Kisruh Panjang Keraton Solo, Apa Sebabnya?

Keraton Surakarta Hadiningrat, Solo.
Sumber :
  • Fajar Sodiq/ VIVAnews, Solo

VIVAnews - Konflik di Keraton Solo kian sengit. Juga dramatis. Senin malam, 26 Agustus 2013, warga sekitar Keraton mendobrak gerbang Istana. Pintu yang kokoh itu dijebol dengan cara menabrakan sebuah mobil Hardtop Land Cruiser berwarna putih. Warga bahu membahu. Dan begitu sukses, mereka merangsek masuk. Suasana Keraton kacau balau.

PKS Komitmen Bangun Indonesia bersama NasDem dan PKB hingga Sakaratul Maut

Salah seorang warga bernama Hartono, kepada VIVAnews mengatakan bahwa mereka mendobrak pintu dan merangsek masuk, “Demi mengetahui kondisi keluarga Sinuhun Pakubuwono XIII Hangabehi.” Anggota polisi dan TNI terpaksa diturunkan bersiaga, menjaga agar tidak terjadi bentrok fisik.

Sinuhun Pakubuwono XIII yang disebut Hartono itu adalah Raja Keraton Kasunanan Surakarta, orang yang memang paling dihormati, dijaga martabat dan marwahnya di Keraton itu. Karena warga merasa keselamatan sang raja terancam, mereka lalu berkeras masuk Istana. 

Suku Bunga BI Naik Diproyeksi Topang Penguatan IHSG, Cek Saham-saham Berpotensi Cuan

Kisruh semalam itu, sesungguhnya berhulu dari konflik panjang di tubuh para pewaris Keraton itu. Siang hari sebelum penyerbuan itu, Sang raja hendak menobatkan  Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung Tedjowulan sebagai Maha Menteri, di Sasono Narendro, yang juga menjadi kediaman raja di dalam kompleks Keraton itu. Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta yang menolak pelantikan itu, membubarkan secara paksa acara ini.

Dewan Adat yang menolak figur Tejdowulan itu, juga dipimpin oleh anggota keturunan Keraton itu sendiri, GRAy Koes Murtiyah. Saat acara pelantikan itu dibubarkan secara paksa, raja dan permaisurinya masih berada di dalam Keraton itu. Koes Murtiyah memastikan bahwa raja masih berada di dalam. Dia berjanji bahwa sesudah suasana kondusif dan steril, akan menemui langsung sang raja. Suasana kian genting setelah warga menyerbu masuk itu. 

Alasan PDIP Absen saat Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih

Dan demi memulihkan suasana, sekitar pukul 8 lewat 45 menit malam hari, Kapolresta Surakarta Kombes Asdjiam'in  dan Dandim 0735 Surakarta,  Letkol Inf Sumirating Baskoro , masuk ke dalam kediaman Raja Paku Buwono XIII di Sasana Narendra.

"Masyarakat jangan ikut-ikutan. Biar masalah ini diselesaikan oleh mereka yang ada di dalam," kata dia sembari meminta kepada warga yang berkumpul di dalam sasana putra untuk meninggalkan lokasi tersebut. Kapolresta dan Dandim berjalan keliling untuk memantau kondisi yang terjadi di dalam keraton. "Kanjeng ratu di dalam aman. Polisi dan kodim sudah menyatakan kondisi steril di dalam keraton," kata salah satu abdi dalem, KRAT Sapari Hadinagoro kepada para wartawan di luar Istana. 

Juru Bicara Dewan Adat Kanjeng Pangeran Edi Wirabumi menegaskan bahwa mereka menolak pelantikan Tejdowulan itu karena dia bermasalah.  "Tedjowulan itu kan orang salah, kok malah mau diberi jabatan," protesnya. 

Juru bicara Tedjowulan, Bambang Pradotonagoro, menilai penolakan pengukuhan Tedjowulan oleh kelompok Dewan Adat tidak mendasar. Pasalnya, sejak adanya rekonsiliasi, Tedjowulan ditetapkan sebagai Maha Menteri. "Jabatan Maha Menteri itu sah sejak ada rekonsiliasi, tapi baru dikukuhkan saat ini," katanya.

Beruntung aparat cepat terjun dan suasana kisruh itu tidak berbuntut panjang. Selain mengamankan Keraton, aparat polisi juga membantu memulangkan ratusan pesilat, yang dibawa Dewan Adat,  ke rumah mereka masing-masing.

Kerap panas

Kisruh ini bermula dari dualisme kepemimpinan di Keraton itu. Dan dualisme itu muncul setelah meninggalnya Pakubuwono XII pada 11 Juni 2004. Keraton terpecah menjadi dua kubu. Kubu pertama di bawah kepemimpinan PB XIII Hangabehi dengan tahta di Keraton Kasunanan Surakarta. Kubu kedua di bawah kepemimpinan PB XIII Tedjowulan yang menetap di kawasan Kota Barat, Solo.

Perselisihan dua raja tersebut muncul setelah masing-masing mengklaim sebagai pewaris sah tahta keraton. Dampaknya, setiap even budaya keraton digelar, selalu saja muncul dua versi. Dan itu sudah berlangsung selama delapan tahun.

Kedua kubu yang meruncing itu berdamai pada 2011. Pada 11 Maret 2011, salah satu kerabat Keraton Kasunanan Surakarta yang juga adalah cucu Sri Susuhan Pakubuwono  X, BRA Mooryati Sudibyo, mengakui sudah ada pembicaraan antara pemerintah dengan keluarga Keraton. Proses perdamaian ini berlanjut hingga 2012. Pada awal Mei 2012, Tedjowulan rela melepas gelar rajanya. Dia pun mengaku mendukung kakaknya memimpin kerajaan dan dia menjadi wakil raja.

Pada 16 Mei 2012, perjanjian damai pun ditandatangani kedua raja dengan disaksikan Wali Kota Solo Joko Widodo dan sesepuh Keraton Surakarta BRA Mooryati Sudibyo. Tedjowulan pun melepas gelar rajanya dan berganti menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung Tedjowulan.

Tapi, damai belum berakhir sampai di situ. Saat ingin masuk keraton, Kamis 24 Mei 2012, dua raja ini dihadang dan dilarang masuk. Sejak semula, pengurus keraton memang tidak mengakui Pakubuwono XIII Tedjowulan. Dewan Adat keraton yang tidak menerima rekonsiliasi ini memutuskan tidak mau menerima pasangan dwi tunggal itu. Mereka beralasan Tedjowulan sudah bersalah. Sang raja dan panembahan itu tertahan hampir satu jam di luar keraton. Proses masuk keraton ini pun diwarnai adu mulut. 

Kedua raja pun pergi ke tempat lain. Sempat misterius, publik akhirnya tahu bahwa kedua raja ini semedi di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta. Juru bicara KGPH PA Tedjowulan, KPH Bambang Pradoponagoro, mengatakan tujuan Sinuhun dan Gusti Tedjowulan melakukan ritual di Parangkusumo supaya situasi konflik di Keraton Solo segera membaik tanpa ada kekerasan. "Parangkusumo memang tempatnya semedi raja-raja Mataram. Karena di pantai itu dianggap menjadi tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul," kata Pradoponagoro.

Tedjowulan yang sebelumnya ditolak masuk Keraton Kasunanan Surakarta, akhirnya bisa menembus barikade Dewan Adat Keraton Solo, Jumat 15 Juni 2012. Tedjowulan hadir di Keraton Solo untuk mengikuti prosesi tingalan jumenengan dalem Pakubuwono XIII Hangabehi.

Masuknya Tedjowulan ke lingkungan keraton mendapatkan jaminan keamanan dari Kapolresta Solo, Kombes Pol Asdjima'in. Sebelum masuk, Tedjowulan bersama para sentana dalem dan abdi dalem sempat berkumpul di Sasana Mulya yang berjarak 100 meter dari keraton.

Tedjowulan pun akan tinggal lagi di dalam keraton setelah delapan tahun berada di luar tembok karena berkonflik dengan kakaknya. Tedjowulan berjanji akan membantu Raja Solo dan memberi masukan terkait berbagai masalah yang dihadapi Kerajaan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya