Dukungan Politik Jokowi Lewat Wantimpres

Presiden Joko Widodo di KTT ASEAN 2014
Sumber :
  • REUTERS/Damir Sagolj
VIVA.co.id
Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat
- Presiden Joko Widodo mengukuhkan sembilan orang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Istana Negara pada Senin siang, 19 Januari 2015.

Jokowi: Indonesia Bangga Raih Perak Pertama

Wantimpres, sesuai Konstitusi, bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara. Nasihat atau saran itu diminta atau pun tidak diminta oleh Presiden. Penyampaian nasihat dan pertimbangan tersebut dapat dilakukan secara perorangan maupun sebagai satu kesatuan nasihat dan pertimbangan seluruh anggota Dewan.
Ahok Ungkap Alasan Jokowi Sindir Keuangan Daerah


Kesembilan orang yang akan memberikan fatwa kepada Presiden itu adalah Rusdi Kirana, Sidarto Danusubroto, Subagyo Hadi Siswoyo, M. Yusuf Kartanegara, Jan Darmadi, Suharso Monoarfa, Hasyim Muzadi, Abdul Malik Fadjar, dan Sri Adiningsih.

Politikus

Para anggota Wantimpres disorot karena sebagian besar mereka adalah kalangan politikus yang dinilai representasi partai politik. Enam nama pertama ialah petinggi partai politik pendukung Joko Widodo, kecuali PPP. Rusdi Kirana menjabat Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Sidarto Danusubroto politikus senior sekaligus memangku jabatan Ketua Bidang Kehormatan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Subagyo Hadi Siswoyo aktif sebagai Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura, M Yusuf Kartanegara menjadi Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Jan Darmadi menggantikan Hary Tanoesoedibjo sebagai Ketua Majelis Tinggi Nasdem, dan Suharso Monoarfa menduduki posisi Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan.

Sedangkan tiga anggota lain ialah tokoh norpartai politik tetapi dinilai dekat dengan Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP, partai yang mencalonkan Joko Widodo. Hasyim Muzadi menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati pada Pemilu Presiden tahun 2004. Abdul Malik Fadjar adalah Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Gotong Royong, kabinet pimpinan Presiden Megawati.

Sri Adiningsih tak pernah menjadi menteri tapi dia terang-terangan mengakui menjadi bagian dari tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden tahun 2014. Dia memberikan masukan ekonomi untuk visi dan misi Joko Widodo dalam kampanye Pemilu Presiden melalui Megawati Institute, organisasi nirlaba yang didirikan Megawati Sukarnoputri.

Berikut ini riwayat singkat kesembilan orang pilihan untuk memberikan saran atau pun rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo:

Rusdi Kirana

Rusdi Kirana adalah adalah CEO Lion Air Group yang membawahi maskapai Lion Air, Wings Air dan Batik Air. Dia didapuk menjabat Wakil Ketua Umum PKB pada 12 Januari 2014.


Rusdi mengaku, salah satu alasan bergabung dengan PKB ialah mengagumi sosok mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang juga tokoh utama partai itu dan organisasi massa Islam Nahdlatul Ulama (NU). Dia menyanjung Gus Dur yang, menurutnya, berjasa mengangkat derajat kalangan etnis Tionghoa. "Gus Dur yang mengangkat martabat kami sebagai warga negara penuh, bukan hanya mampu di bidang ekonomi, dan ini sangat bermakna bagi saya pribadi," katanya.


Sidarto Danusubroto


Sidarto Danusubroto ialah purnawirawan Polisi. Pangkat terakhirnya adalah Inspektur Jenderal Polisi. Dia menjadi ajudan Presiden Sukarno saat peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru di tahun 1967 sampai 1968.


Setelah pensiun sebagai Polisi, dia aktif di politik dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari PDIP sejak tahun 1999 sampai 2014. Dia menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), menggantikan Taufiq Kiemas —yang wafat— pada 8 Juni 2013 sampai 1 Oktober 2014. Dia kini Ketua Bidang Kehormatan Dewan Pimpinan Pusat PDIP.


Subagyo Hadi Siswoyo


Subagyo Hadi Siswoyo adalah purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan pangkat terakhir sebagai jenderal. Dia menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada periode tahun 1998-1999. Ia adalah satu-satunya KSAD yang pernah menjabat dengan tiga Presiden Indonesia yang berbeda.


Kariernya pernah melejit, bahkan mendapat kenaikan pangkat istimewa satu tingkat, seusai Operasi Woyla di Thailand. Mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden di era Soeharto ini bersama Wiranto serta sejumlah tokoh mendirikan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pada 2006. Dia kini menjabat Ketua Dewan Penasihat partai itu, Bambang Wiraatmaji Soeharto, pada 2013.


