Setelah Miranda Goeltom, Usut Sponsornya

Miranda Swaray Goeltom
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVAnews - Kasus pemberian cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia kembali memasuki babak baru. Kasus ini lambat laun mulai menyentuh pihak pemberi cek pelawat.

Setelah menetapkan Nunun Nurbaetie Daradjatun, KPK kini menetapkan tersangka baru. Ya, dia Miranda Swaray Goeltom, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004-2009.

Ketua KPK, Abraham Samad, mengumumkan langsung penetapan Miranda Goeltom sebagai tersangka. Sebelum menjadi tersangka, Miranda sudah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 12 Desember 2011.

"Berdasarkan hasil ekspose dan pengembangan terhadap kasus cek pelawat, maka kasus ini kita tingkatkan ke penyidikan terhadap seorang tersangka inisial MSG. Kami tingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," tutur Abraham di Kantor KPK, Jakarta, Kamis 26 Januari 2012.

Tuduhan yang diterima Miranda adalah, turut membantu atau turut serta dengan tersangka Nunun Nurbaetie Daradjatun memberikan cek pelawat kepada anggota DPR periode 1999-2004.

Miranda pun diganjar dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) kesatu dan ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP.

Abraham pun berjanji KPK akan melakukan pengembangan dalam kasus ini. Mengenai penahanan, menurut Abraham, tentu akan dilakukan. "Masalah penahanan jadi masalah perkembangan terhadap jalannya penyidikan ke depan. Kalau kepentingan penyidikan mengharuskan yang bersangkutan ditahan, maka dilakukan penahanan," ujarnya.

Meski demikian, menurut Abraham, ada tradisi di KPK bahwa tersangka sudah pasti akan ditahan. "Ada tradisi di KPK kalau mau dilimpahkan ke tahap penuntutan harus dilakukan penahanan untuk mempermudah penyidikan," ujarnya.

Menanggapi status barunya, Miranda mengaku terkejut. Dia tak menyangka telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. "Sebagai manusia saya terkejut," ujar Miranda saat ditemui di kediamannya, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 26 Januari 2012.

Miranda merasa selama ini dirinya telah koperatif dengan KPK. "Saya percaya bahwa KPK tetap akan melaksanakan sesuai dengan amanat undang-undang," ujar Miranda yang mengaku baru datang dari Yogyakarta itu.

Namun, Miranda mengaku, sebagai manusia rasa terkejut yang dialaminya itu sebagai hal yang wajar. "Tetapi dari sisi lain saya juga merasa lega. Supaya semua selesai, menjadi terang dan cepat selesai," katanya.

"Karena sejak berita mengenai kasus ini tahun 2008 sampai sekarang, opini publik sudah demikian rupa. Jadi saya merasa memang saya berkepentingan supaya semua terang benderang dan jelas," terang Miranda.

Miranda juga mengaku tidak akan meminta perlindungan ke BI, tempatnya bekerja dulu. Yang jelas, ia akan mengikuti proses hukum di KPK. "Harus dong, mana mungkin kita sebagai warga negara yang baik lalu bilang saya nggak mau," kata Miranda.

Dia menambahkan, adalah tugasnya untuk menerangkan sejelas-jelasnya, sebenar-benarnya, dan sesungguh-sungguhnya terkait kasus yang menjeratnya. "Dan saya merasa itu adalah jalan terbaik karena yang paling berkepentingan untuk segera selesai ini adalah saya, bukan yang lain," kata dia.

Miranda menambahkan, hingga saat ini belum menerima surat penetapan sebagai tersangka dari KPK. Dalam menjalani proses hukumnya, Miranda didampingi satu pengacara. "Teman saya, Dodi S Abdulkadir."

Bagaimana jika ia ditahan karena statusnya sudah tersangka? "Saya nggak terpikir sampai ke situ. Saya merasa selama ini saya sangat kooperatif. Sejak tahun 2008, setiap dipanggil menjadi saksi, saya tidak pernah tidak hadir," kata Miranda.

"Dengan ketaatan seperti itu sungguh saya berharap tidak ada keperluan untuk menahan saya. Doakan semua cepat selesai."

Lalu bagaimana tanggapan BI atas kasus yang kembali menjerat mantan pejabatnya itu. Gubernur BI, Darmin Nasution, masih enggan berkomentar. "Saya tidak usah komentar dulu lah," kata Darmin di Gedung DPR RI.

Begitu pula ketika ditanya wartawan apakah BI akan memberikan bantuan hukum, Darmin masih enggan berkomentar. Mantan Dirjen Pajak itu langsung masuk ke ruang istirahat Komisi XI DPR RI.

