Usai Budi Gunawan Tersangka, Ramai-ramai Keroyok KPK

KPK Tetapkan Calon Kapolri Budi Gunawan sebagai Tersangka
Sumber :
  • Antara/Wahyu Putro

VIVA.co.id - Skandal politik menyeruak di tengah polemik penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. Budi Gunawan gagal dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kapolri karena menyandang status tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi sehari sebelum dilakukan fit and proper test di DPR. Budi disangka menerima hadiah atau janji dalam jabatannya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri tahun 2004-2006, serta jabatan-jabatan lainnya.

Penetapan tersangka ini terus menuai polemik. PDIP menjadi partai yang paling keras bereaksi ketika Budi Gunawan batal dilantik karena jadi tersangka di KPK. Maklum, PDIP merupakan partai yang all-out mendukung Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mencium nuansa politis dalam penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka di KPK. Tendensi itu semakin terasa setelah pada Pemilu Presiden 2014 lalu, Abraham aktif berkomunikasi dengan elit PDIP.

Hasto berkisah gamblang mengenai skandal politik ketua KPK itu. Dia menuding, terjadi dendam politis antara Abraham Samad dengan Budi Gunawan. Skandal itu bermula pada saat penetapan calon presiden dan wakil presiden yang hendak diusung oleh PDIP pada tahun lalu.

Abraham pernah beberapa kali melobi PDIP menjelang Pemilu Presiden 2014 lalu, agar bisa menjadi calon wakil presiden pendamping Jokowi. Kala itu, tepatnya di tanggal 19 Mei 2014, PDIP bersama partai koalisi lain yakni, Partai Nasdem, Hanura dan PKPI bersepakat untuk menetapkan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden pendamping Joko Widodo.

"Sekitar pukul 00.00 WIB, saya diperintahkan Pak Jokowi untuk menghadap Abraham Samad, untuk menyampaikan hasil putusan kami. Kala itu, Abraham Samad langsung menyebut bahwa kegagalannya menjadi cawapres disebabkan oleh Budi Gunawan," kata Hasto saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Kamis, 21 Januari 2015.

Mantan Tim Sukses Jokowi-JK itu tak menampik, bila jauh sebelumnya memang ada komunikasi politik antara tim pemenangan Joko Widodo dengan tim dari Abraham Samad untuk menjadikan keduanya sebagai capres dan cawapres.

Menurut dia, komunikasi dengan tim Abraham Samad dilakukan lebih dari lima kali. Pertemuan dengan Abraham dimotori oleh dua oknum yang sama-sama berinisial D. Keduanya mengaku orang dekatnya Abraham Samad. Mereka menawarkan, dan bisa mempertemukan antara elit PDIP dengan Abraham Samad.

"Ide pertemuan dari D, yang menjadi orang dekat Abraham Samad. Saat itu, mana berani kami mengontak ketua KPK. Cuma karena si D ini meyakinkan bisa, maka kami bertemu," ujar Hasto.

Meski sempat menyangsikan tawaran pertemuan tersebut. Namun, setelah pertemuan awal terjadi, akhirnya dia meyakini bila D memang utusan Samad. Apalagi, di pertemuan awal di Capital Residence Jakarta, berkat D, elit PDIP berhasil menemui Ketua KPK Abraham Samad.

"Ada satu lagi inisial D yang menjadi utusan Samad. Tapi D yang satu ini, tidak begitu proaktif. Hanya D yang pertama yang proaktif dan terus melobi kami," ucap Hasto.

Namun setelah dikalkulasi secara politik, nama Abraham Samad terpaksa harus terdepak dari penjaringan calon pendamping Joko Widodo. Kemudian tim bersama partai pendukung sepakat menetapkan pendamping Jokowi dengan Jusuf Kalla.

"Tapi apakah ini ada dendam atau tidak, kami tidak ingin menyimpulkannya. Kami tidak ada kaitannya dengan tendensi apapun. Kami cuma ingin menyampaikan fakta sesungguhnya," beber Hasto.

Abraham terang Hasto, saat itu mengakui bahwa penyebab kegagalan dia menjadi cawapres Jokowi adalah karena Budi Gunawan. Itu diketahui Samad dari hasil penyadapannya terhadap telepon seluler yang dimiliki oleh Hasto Kritiyanto.

"Dia bilang, ya saya sudah tahu karena saya sudah melakukan penyadapan. Yang menyebabkan kegagalan saya menjadi Cawapres adalah Budi Gunawan. Itu yang disampaikan Abraham Samad ke saya," terang Hasto.

Hasto tak mengetahui alasan Samad kenapa menyebut Budi Gunawan sebagai penyebab kegagalnya menjadi pendamping Jokowi saat Pilpres. Padahal, dari hasil kalkulasi politik PDIP, kekuatan suara PDIP yang terbatas memang memaksa PDIP harus berkoalisi dengan partai politik lain.

Kenapa Baru Diungkap?

Politikus PDIP itu menepis anggapan pengungkapan skandal politik Abraham Samad sebagai bentuk serangan balik kepada KPK atas penetapan calon tunggal Kapolri pilihan Jokowi itu. Hasto berdalih, skandal politik itu awalnya tidak direncanakan untuk diungkap ke publik. Namun, sejak ketegangan politik menguat pasca penetapan status tersangka Komjen Budi Gunawan oleh KPK.

Dan kemudian, muncul pernyataan Samad di media yang menyangkal adanya dialog politik perihal tawaran cawapres. Hasto yang mengaku menjadi utusan pertemuan dengan Samad tersebut, akhirnya memilih untuk membeberkannya kepada publik.

