Kaji Kontrak Karya Tambang, Wacana Berulang

Aktivitas tambang batu bara
Sumber :
  • REUTERS/David Stanway

VIVAnews - Kontrak karya pertambangan mineral dan batu bara kembali disorot pemerintah. Banyak kontrak karya pertambangan masa lalu yang dinilai tidak relevan saat ini.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun memerintahkan jajarannya, khususnya kementerian terkait, untuk segera membenahinya. Kontrak-kontrak itu semakin lama dianggap merugikan negara, khususnya rakyat Indonesia.

"Kontrak-kontrak masa lalu yang sangat tidak adil bagi masyarakat harus dibicarakan baik-baik," kata Presiden saat membuka Rapat Kabinet Terbatas di kantor Pertamina Pusat, Jakarta, Selasa 7 Agustus 2012.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah melansir, hanya 20 persen pemegang izin usaha pertambangan yang membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk itu, guna memaksimalkan penerimaan negara, pemerintah mengeluarkan sejumlah peraturan.

Satu di antaranya melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012, yang mewajibkan perusahaan tambang meningkatkan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral. Setiap perusahaan yang ingin mengekspor barang tambang, harus memenuhi syarat-syarat clean and clear.

Persyaratan clean and clear tersebut ada tiga, yakni administrasi, teknis, dan kewajiban keuangan. Syarat administrasi berupa lokasi tidak tumpang tindih dan dokumen perizinan sesuai prosedur.

Untuk syarat teknis, perusahaan tambang harus melengkapi laporan eksplorasi, studi kelayakan, dan persetujuan dokumen lingkungan. Sementara itu, syarat kewajiban keuangan terkait pembayaran iuran tetap dan royalti yang masuk dalam PNBP.

Direktur Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, pernah mengatakan, saat ini Kementerian ESDM sedang melakukan rekonsiliasi nasional izin usaha pertambangan. Rekonsiliasi ini bertujuan untuk inventarisasi sumber daya mineral batu bara, cadangan mineral batu bara, produksi, penjualan hingga pengolahan dan pemurnian.

Yudhoyono melanjutkan, sebagai salah satu negara terbesar di ASEAN dan anggota G-20, Indonesia harus dapat menyelesaikan permasalahaan kontrak karya tersebut dengan seadil-adilnya.

Nantinya, kedua pihak dapat diuntungkan dan tidak memicu konflik. "Kontrak menjadi perhatian publik. Di satu sisi kami harus menghormati kontrak, tapi juga harus menjadi bagian dari rezim dunia," ujar SBY.

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, menurut Presiden, harus bekerja lebih keras dalam menyelesaikan masalah kontrak karya tersebut. Jika tidak, Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, tidak bisa memberikan hasilnya kepada rakyat Indonesia dengan maksimal.

Untuk itu, kebijakan terkait pengembangan sumber daya alam harus mulai menjadi fokus utama. Minimal, setiap hasil alam yang dikeruk dari Indonesia, harus dapat diolah pula di dalam negeri.

"Mineral dan batu bara ini komoditas utama kita, banyak negara yang mengincar. Mari dikelola dengan baik, apalagi secara internasional sudah terkoneksi," ujar SBY. "Jadi, harus dapat diimbangi dengan hilirisasi produk tersebut," tandasnya.

Bom Waktu
Perizinan di sektor pertambangan memang masih menjadi persoalan serius. Bahkan, kondisi itu bisa menjadi bom waktu bagi upaya peningkatan investasi di Tanah Air.

"Banyak sekali izin yang bermasalah, ribuan, bukan hanya ratusan. Kami terus benahi dan ini tidak bagus, karena menghambat investasi, merusak segalanya," kata Yudhoyono usai memimpin Rapat Kabinet Terbatas bidang Energi, kemarin.

Presiden menuturkan, kasus perizinan pertambangan selama setahun terakhir terus mencuat di berbagai wilayah. Salah satu contoh adalah kasus kerusuhan Bima di Nusa Tenggara Barat yang sempat menimbulkan gejolak berkepanjangan antara warga dan perusahaan.

Bahkan, SBY menambahkan, kasus terbaru terkait perizinan areal pertambangan di Kalimantan Timur yang telah menyeret Presiden ke pengadilan arbitrase internasional.

Menurut Yudhoyono, ekses implementasi otonomi yang tidak tepat telah menyebabkan banyak perizinan pertambangan yang dikeluarkan bupati/walikota menimbulkan masalah. "Kadang-kadang, ganti bupati ganti izin, ini bom waktu semuanya," tegasnya.