Padahal, sebelumnya, Darmin mengatakan kasus suap cek pelawat ini telah menjadi sejarah. Yang terpenting adalah bagaimana mengantisipasi agar kasus itu tidak terulang lagi. "Memang kami tidak tahu kasus ini siapa yang mengambil inisiatif, bahwa terjadi di Bank Indonesia, itu menyedihkan," ujar Darmin dalam Pertemuan Tahunan Perbankan dengan media di Bank Indonesia, Selasa 13 Desember 2011.

Kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI itu memberikan pelajaran agar kasus serupa pada anggota Dewan Gubernur tak kembali terjadi. Darmin Nasution mengatakan, di bawah kepemimpinannya, para calon anggota Deputi Gubernur yang akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) diminta membuat surat pernyataan siap mengundurkan diri, jika kemudian ditemukan kasus penyimpangan dalam proses fit and proper test.

"Jadi, calon Deputi Gubernur BI yang akan di-fit and proper test oleh DPR membuat pernyataan, tidak akan melakukan ini, itu, termasuk suap," ujar dia.

Sementara itu, Juru Bicara BI, Difi A Johansyah, mengatakan BI menyerahkan kasus ini kepada proses hukum. BI juga tidak memberikan bantuan hukum karena kasus yang melibatkan Miranda itu bukanlah kebijakan BI.

"Lagipula, pada saat terjadinya kasus itu (2004) yang bersangkutan (Miranda) bukanlah orang BI," ujar Difi saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta. Difi enggan berkomentar panjang dan menyerahkan kasus itu kepada hukum. "Silakan hukum yang menangani," ujarnya.


Usut sponsor cek pelawat

KPK berjanji kasus cek pelawat ini tidak akan berhenti pada Miranda dan Nunun saja. KPK berjanji akan mengusut siapa penyandang dana cek pelawat yang dibagikan ke anggota DPR periode 1999-2004 itu.

"Kami masih gali terus kasus ini apakah ada orang lain yang berperan," kata Ketua KPK, Abraham Samad.

Mengenai sponsor, Miranda pun berjanji akan buka-bukaan dalam persidangan nanti. "Dalam persidangan nanti lebih baik saudara dengarkan semua. Saya tidak akan bicara substansi seperti itu, di sini. Yang jelas saya tahu apa yang saya tahu dan sudah saya sampaikan," kata Miranda.

Miranda menegaskan, sudah menjalankan proses pemilihan DGS BI sesuai aturan yang ada di mana salah satu tahapannya adalah fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan. Dia menilai dalam fit and proper test yang waktunya hanya 1 jam itu, calon tidak cukup waktu untuk menjelaskan semua visi misi. "Maka saya berusaha bertemu dengan anggota DPR seperti yang dilakukan oleh semua yang mengikuti proses pemilihan tersebut."

Dia mengungkapkan bertemu dengan 15 anggota DPR dari PDI Perjuangan dan didampingi 4 orang dari angkatan bersenjata. "Tidak pernah saya bertemu berdua-duaan, itu sudah saya jelaskan."

Sementara hal-hal di luar proses ini, Miranda mengaku tidak tahu sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan wartawan, termasuk soal sponsor. "Kalau saya tidak menjawab sekarang, bukan karena saya tidak mau menjawab anda-anda. Tetapi memang saya tidak tahu persoalannya."

Pada akhirnya, Miranda mengajak semua pihak menghormati proses hukum yang ada atas kasus yang menyeret sejumlah politisi ke penjara ini. Dia juga yakin KPK akan bisa menjalankan tugasnya dengan baik. "Sehingga meskipun begitu banyak tekanan, saya yakin semuanya akan berjalan dengan baik."
Tekanan dari siapa? "Publik dan media. Kan media yang paling senang dan berbahagia sekali."

Seperti diketahui, dalam perkembangan kasus ini, sebelumnya terungkap peran dari PT First Mujur. Perusahaan inilah yang membeli 480 cek pelawat senilai Rp 24 miliar dari Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk. Cek tersebut dibayar melalui rekening perusahaan itu di Bank Artha Graha.

Dalam pemeriksaan sebelumnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,  Direktur Keuangan PT First Mujur, Budi Santoso, mengaku 480 lembar cek pelawat di Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha merupakan permintaan Suhardi alias Ferry Yen. Diketahui, cek perjalanan itu merupakan pembayaran uang muka pembelian lahan kelapa sawit seluas 5.000 hektar di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Belakangan cek-cek itu mengalir ke tangan para anggota Dewan. Keterangan Ferry ini bisa mengungkap asal muasal cek tersebut sampai ke tangan DPR. Namun sayangnya, Ferry telah meninggal empat tahun silam.