M. Yusuf Kartanegara


M. Yusuf Kartanegara adalah purnawirawan jenderal dengan pangkat terakhir sebagai Letnan Jenderal. Dia kini menjabat Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pimpinan Sutiyoso. Dia pernah menjabat Jaksa Agung Muda Intelijen pada 1999 dan mantan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Perwira ABRI.


Suharso Monoarfa


Suharso Monoarfa adalah politikus sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan PPP. Ia pernah menjabat Menteri Perumahan Rakyat pada Kabinet Indonesia Bersatu II, kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia juga pernah menjadi anggota DPR pada periode 2004-2009 dan terpilih kembali untuk periode 2009-2014 dari PPP. Pada 17 Oktober 2011, Suharso menggundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Perumahan Rakyat karena alasan pribadi.


Jan Darmadi


Jan Darmadi adalah pengusaha properti dan pendiri Jakarta Setiabudi Internasional. Dia salah satu pemain awal bisnis properti di kawasan Setiabudi di Jakarta. Nama Jan Darmadi disebut sebagai putra mahkota Salim Group, Anthony Salim.


Surya Paloh dianggap berhasil membujuk Jan Darmadi untuk bergabung dengan Partai Nasdem. Jan Darmadi sebelumnya menjadi pengusaha yang tidak berafiliasi dengan partai politik. Di Partai Nasdem, ia menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi. Dia direkrut sesaat setelah Hary Tanoesoedibjo keluar dari partai itu pada 2013.


Hasyim Muzadi


Hasyim Muzadi menjabat Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) dua periode, yakni 1999-2004 dan 2004-2009. Dia juga memimpin Pesantren Al Hikam di Malang, Jawa Timur, dan di Depok, Jawa Barat. Dia menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati Sukarnoputri pada Pemilu Presiden tahun 2004 namun kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.


Hasyim menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah PPP. Saat memimpin NU, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, dia rajin mengampanyekan paham Islam moderat ala NU ke berbagai negara melalui International Conference of Islamic Scholars.


Abdul Malik Fadjar


Abdul Malik Fadjar adalah adalah Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Gotong Royong, kabinet pimpinan Presiden Megawati Sukarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz pada 2001 sampai 2004. Dia menjabat sementara Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat menggantikan Jusuf Kalla pada 22 April 2004 sampai 21 Oktober 2004.


Malik Fadjar menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang pada 1983 sampai 2000. Dia adalah lulusan Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Malang (Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang sekarang) dan meraih gelar Master of Science di Department of Educational Research, Florida State University, Amerika Serikat.


Sri Adiningsih


Sri Adiningsih ialah ekonom dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Dia adalah alumnus terbaik cum laude Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah meraih gelar doktor di University of Illinois Amerika Serikat, dia menjadi dosen Pascasarjana UGM, kemudian menjadi Kepala Pusat Studi Ekonomi Asia Pasifik UGM.


Sri kemudian dipercaya sebagai Adviser/Principal Economist at Exim Securities (1997), anggota tim ahli penyiapan materi GBHN bidang Wanhankamnas tahun 1998, dan anggota pada Ombudsman Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sejak 1999 serta menjadi Tim Ahli Panitia Ad Hoc Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001.


Bidang keahlian


Lembaga Wantimpres adalah kelanjutan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang dibubarkan setelah Perubahan Keempat UUD 1945. Tapi kedudukannya berbeda dengan DPA. Wantimpres di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. DPA sejajar dengan Presiden pada masa sebelum perubahan UUD 1945. Wantimpres kali pertama dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007.


Sepanjang era Presiden Yudhoyono, Wantimpres mengalami tiga kali perubahan formasi. Publik cukup mengetahui rekam jejak atau pun bidang profesi masing-masing anggota. Umpamanya, Ali Alatas, yang merupakan diplomat sekaligus mantan Menteri Luar Negeri. Dia membidangi hubungan internasional yang memberikan saran kepada Presiden mengenai hubungan luar negeri Indonesia. Dia digantikan Hassan Wirajuda, yang juga mantan Menteri Luar Negeri.


Contoh lain, Presiden Yudhoyono menunjuk Adnan Buyung Nasution sebagai anggota Wantimpres karena dia menguasai bidang hukum. Dia seorang pengacara senior di Indonesia. Dia digantikan Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.


Presiden juga memilih Ma’ruf Amin sebagai anggota Wantimpres untuk membidangi masalah hubungan antaragama. Dia adalah ulama NU yang pernah menjabat Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat. Begitu juga Widodo Adi Sutjipto, yang ditunjuk membidangi pertahanan dan keamanan, karena pernah menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.


Kualifikasi-kualifikasi semacam itu rupanya diterapkan berbeda oleh Presiden Joko Widodo. Enam dari sembilan atau tiga per empat anggota Wantimpres adalah orang partai politik.


Ketua Partai Nasdem, Patrice Rio Capela, menganggap wajar enam perwakilan partai politik itu menjadi Wantimpres. Tapi status mereka sebagai representasi partai tidak akan memengaruhi tugas dan kewajiban mereka dan tak mencampurkan urusan politik praktis dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden.


