Pilkada Langsung Tetap Berlangsung

Kawal Perppu Pilkada Langsung
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Gonjang-ganjing soal pengaturan pemilihan kepala daerah ternyata belum berhenti setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)-nya diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada 20 Januari 2015, DPR  menyetujui Perppu No.1 tentang Pilkada dan Perppu No.2 tentang Pemilihan Daerah menjadi Undang-Undang.

Itu berarti, pelaksanaan pilkada dikembalikan menjadi pilkada langsung. Memang, Perppu ini dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di akhir masa jabatannya dengan tujuan mengatasi krisis politik setelah DPR periode 2009-2014 mengeluarkan UU yang mengatur bahwa pemilihan kepala daerah tidak lagi langsung oleh rakyat, melainkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Entah apa yang ada di benak para wakil rakyat kita di Senayan. Meski menerima secara bulat, segera setelahnya mereka sudah menggodok untuk merevisinya. Rabu, 21 Januari 2015, Komisi II DPR, komisi yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri, telah membahas revisi tersebut.

Soal revisi ini, Komisi II dan pemerintah dalam hal ini Kemendagri dan Kemenkumham, bersepakat agar dapat dituntaskan sebelum masa sidang ke-II DPR 2014-2019 yang berakhir pada akhir bulan Februari 2015. Sejauh ini, hanya Fraksi Partai Demokrat yang tampaknya tidak antusias menyambut gagasan revisi UU tersebut.

Mari kita simak penjelasan anggota Komisi II DPR. Politisi Partai Persatuan Pembangunan, Arwani Thomafi, menuturkan bahwa sebagian besar fraksi memang akan melakukan revisi UU Pilkada hasil disahkannya Perppu kemarin.

“Namun soal poin-poin apa saja, itu akan dibicarakan di internal komisi II dalam seminggu ke depan ini,” kata Arwani di gedung parlemen, Jakarta, Rabu 21 Januari 2015.

Arwani menjelaskan, revisi memang hanya bisa dilakukan setelah Perppu tersebut diundangkan. Setelah disetujui dalam rapat paripurna Selasa lalu itu, UU tersebut masih menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo.

“Normatifnya tentu sah saja masing-masing fraksi mempunyai prioritas usulan perubahan pasal-pasal tertentu,” ujarnya.

Bagaimana pandangan fraksi-fraksi?

Beberapa poin usulan revisi sejumlah fraksi yang dikompilasi tim VIVA.co.id, pada intinya hampir sama. Fraksi Partai Golkar, memandang ada lima persoalan krusial didalam Perppu Pilkada (kini menjadi UU Pilkada), yakni masalah pencalonan, penjadwalan pilkada serentak, tahapan yang sangat panjang, mekanisme penyelesaian sengketa, dan uji publik.

“Agar perppu dapat dijalankan dengan baik dan efektif, maka perlu perbaikan. Namun karena konstitusi hanya beri pilihan setuju atau tidak, maka Fraksi Partai Golkar berpendapat jalan keluar yang paling moderat adalah menyetujui Perppu Nomor 1 dan 2, kemudian UU tersebut harus segera direvisi dan selesai pada masa sidang ini sehingga payung hukum yang ada tidak akan timbulkan permasalahan,” kata Juru bicara Fraksi Partai Golkar di Komisi II DPR, Agung Widiantoro.

Muhammad Yudy Kotouky, Jubir Komisi II Fraksi PKS, menyampaikan ada delapan persoalan dalam Perppu Pilkada yang mesti dibenahi. Antara lain, pengaturan tentang uji publik, syarat pengajuan calon kepala daerah, ambang batas pemenangan pilkada, pencegahan kecurangan, penjadwalan pilkada serentak, disharmoni kepala daerah dan wakil, penyelesaian sengketa hasil, dan pendanaan pilkada.

“Pengaturan baru melalui Perppu juga perlu cermat dan mendalam berkenaan dengan berbagai permasalahan penyelenggaraan pilkada selama ini, antara lain bagaimana mencegah kecurangan pada setiap tahapan khususnya dalam proses rekapitulasi bertingkat, politik uang, politisasi birokrasi, dan potensi kerusuhan/ gangguan keamanan. Hal ini terkait erat dengan rumusan jenis-jenis pelanggaran dan sanksi/ancaman hukumannya baik administratif maupun pidananya serta bagaimana sistem penegakan hukum pilkada yang efektif dan memberi efek jera,” jelasnya.

Fraksi PAN, sebagaimana disampaikan juru bicaranya, Sukiman, mengatakan penyelenggara pilkada disebutkan adalah KPU dan KPU Daerah. Sementara dalam putusan MK Nomor 97 Tahun 2013 menyatakan, pilkada tidak termasuk rezim pemilu. Dengan berlandaskan pada putusan MK itu, maka diartikan bahwa KPU hanya menyelenggarakan pemilu untuk memilih presiden, DPR, DPD, dan DPRD.

“Sementara pilkada bagian dari rezim pemerintahan daerah. Berdasarkan itu, PAN berpendapat DPR harus jadi ujung tombak dalam pembenahan mekanisme dan pemilihan kepala daerah, dan proses penyelesaian sengketa,” katanya.

Dinamika pembahasan

Rapat paripurna pengambilan keputusan itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Agus ini merupakan poitisi Partai Demokrat. Di sana, dia menjabat sebagai wakil ketua umum.

Sesaat setelah Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman membacakan laporan Komisi II, dia meminta pendapat fraksi-fraksi. "Kami akan menanyakan kepada fraksi-fraksi, apakah Perppu No.1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, Perppu No.2 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dapat disetujui menjadi UU?" ujarnya.