Selain itu, KPK juga sudah gencar memanggil sejumlah pihak yang diduga mengetahui asal muasal cek pelawat. KPK sudah memanggil Kepala Cabang Bank Artha Graha cabang Pemuda, Arifin Djadja, Kepala Divisi Treasury PT Bank Artha Graha, Gregorius Suryo Wiarso, Cash Officer Bank Artha Graha Tutur dan Suparno. KPK juga pernah memeriksa Direktur Utama Bank Artha Graha, Andy Kasih, pada 3 November 2010.

Dugaan keterlibatan Miranda dalam kasus yang sudah menjerat 25 legislator ini berulang kali disebut dalam persidangan. Namun, suami Nunun, Adang Daradjatun, pernah mengungkapkan pernah didatangi penyidik KPK. Adang mengaku, saat itu penyidik sempat menyebutkan nama Miranda.

"Empat orang penyidik datang pada 30 Desember 2010. Inisialnya, RS, N, R, dan I," kata Adang dalam keterangan pers itu yang digelar di kediamannya, Jalan Cipete Raya Nomor 39C, Jakarta Selatan, Senin 12 Desember 2011.

Menurut Adang, empat penyidik itu datang ke kediamannya dalam rangka meminta keterangan. Adang lalu merekam perbincangan dengan empat penyidik itu. Adang menegaskan, perbincangan dengan empat penyidik itu dilakukan secara terbuka.

"Rekaman tidak gelap-gelapan. Itu rekaman resmi. Saya taruh di atas meja," ujar mantan Wakil Kapolri ini.

Apa isi rekaman yang diputar Adang itu? "Ibu (Nunun) disebut mendapat fee Rp1 miliar. Status Ibu dengan Arie Malangjudo itu sama, istilah penyidik adalah kurir atau tukang pos," jelas Adang yang juga anggota Komisi III Bidang Hukum DPR dari Fraksi PKS.

Dalam rekaman itu, kata Adang, penyidik menyebut bahwa Nunun tidak memiliki motif. Penyidik menyampaikan yang punya motif dalam kasus itu adalah orang yang dipilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia saat itu.

"Ini kenapa kasusnya sama, motivatornya sama, kenapa tidak disamakan saja semua jadi tersangka. Itu saja, kalau memang ini rekaman untuk menambah satu alat bukti keterlibatan Miranda Goeltom, dari rekaman juga bisa. Saya sangat menghormati KPK," kata Adang.


Kado bagi PDI Perjuangan

Ditetapkannya Miranda sebagai tersangka menarik perhatian dari kader PDI Perjuangan. Karena pemilihan Miranda terjadi pada saat Megawati Soekarnoputri berkuasa.

Sekretaris Fraksi PDIP, Ganjar Pranowo menyatakan tidak khawatir Ketua Umumnya itu akan terseret dalam kasus ini. "Mana ada kita takut, karena yang buka pertama kasus ini siapa. Coba diurutkan, partai lain mana yang buka," ujar Ganjar.

"Ada whistle blower-nya kan? Kita yang duluan." Menurut Ganjar, Agus Condro menjadi contoh nyata betapa partainya serius ingin membuka skandal suap pemilihan DGS BI itu.

Untuk diketahui, pada awal 2011 yang lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menjadwalkan akan memanggil Megawati untuk diperiksa terkait suap cek pelawat ini. KPK menyatakan pemanggilan itu atas permintaan para tersangka saat itu. Namun, Mega tak pernah memenuhi panggilan itu.

Menurut Ganjar, dalam pemilihan Miranda pada 2004 itu, Megawati tak terkait suap yang diterima oleh sejumlah anggota fraksinya. Walaupun ada perintah untuk memilih Miranda, tak serta merta anggota Fraksi PDIP menurutinya. "Saya kira seluruh partai setiap akan pemilihan mesti pasti, akan menentukan pilihannya. Siapa yang dipilih," kata dia.

"Anda boleh lihat, nanti pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum. Tapi kami tidak selalu dan serta merta bilang iya. Kita rapatkan di fraksi, ada mekanismenya. Apa itu kelebihan dan kekurangan orang yang dipilih."