Lagi pula, katanya, keenam orang itu tak menduduki jabatan paling strategis di masing-masing partai. "Kalau Ketua Umum itu tidak bisa (menjadi anggota Wantimpres),” katanya.


Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, tak menampik dominasi orang-orang partai politik itu. Katanya, Presiden membutuhkan orang-orang yang punya jaringan kuat untuk mendukung pemerintahannya. "Ya, kita perlu orang-orang yang punya jaringan yang kuat dan punya kompetensi yang kuat memberikan pertimbangan pada Presiden, diminta maupun tidak diminta.”


Menurutnya, memang dibutuhkan orang-orang yang memiliki keahlian khusus di politik maupun sosial. Sebab mereka memiliki tugas untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Presiden.


Namun dia memastikan bahwa komposisi Wantimpres bukan karena politik transaksional. Partai politik yang diwakili sejumlah tokoh itu pun tak akan merecoki Presiden karena anggota Dewan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Negara, bukan kepada partai politik.


Menteri menjelaskan, para anggota Wantimpres didukung seorang Sekretaris Jenderal dan beberapa staf ahli. Maka, mereka dipastikan lebih berkonsentrasi pada tugasnya memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden, bukan pada urusan-urusan lain.


Dukungan politik


Sidarto Danusubroto mengaku bisa memahami jalan pikir Presiden kala menunjuk orang-orang partai politik untuk mengisi posisi Wantimpres. Katanya, itu sebagai bagian dari upaya mengumpulkan dukungan politik yang kuat. Dia menyebutnya sebagai
“back up”
politik. "Dari Wantimpres ini, dia (Presiden) butuh
back up
politik, ormas, TNI/Polri dan sebagainya.”


Politikus senior PDIP itu menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo berbeda dengan presiden sebelumnya, yang selalu berasal dari elite partai politik atau pun militer. Sedangkan Jokowi berasal dari orang biasa. Maka diperlukan dukungan politik yang kuat untuk menyokong kebutuhan Presiden.


Dia memprediksi akan banyak tekanan politik yang dihadapi Presiden dalam menjalankan pemerintahan. “Butuh
back up
kuat, bukan hanya dukungan, tapi juga nasihat, pertimbangan, dan sebagainya.”


Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, tak menyoal komposisi anggota Wantimpres. Menurutnya, penunjukan Wantimpres adalah hak prerogatif Presiden sehingga Kepala Negara berhak menentukan siapa pun yang dianggap mampu memberikan saran dan pertimbangan yang baik.


"Yang penting, pertimbangan itu bisa memberi kontribusi bagi Presiden dalam mengambil keputusan terbaik," katany.


Fadli menilai, orang-orang yang ditunjuk menjadi Wantimpres memang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan seorang penasihat Presiden. Para anggota Wantimpres itu, menurutnya, sejauh ini diketahui memiliki rekam jejak yang baik.


Pada prinsipnya, siapa pun yang ditunjuk, harus bekerja secara profesional. Sebagaimana disampaikan Ketua Umum PKPI, Sutiyoso, kader partai pun banyak yang mampu bekerja secara profesional. Profesionalisme tentu tak hanya dapat dilakukan oleh orang nonpartai politik.


Sekretaris Kabinet, Andi Wijayanto, menjelaskan bahwa pelantikan Wantimpres menyesuaikan jadwal yang ditentukan Undang-Undang, yaitu paling lambat tiga bulan setelah Presiden terpilih dilantik.


Sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, tugas Wantimpres adalah memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara.


Dalam Pasal 9 ayat (3) di UU itu disebutkan bahwa anggota Wantimpres diangkat oleh Presiden paling lambat tiga bulan terhitung sejak tanggal Presiden terpilih dilantik. "Masa jabatan keanggotaan Dewan Pertimbangan Presiden berakhir bersamaan dengan masa berakhirnya jabatan Presiden atau berakhir karena diberhentikan oleh Presiden.”


Undang-Undang itu juga mengatur pemberian nasihat dan pertimbangan yang wajib dilakukan oleh Wantimpres, diminta atau pun tidak oleh Presiden. Penyampaian nasihat dan pertimbangan dapat dilakukan secara perorangan maupun sebagai satu kesatuan nasihat dan pertimbangan seluruh anggota Dewan.


Atas permintaan Presiden, Wantimpres juga dapat mengikuti sidang kabinet serta kunjungan kerja dan kunjungan kenegaraan.


Dalam melaksanakan tugasnya, Wantimpres dapat meminta informasi dari instansi pemerintah terkait dan lembaga negara lain. Ketua dan anggota Wantimpres diberikan hak keuangan dan fasilitas lain sesuai yang diberikan kepada Menteri Negara. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya