 25 sentimeter dari atap kereta, dipasang pada jalur kereta dari arah Purwakarta dan Cikampek.

Gawang bola-bola beton yang digantung dengan rantai tebal itu sudah dipasang pada tiga titik. Di atas perlintasan kereta di Jalan Raya H. Agus Salim, Bekasi Timur, perlintasan kereta di daerah Tambun, dan Cikarang. Jaraknya hanya 500 hingga 1.000 meter dari stasiun.

Pemasangan bandul sepanjang enam meter ini dilakukan untuk mendukung Pasal 207 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang melarang setiap orang atau penumpang berada di kabin masinis, sambungan, atap, dan tempat-tempat yang bukan peruntukannya. Ancamannya 3 bulan kurungan dan atau denda Rp15 juta.

PT Kereta Api berharap dengan pemasangan bola beton ini dapat menyadarkan penumpang bandel yang tetap naik di atap kereta. Tujuannya mulia, agar penumpang tidak celaka karena terjatuh dari kereta api yang sedang melaju kencang. Lihat foto bola-bola beton di tautan ini.

"Bila menghantam bola-bola itu, (kepala) pasti benjol. Dengan begitu ada dampak psikologi. Kami berharap penumpang bisa turun dari atap," kata Kepala Humas PT Kereta Api Daerah Operasi I, Mateta Rizalulhaq, kepada VIVAnews.com.

Namun keberhasilan kebijakan ini masih perlu dipertanyakan. Karena publik belum lupa beragam cara yang sebelumnya telah diterapkan PT Kereta Api untuk menghalau penumpang di atap kereta yang selalu gagal total.

Secara serius, razia penumpang di atap kereta mulai dilakukan PT KAI sejak akhir tahun 2009, dengan melakukan penangkapan. Sidang tindak pidana ringan dilakukan di stasiun, dengan hukuman denda Rp50.500 atau lima kali harga karcis, dari denda yang selalu digembor-gembor sebesar Rp15 juta.

Model penertiban kemudian diubah. Penyemprotan penumpang dengan cairan cabai dilakukan, dan dikonsentrasikan di kawasan Stasiun Cawang, Jakarta. Tidak berhasil, penyemprotan kemudian dilakukan dengan menggunakan cairan pewarna. Kurungan penjara tiga bulan juga disosialisasikan agar penumpang takut.

Tapi tetap saja. Penumpang tetap memenuhi atap kereta saat jam sibuk, pagi dan sore hari. Razia dengan menyemprot cairan pewarna dilakukan secara menyebar di setiap stasiun, mulai dari Bogor hingga Jakarta Kota, Bekasi, Klender, Tanah Abang, dan Serpong.

Penumpang yang kena razia akan dimasukan ke dalam database. Sehingga, bila ada penumpang yang tertangkap dua kali akan dikenakan sanksi lebih berat atau pembinaan. Tapi cara ini tetap tidak membuat penumpang jera apalagi takut.

PT KAI kemudian mulai bertindak serius, dengan memasang rambu-rambu untuk menghalau para penumpang yang naik di atap. Penindakan diklaim akan dijalankan secara efektif, mengingat tiap tahunnya ada 30-45 orang yang tewas karena tersengat aliran listrik sebesar 1500 volt.

Guna memperketat larangan ini, pihak kepolisian akan melakukan penjagaan pada setiap stasiun dan menindak para pelanggar, sambil tetap mengaktifkan alat penyemprot.

Tapi cara ini memicu perlawanan, kelompok penumpang kereta menyerang petugas di Stasiun Manggarai dan Pasar Minggu. Selain itu, mereka juga merusak fasilitas umum. Razia penumpang di atap kereta ricuh.

Berbagai cara sudah dilakukan dan tidak pernah ada yang berhasil. Penumpang tetap beranggapan diri mereka telah menang dari berbagai halangan yang diterapkan pengelola kereta api.

Kendati mendapat perlawanan sengit, PT Kereta ApiĀ  tetap melanjutkan penertiban penumpang di atap gerbong kereta. Sebagai antisipasi menghadapi penumpang yang brutal, penertiban kali ini akan diperkuat petugas tambahan. Pasukan bahkan dilengkapi anjing pelacak dan ditempatkan di beberapa stasiun yang dinilai rawan penumpang nakal.

Cara yang lebih aneh dilakukan dengan menggunakan pendekatan religius. Kelompok marawis dan ustad disewa guna melakukan sosialisasi akan bahaya naik di atap kereta. Selain menyanyikan lagu religi, dah Shalawat Nabi, kelompok marawis juga memanjatkan doa agar KRL bebas penumpang di atap.

Sejumlah cara tadi tetap tidak membuat penumpang di atas kereta berkurang. Kini cara yang lebih ekstrim dilakukan dengan memasang bola beton yang dapat membuat penumpang berpikir 10 kali untuk naik di atap. Taktik yang mengintimidasi, bahkan mematikan ini memang mampu menyapu penumpang di atap kereta.

Tapi aturan baru yang dianggap mengancam keselamatan penumpang ini ditentang banyak pihak. Potensi pelanggaran HAM sangat kental, dan PT Kereta Api diminta untuk mempertimbangkan kembali.

Menurut Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh, banyak pertimbangan kenapa penumpang harus naik di atap kereta api. Keterbatasan daya angkut dan faktor ekonomi penumpang harusnya diutamakan dalam menentukan kebijakan.

"Bila kebijakan mengancam orang, saya kira perlu dipertimbangkan. Orang naik ke atas kereta karena banyak latar belakang, seperti kondisi kereta dan kemampuan ekonomi. Aspek ini dapat dilihat untuk menyelesaikan masalah yang ada," kata Ridha Saleh kepada VIVAnews.com, Rabu, 18 Januari 2012.

Pemberian efek jera dengan cara ini juga tidak tepat sasaran. Kebijakan pemasangan bola-bola beton yang dapat mengancam hak hidup orang lain adalah cermin nyata bahwa pemerintah tidak dapat menyelesaikan masalah yang mendasar dalam persoalan ini.

"Kalau sampai ada korban jiwa, warga tentunya bisa melakukan upaya hukum," katanya lagi.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan mengatakan, bahwa kebijakan ini telah melanggar HAM. PT KA dianggap tidak mengerti masalah kemanusiaan, dan ini menunjukkan bahwa mereka sedang kalap. Penyelenggara pelayanan publik harusnya dapat memberikan pelayanan yang aman, nyaman, dan manusiawi.

"PT KAI harus belajar dari Pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa masalah. Kenapa ada penumpang di atap, karena daya angkut tidak beres," katanya.

Meningkatkan daya angkut, melakukan sterilisasi stasiun, dan konsisten untuk melakukan pengawasan harusnya dilakukan. Bila masih ada penumpang yang membandel, terapkan sistem denda dengan besaran yang logis.

"Tapi jangan bola beton, ituĀ  dengan sengaja dapat mencelakai orang lain. Bila tetap ada bisa dipidana, karena setiap warga punya hak untuk hidup layak," katanya lagi.

Ditambahkan Tigor, kondisi ini merupakan kegagalan menajemen PT Kereta Api. Mereka memberi peluang kepada masyarakat untuk melakukan gugatan. Pemasangan ini bisa saja dilaporkan polisi, menteri, atau anggota dewan. Jangan sampai masyarakat bersikap anarkis seperti sebelumnya.

"Jangan sampai ada yang anarkis, kerena kebijakan ini memancing orang untuk bertindak brutal. Pak Dahlan Iskan harus mengevaluasi PT Kereta Api," katanya.

Sementara itu, Juru Bicara KRLmania, Agam Fatchurroman, menilai kebijakan yang dikeluarkan PT KAI tanpa ada sosialisasi ini harus disikapi dengan serius, meski cara ini dianggap paling manjur tapi dapat mencelakai penumpang.

Kebijakan itu tidak hanya memicu polemik di dalam negeri, tapi sudah menjadi sorotan media asing ternama. Seperti BBC, MSNBC, Daily Mail, Telegraph, Washington Post, CBS News, Fox News, juga Time LIVE. Bola penghalau penumpang kini sudah mendunia.

Rocky Gerung Prediksi Megawati Berani Pilih jadi Oposisi: PDIP Selama Ini Terlalu Pragmatis

(eh)

Presiden Iran, Ebrahim Raisi

Syarat Iran Tak Jadi Serang Israel, Kisah Penyamaran Intel Kopassus hingga Sopir Bus Positif Narkoba

Berikut lima berita terpopuler VIVA.co.id kanal news sepanjang Sabtu, 13 April 2024. Terpopuler soal syarat Iran agar tak jadi menyerang Israel.

img_title
VIVA.co.id
14 April 2024