Konferensi di Bali Gagal Bersepakat, WTO Terancam Jadi "Macan Ompong"

Logo Konferensi Tingkat Menteri WTO 2013 di Bali
Sumber :
  • REUTERS/Edgar Su

VIVAnews - Bali kembali menjadi tuan rumah pertemuan dunia. Pada November lalu World Culture Forum digelar di situ.  Kali ini  Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Konferensi itu digelar dari tanggal 3 hingga 6 Desember 2013. Hadir dalam pertemuan itu 159 negara-anggota, sejumlah lembaga keuangan dan lembaga ekonomi internasional. Pertemuan ini dianggap sangat penting dalam menata ekonomi dunia. Pertaruhan menentukan" bagi WTO untuk memperjuangkan liberalisasi dagang tingkat dunia. 

Dilarikan ke Rumah Sakit, Parto Patrio Jalani Operasi

Bermarkas di Jenewa, Swiss, WTO ingin dipandang serius sebagai organisasi yang mampu membuat seperangkat aturan yang menjamin perdagangan bebas sekaligus berkeadilan. WTO tidak mau hanya dianggap sebagai lembaga yang menangani sengketa-sengketa dagang belaka. 

Namun, hingga hari kedua penyelenggaraan KTM, belum ada suara-suara yang optimistis bahwa pertemuan di Bali bakal menuntaskan kesepakatan historis "Putaran Doha," yang selalu dirundingkan dalam 12 tahun terakhir. Bila disepakati, Putaran Doha menjamin alur perdagangan barang dan jasa yang bebas dari hambatan di penjuru dunia sekaligus membantu negara-negara miskin dan berkembang dengan memberi sejumlah fasilitasi khusus bagi mereka dalam perdagangan internasional.

Selama 12 tahun belum ada kata sepakat atas Putaran Doha dari para anggota WTO, yang menggunakan pendekatan mufakat atau konsensus. Jalur buntu itu bersambung ke Bali. 

Semangat para anggota WTO untuk mendukung liberalisasi perdagangan barang dan jasa di seluruh dunia belakangan ini mulai rapuh saat banyak negara masih berkonsentrasi memulihkan ekonomi masing-masing dari resesi global lima tahun lalu. Langkah-langkah proteksionis, yang menjadi hambatan utama perdagangan internasional demi kepentingan politik dalam negeri, masih belum hilang di kalangan anggota WTO.    

Selama ini penyebab utama buntunya kesepakatan Putaran Doha ada pada hal-hal yang detail. Salah satu contoh, di dalam WTO masih ada pertentangan dari kelompok negara maju dan grup negara berkembang bagaimana mengatasi hambatan-hambatan perdagangan bebas di sektor pertanian dan ketahanan pangan, seperti penentuan tarif impor dan subsidi ekspor.

Sektor pertanian dan ketahanan pangan ini selalu menjadi isu yang paling alot dibicarakan di WTO. Sebagian pihak ingin penghapusan hambatan di sektor itu harus diberlakukan secara merata, namun sebagian lagi ingin pemberlakuan secara proporsional sehingga memenuhi rasa keadilan. Ini yang selalu menjadi pertentangan antara kelompok negara maju dan negara berkembang di WTO.

Sebagai tuan rumah, Menteri Perdagangan Indonesia, Gita Wirjawan, berharap pertemuan di Bali ini bisa menjadi "batu loncatan" untuk mengatasi kebuntuan Perundingan Putaran Doha. Harapan baru itu akan ditelurkan dalam bentuk "Paket Bali" (Bali Package). Namun harapan tersebut susah terwujud.

Pada hari kedua pertemuan, justru delegasi India sudah menjatuhkan godam yang memastikan bahwa Putaran Doha lagi-lagi belum berhasil disepakati. Sebagai ketua delegasi India, Menteri Perdagangan dan Industri Anand Sharma menolak "klausul damai,"  yang terdapat dalam komponen produk pertanian dari Paket Bali yang tengah dibahas, untuk menyelamatkan Putaran Doha.  

Klausul damai itu menawarkan kepada India dan sesama negara berkembang bahwa program subsidi pertanian domestik mereka tidak akan diganggu-gugat oleh WTO maupun dari  anggota lain selama empat tahun. Program subsidi yang dilancarkan untuk menggenjot hasil panen itu selama ini berada di luar aturan WTO.

India pun keberatan dengan elemen lain dalam Paket Bali, yaitu fasilitasi dagang untuk mempercepat alur masuk barang-barang internasional melalui jalur bea cukai. Proposal itu tidak sesuai dengan kepentingan India saat ini.

Suara India punya bobot besar karena termasuk anggota yang sangat berpengaruh di WTO. Bersama Brazil dan Afrika Selatan, India pada 2003 membentuk Kelompok 20. Ini terdiri dari para negara berkembang dari Amerika Latin dan tengah, Afrika, Indonesia, Korea Selatan, dan Pakistan. Kelompok ini mendesak reformasi kebijakan pertanian yang signifikan di negara-negara maju sambil memperjuangkan flkesibilitas bagi negara-negara berkembang.

"Ketentuan-ketentuan yang ada dalam proposal saat ini tidak bisa diterima. Harus ada solusi permanen yang disepakati dan perlindungan yang layak dari semua bentuk tantangan," kata Sharma seperti dikutip The Australian.

Bayang-bayang kegagalan 'Paket Bali' sudah diutarakan Sharma pada 2 November 2013, atau sehari sebelum KTM dibuka. Dalam jumpa pers yang diikuti jurnalis VIVAnews, Uni Lubis, di Nusa Dua, Bali, Sharma menegaskan isu ketahanan pangan harus dilindungi dari segala tantangan dalam perundingan WTO. Isu ketahanan pangan tidak hanya menjadi isu sensitif bagi India. Isu ini juga memiliki dimensi sosial yang tinggi.

Bagi India, kata Sharma, melindungi ketahanan pangan sudah menjadi konsensus nasional dan kesepakatan politik semua pihak. "Itu sebabnya sangat sulit bagi kami untuk menerima solusi interim sebagaimana yang saat ini sudah dirancang. Sebagai negara anggota, tanggung jawab kami memang mendorong kesepakatan yang konstruktif untuk mencapai solusi jangka panjang. Namun, masih panjang waktu yang harus ditempuh untuk sampai ke sana," ujar Sharma.

Dia juga menggarisbawahi bahwa pengadaan dan penimbunan stok pangan untuk kepentingan ketahanan pangan adalah instrumen tidak ternilai dan penting bagi negara berkembang. Hal ini untuk mengamankan kepentingan kaum miskin dan yang rawan pangan.

India mendesak pembaharuan aturan WTO terkait dengan kesepakatan pertanian (Agreement on Agriculture). Sebab hal itu akan membantu negara berkembang menjalankan kebijakan pertanian tanpa melanggar komitmen dalam WTO.

Sharma pun menyindir lobi industri pertanian dari beberapa negara maju yang dalam tiga dekade ini menentukan nasib dari jutaan petani yang hidup secara subsisten. "Subsidi besar-besaran yang dikucurkan negara maju ke sektor pertaniannya bahkan tak pernah menjadi subyek diskusi dalam forum (WTO)," kata Sharma.

Negara maju seperti Amerika Serikat selama ini menggelontorkan subsidi pertanian tak kurang dari US$100 miliar per tahun. Sementara negara di Eropa mengucurkan subsidi sedikitnya 80 miliar Euro tiap tahun.

India mengingatkan pertemuan di Bali hendaknya menghasilan keputusan yang adil dan  berimbang, serta mengakomodir kepentingan semua pihak. "Kita tidak boleh lagi membiarkan kepentingan petani kita dikompromikan kepada ambisi dagang yang mendasari sikap negara maju," ujar Sharma.

Muncul Peringatan

Aroma buntunya kesepakatan Putaran Doha dalam KTM di Bali sudah mulai terlihat dalam pertemuan persiapan di markas besar WTO, di Jenewa, Swiss, akhir November lalu. Juru runding dari 159 anggota masih belum bisa bersepakat secara utuh. 

Ini yang membuat Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo, khawatir bahwa kesepakatan Putaran Doha terancam gagal terwujud. Dia memperingatkan bahwa pertemuan di Bali merupakan pertaruhan penting bagi serius tidaknya komitmen dunia atas perdagangan bebas dan berkeadilan.

"Kegagalan di Bali akan berdampak buruk bagi sistem perdagangan multilateral," kata Azevedo seperti dikutip stasiun berita BBC di Jenewa, 27 November 2013. "Kita tidak hanya menyaksikan gagalnya WTO dan multilateralisme. Kita juga akan membuat kecewa banyak pihak, masyarakat bisnis, dan terutama mereka yang sangat rapuh," lanjut pejabat asal Brazil itu. 

Maksud Azevedo, yang paling dirugikan dari kebuntuan ini adalah kaum miskin di penjuru dunia, yang ingin harkat mereka terangkat dengan bisa berusaha dan berdagang secara bebas. "Tidak ada seorang pun di dunia ini akan merasa lebih baik bila kita gagal di Bali," lanjut Azevedo.

Australia pun mengutarakan kekhawatiran serupa. "Dampak kegagalan pertemuan pekan ini akan lebih terasa di negara-negara berkembang, yang bakal kehilangan peluang untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja berkelanjutan," kata Menteri Perdagangan dan Investasi Australia, Andrew Robb.

Menurut dia, seperti dikutip The Australian, menunda upaya menyepakati Putaran Doha sudah bukan lagi jadi pilihan. Itulah sebabnya, kendati dijadwalkan berakhir Jumat, 6 Desember 2013, KTM WTO di Bali bisa saja berlanjut hingga Sabtu bila masih ada celah untuk menghidupkan kembali perundingan.  

Penyanyi Vidi Aldiano dan Director of Marketing Growth Shopee Indonesia, Monica Vionna, dalam acara bertajuk ‘Kenal Lebih Dekat Shopee Garansi Tepat Waktu bersama Vidi Aldiano', di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu, 24 April 2024.

Shopee Berani Garansi Paket Sampai Tepat Waktu, Simak Kompensasi dan Cara Klaimnya

Program 'Garansi Tepat Waktu' ini bertujuan untuk memberikan jaminan waktu pengiriman pesanan bagi pengguna yang membeli barang di Shopee.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024