Kondisi itu, dia melanjutkan, diyakini bisa mengganggu iklim investasi Indonesia yang kini tengah gencar dicanangkan pemerintah. Melihat kondisi tersebut, Presiden mengambil keputusan untuk menertibkan izin-izin yang dikeluarkan bupati/walikota itu.

Lolos Jadi Anggota DPR, Denny Cagur Ungkap Kenangan Haru dengan Almarhumah Ibu

Gubernur sebagai perpanjangan pemerintah pusat akan diberi kewenangan lebih besar melaksanakan penertiban tersebut. "Kalau tidak tertib, ya kami tegakkan aturan. Secara administrasi, kalau itu urusan administrasi. Kalau masuk hukum, ya hukum," kata Yudhoyono.

Dengan upaya penertiban tersebut, dia menuturkan, pemerintah berharap Indonesia bisa mengatasi manajemen negatif yang selama ini masih berkembang. "Ini untuk mengamankan negeri dari salah urus yang terjadi di era reformasi ini," ujarnya.

Wacana Berulang
Pernyataan Presiden soal pembenahan kontrak karya pertambangan itu kembali membuka harapan baru. Meskipun, pemerintah bukan pertama kalinya melemparkan permasalahan itu.

"Soal renegosiasi kontrak karya itu kan bukan hal baru. Sekitar tahun 2009-2010 juga pernah diungkapkan," kata Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, ketika dihubungi VIVAnews di Jakarta, Selasa 7 Agustus 2012.

Komaidi menilai, permasalahan kontrak karya pertambangan hanya akan kembali menjadi wacana, jika tidak diimplementasikan dalam kebijakan. Saat ini, pemerintah semestinya sudah dalam tahapan lebih maju untuk mengeksekusi persoalan kontrak karya itu.

"Bukan memunculkan wacana lagi. Jajaran eksekutif dari level menteri seharusnya sudah menjadi eksekutor," tuturnya.

Dia menjelaskan, renegosiasi berbeda dengan instruksi. Dalam proses renegosiasi kontrak karya antara pemerintah dan perusahaan tambang, kesepakatan harus dilakukan kedua pihak. "Jika ada satu pihak yang
tidak setuju, renegosiasi tidak akan jalan," tuturnya.

Berbeda jika pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk regulasi yang harus dipatuhi perusahaan tambang. Menurut dia, bila renegosiasi tidak berhasil, pemerintah semestinya bisa mengeluarkan regulasi yang mengatur perusahaan tambang itu.

"Ini yang juga dilakukan di negara Amerika Latin, meski pemerintah bisa dinilai tidak mematuhi kontrak yang sudah dibuat," ujarnya.

Disinggung mengenai "keberhasilan" proses renegosiasi dengan PT Freeport Indonesia, Komaidi menilai upaya itu belum final. Proses renegosiasi itu belum bisa dinilai berhasil. "Kalau dikatakan berhasil, saya kira belum tepat," tuturnya.

Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menegaskan bahwa proses renegosiasi kontrak karya pertambangan PT Freeport Indonesia akan terus dilanjutkan. Walaupun, Freeport telah menyanggupi menaikkan royalti emas menjadi 3,75 persen dari sebelumnya hanya 1 persen.

"Pak Hatta (Menko Perekonomian Hatta Rajasa) mengatakan Freeport telah bersedia menaikkan royalti, tapi kami masih tetap renegosiasi poin yang lain," kata Thamrin Sihite, beberapa waktu lalu.

Menurut Thamrin, masih ada lima poin yang akan direnegosiasi, antara lain divestasi saham, pembuatan smelter, luas wilayah, pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri serta perpanjangan kontrak.

Thamrin menjelaskan, PT Freeport Indonesia belum sepakat dengan pemerintah untuk mengecilkan luas wilayah pertambangan serta divestasi saham. Namun, satu hal yang pasti bahwa Freeport tetap menunjukkan itikad baik untuk terus merenegosiasi.

"Jika dulu Freeport secara tertulis belum bersedia. Namun dengan pendekatan yang terus dilakukan pemerintah, Freeport akhirnya mau untuk renegosiasi," paparnya.   

Viral Video Makeup Pengantin Jadi Sorotan Netizen

Viral Video Transformasi Makeup Pengantin Jadi Sorotan Netizen

Makeup pengantin adalah tata rias khusus yang dirancang untuk mempercantik dan menyempurnakan penampilan seorang pengantin pada hari pernikahannya.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024