Fraksi PDIP menjawab setuju. Golkar juga saat ditanya pimpinan sidang, menjawab setuju. Namun, Golkar memberi catatan agar ini segera direvisi sehingga pilkada berlangsung dengan baik setelah peraturan Undang-Undang diperbaiki. PAN juga menyetujui, namun melalu anggotanya, Sukimin, tetap meminta agar Undang-Undang yang disahkan ini direvisi.

Dari Fraksi Gerindra, menyetujui. Namun, mereka mengingatkan lagi agar pemerintah tidak membuat keputusan yang aneh. Karena pilkada melalui DPRD adalah usulan dari pemerintah.

"Mana mungkin UU diajukan pemerintah, tapi dibatalkan oleh pemerintah sendiri. Lain kali jangan terulang kembali. Ini pelajaran penting buat kita," kata Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani dalam sidang paripurna.

Muzani juga mengaku salut dengan kenegarawanan anggota DPR. Karena sebelumnya, pembahasan UU yang diputuskan pilkada melalui DPRD, diambil dengan voting. Tapi kini, bulat memutuskan pilkada langsung.

Walau begitu, 6 fraksi lainnya yakni PAN, PKB, NasDem, Hanura, PPP dan PKS menyetujui kedua Perppu menjadi Undang-Undang. "Dengan demikian seluruh fraksi dan anggota dewan menyetujui," kata Agus mengetok palu. Putusan ini, dihadiri oleh 442 anggota DPR.

Catatan Kritis

Suara sumbang soal isi Perppu tersebut memang kerap terdengar. Hal itu terekam setidaknya dalam pandangan mini fraksi di Komisi II DPR sebelum bersepakat membawanya ke paripurna.

Fraksi Golkar berpandangan, kedua Perppu ini sudah harus disahkan menjadi UU, sebagai payung hukum pelaksanaan pilkada. Dimana pada tahun 2015 ini, ada 204 daerah yang akan melaksanakan pilkada. Apalagi, 2016, 2018 dan 2020 akan dilaksanakan pilkada langsung secara serentak.

"Terkait masalah calon dan pasangan calon. Pasal 40 menyebutkan calon diajukan berpasangan, namun pasal-pasal berikutnya disebutkan tidak," kata dia.

Golkar juga menyoroti soal lamanya pelaksana tugas (Plt) baik Gubernur, Bupati dan Wali Kota, kalau pilkada serentak itu dilaksanakan. Soal pelantikan juga harus serentak, Golkar menilai, kalau ada yang menang satu putaran dan harus menunggu yang masih dua putaran, juga memakan waktu yang lama. "Hal ini tentu memerlukan kajian mendalam," katanya.

Soal penyelesaian sengketa pilkada, juga dipersoalkan oleh Golkar. Karena, dalam Perppu No.1 tahun 2014 itu, sengketa pilkada diselesaikan melalui Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung. "Tapi MA berpendapat sebaiknya tidak di MA, melainkan ditangani badan khusus di luar pengadilan," katanya.

Soal uji publik, Golkar juga menilai rentan waktunya yang terlalu lama yakni tiga bulan hingga pelaksanaan pilkada. "Hasil uji publik tidak punya konsekuensi apapun. Bukankah hal ini menandakan adanya formalitas belaka," katanya.

Fraksi Nasdem, sebagai partai pendukung pemerintah, juga menilai kedua Perppu ini mempunyai banyak persoalan. Sehingga, saat nanti disahkan pada Paripurna DPR yang direncanakan diajukan pada Selasa 20 Januari 2015 besok, langsung dilakukan revisi.

"Menurut kami juga banyak kelemahan-kelemahan dalam rangka memilih kepala daerah berkualitas dalam melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dan dapat diterima masyarakat. Nasdem membuka diri sebagai fraksi untuk bersama-sama melakukan revisi terhadap Perppu yang telah dijadikan UU nanti," kata Syarif Abdullah Alkadri.

Mendagri Tjahjo Kumolo, mengatakan sudah satu persepsi dengan DPR terutama Komisi II untuk meneruskan Perppu ini menjadi Undang-Undang. "Maka pemerintah menyerahkan sepenuhnya pada DPR dalam mengambil mekanisme persetujuan," katanya.

Terkait dengan beberapa materi yang dianggap perlu direvisi, Menteri Tjahjo mengatakan akan tetap merespon keinginan itu. "Untuk menyelaraskan materi-materi dan muatan tertentu untuk meningkatkan kualitas pilkada," kata Tjahjo.

Persoalan Pilkada ini menjadi polemik setelah DPR periode 2009-2014 menghapuskan pilkada langsung. UU 32/2004 tentang Pemda dipecah mejadi tiga, UU Pemda, UU Pilkada, dan UU Desa.

Koalisi Kekeluargaan Masih Belum Bersifat Final, kata PDIP

Publik bergejolak menentang UU Pilkada yang disahkan oleh DPR di penghujung masa jabatannya kala itu. Ada yang menyalurkan dengan demonstrasi, berkicau di jejaring sosial, hingga melakukan uji materi. Presiden SBY yang juga menjelang lengser menjadi sasaran kekecewaan publik. Misalnya saja, tagar #ShameOnYouSBY.

Tak lama, Presiden SBY mengumumkan penerbitan dua Perppu itu. Ketika itu, dia mengaku terpanggil karena aspirasi rakyat yang begitu besar agar pemilihan kepala daerah tidak dilakukan oleh DPRD, melainkan pemilihan secara langsung oleh rakyat sebagaimana yang telah berjalan.

PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI

Baca juga:

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Hasto Bantah Sering Komunikasi dengan Risma

PDIP sampai saat ini belum memutuskan calon gubernur DKI.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016