Selain itu, tambah dia, Fraksi PDIP memilih Miranda bukan tanpa alasan yang kuat. "Dulu kita pilih Miranda karena dalam kapasitas sebagai seorang ekonom, saat itu oke. Kalau soal kapasitas, siapa yang meragukan kepakaran Miranda Goeltom dalam bidang ekonomi. Bahwa kalau ternyata di belakangnya ada cerita ini, itu dibedakan," ujar Ganjar.

Selain itu, politisi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan ikut berkomentar. Menurutnya, penetapan tersangka ini merupakan kado bagi partainya. Sebab, PDI Perjuangan sudah menunggu hal ini sejak lama.

"Kami cukup puas karena selama 1,5 tahun ini kami teriakkan siapa pemberinya? Memang setan gundul apa yang ngasih traveller cheque itu," kata Trimedya.

Agustus 2010, imbuhnya, beberapa politisi ditetapkan sebagai tersangka penerima cek yang mengalir dalam pemilihan DGS BI tahun 2004. Di antara mereka yang ditetapkan sebagai tersangka, 14 orang berasal dari PDI Perjuangan. "Sampai dua meninggal di tahanan, 28 Januari mereka ditahan. Ini seperti kado. Ini penantian kita," kata Trimedya.

Dengan penetapan Miranda sebagai tersangka ini, PDI Perjuangan berharap Miranda mengungkap 'dongeng' lain, yakni kasus bailout ke Bank Century senilai Rp6,7 triliun. Menurut Trimedya, Miranda tahu banyak soal kasus Century karena saat kasus ini terjadi, yang bersangkutan menjabar sebagai DGS BI.  "Mudah-mudahan penetapan ini ada gunanya karena konon katanya, Miranda tahu juga soal Century," kata dia.

Tak hanya kader PDIP yang senang. Kubu Nunun pun ikut senang atas kebijakan KPK ini. "Siapapun tersangka baru kami kembalikan kewenangan KPK. Kami tetap fokus ke kesehatan Ibu karena percuma juga siapapun jadi tersangka," kata Ina Rachman selaku pengacara Nunun.

Menurut Ina, yang terpenting adalah proses pemeriksaan terhadap kliennya dapat berjalan secara profesional, siapa pun tersangka yang ditetapkan dalam kasus aliran cek saat pemilihan DGS BI tahun 2004 itu. "Cepat selesai, siapa pun tersangkanya. Kami percaya Tuhan tidak tidur," ujarnya.

Saat ditanya kemungkinan Miranda akan mengungkap siapa penyandang dana cek pelawat ini, Ina tak mau berkomentar. "Kami tidak bisa berharap ada tersangka baru atau tidak, itu kembali ke hasil penyelidikan KPK. Kalau ada, ya silakan semua kembali ke sana," tandasnya.

Mantan kader PDIP, Agus Condro pun ikut berkomentar. Mantan terpidana suap cek pelawat ini menyambut baik penetapan Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka. Menurut Agus, dengan ditetapkannya Miranda sebagai tersangka akan menjadi pintu masuk bagi penyidik KPK untuk mengungkap siapa sponsor pemenangan Miranda sebagai DGS BI.

"Ini merupakan pintu untuk memburu rente yang mensponsori suap," kata Agus Condro saat dihubungi, Kamis 26 Januari 2012.

Agus berpendapat tidak mungkin cek suap senilai Rp24 miliar dirogoh dari uang pribadi Miranda. Jika diakumulasi dari penghasilan Miranda sebagai DGS BI tidak cukup menutupi hal tersebut. "Kalau dari penghasilan kan tidak mungkin pasti nombok, kan suapnya yang ketahuan aja Rp24 miliar kalau dari penghasilan dia kan sekitar Rp15 miliar, masa nombok," ujarnya.

Sementara itu, untuk penyandang dana cek pelawat, Agus Condro menyatakan pimpinan Fraksi PDIP mengetahui siapa sponsor pemenangan Miranda Goeltom sebagai DGS BI. "Penyandang dana itu pimpinan yang tahu, logikanya pimpinan fraksi Tjahjo, Panda Nababan yang tahu lah. Saya berharap mereka terbuka," tandasnya. (sj)

Mobil SUV Chery Omoda 7 Tak Lama Lagi Meluncur, Ini Bocoran Spesifikasinya
Bank Mandiri menempati posisi pertama Top Companies 2024 di Indonesia

Bank Mandiri Kembali Raih Peringkat Satu Top Companies 2024 versi LinkedIn

Bank Mandiri menempati posisi pertama Top Companies 2024 Indonesia versi LinkedIn. Top Companies yang dirilis LinkedIn kali ketiga ini menyoroti 15 tempat kerja terbaik.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024