"Kami rencananya ingin menutup rapat-rapat pertemuan ini. Tapi sepertinya ketegangan politik menguat antara Presiden, DPR, Polri dan KPK. Jadi saya berinisiatif untuk membuka pertemuan ini. Biar semuanya jelas, bahwa ada indikasi politis dibalik ini semua," kata Hasto.

Hasto membantah, bila pengungkapan skandal politik yang dilakukan Samad dan tim pemenangan PDIP saat Pilpres lalu itu untuk menyelamatkan Komjen Budi Gunawan. Bagi dia, pembeberan ini semata untuk membuka mata publik, bahwa telah terjadi pelanggaran etik yang dilakukan oleh komisioner KPK.

"Kami tidak ada kaitannya dengan apapun. Saya juga tidak ada tendensi apapun. Kami ingin memberi tahu ke publik, bahwa ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh komisioner KPK," terang Hasto.

Mantan Anggota DPR ini tidak main-main dengan ucapannya. Dia mengklaim memiliki sejumlah bukti untuk membuktikan adanya skandal Abraham Samad. "Ada foto-foto dan rekaman CCTV. Kami juga siap bersaksi, bila nanti diminta," ucapnya.

Sebab itu, pihaknya mendesak institusi KPK segera membentuk komisi etik. Yakni komisi yang menangani pelanggaran etik yang dilakukan oleh komisioner KPK. "Harus ada komisi etik. Biar publik tahu bahwa ada seorang komisioner KPK yang ternyata masih mengejar jabatan prestisius seperti wapres dan jaksa agung," kata Hasto.

Lebih dari itu, Hasto meminta Ketua KPK Abraham Samad untuk jujur mengakui pertemuan dengan elit PDIP untuk membahas pencalonan wakil presiden jelang pilpres 2014. Dia menegaskan, apa yang disampaikannya bukan fitnah untuk menjatuhkan Abraham Samad. Apalagi menjatuhkan institusi KPK.

"Dalam situasi KPK yang saat ini begitu besar, alangkah gilanya saya apabila mengatakan ini tanpa keyakinan. Alangkah tololnya saya mempertaruhkan karier politik saya demi kebohongan. Kami siap uji kebohongan, kami ada saksi-saksi hidup," tutur Hasto.

Terlepas dari itu, mantan Sekretaris Tim Pemenangan Jokowi-JK, Andi Widjojanto telah membantah bahwa pada saat pencalonan Pilpres 2014 lalu terjadi pertemuan antara Ketua KPK Abraham Samad dengan tim pemenangan Jokowi.

Namun begitu, Andi yang kini menjabat Sekretaris Kabinet itu tak membantah nama Abraham Samad masuk dalam salah satu kandidat calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi.

"Di tim memang sempat ada nama AS sebagai cawapres, kesulitan kami di tim untuk melakukan evaluasi terhadap kemungkinan Abraham Samad menjadi cawapres adalah tidak dimungkinkannya pertemuan-pertemuan dengan Abraham Samad karena etika kepemimpinan yang ada di KPK," kata Andi di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis 22 Januari 2015. Selengkapnya []

Angka Kecelakaan Menurun Selama Mudik Lebaran, Kapolri dan Anak Buahnya Dapat Apresiasi

Sanggahan KPK

Ketua KPK, Abraham Samad membantah pernah bertemu dengan politikus PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto maupun tim sukses Jokowi untuk membahas tentang pencalonan wakil presiden.

"Dengan tegas Pak Abraham menyampaikan bahwa itu tidak benar," ujar Deputi Pencegahan KPK, Johan Budi SP dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis 22 Januari 2015.

Abraham, kata Johan, secara tegas membantah apa yang dituduhkan Plt Sekjen PDIP itu terhadap dia. "Mengenai pertemuan-pertemuan dengan elite-elite untuk membahas tentang pencapresan itu. Pak Abraham membantah. Itu hanya fitnah belaka. Fitnah itu lebih kejam dari," kata Johan.

Kata Johan, jika ada bukti-bukti mengenai pertemuan dan substansi dari pertemuan itu, Hasto harus menunjukkannya kepada KPK. Sebagai lembaga zero tolerance, Johan menegaskan, KPK pasti akan mengambil langkah-langkah tegas jika ada internal terbukti melanggar.

"Jika tuduhan-tuduhan itu kemudian tidak didasari oleh bukti-bukti, hanya sekedar tuduhan yang lebih kepada fitnah, maka akan kami lakukan langkah-langkah yang diperlukan. Karena Pak Abraham adalah ketua sebuah lembaga," kata Johan.

Saat disinggung apakah nantinya akan ada kemungkinan pembentukan Komite Etik terhadap Abraham Samad, Johan menyebut bahwa hal tersebut terlalu dini untuk disimpulkan. Lantaran, tuduhan yang dialamatkan kepada Abraham Samad, dinilai masih belum jelas.

"Terlalu dini untuk menyimpulkan, karena setahu saya dalam konpers tidak ada bukti-bukti otentik yang disampaikan berkaitan substansi yang diduga ada pertemuan dengan elit PDI-P," ujar Johan.

Johan menambahkan, setelah munculnya kabar ini, pimpinan KPK langsung menggelar pertemuan, sekaligus mengklarifikasi tuduhan Hasto Kristiyanto kepada Abraham Samad. Pada pertemuan itu, Abraham membantah skandal politik yang dibeberkan Hasto.

"Dari wajah pimpinan mereka percaya dengan keterangan Pak Abraham," imbuhnya.

Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin akan berusaha mengklarifikasi pernyataan Plt Sekjen PDIP terkait skandal politik Abraham Samad sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Diantaranya dengan membentuk komite etik KPK untuk mengusut dan mengklarifikasi tuduhan itu.

Politisi Golkar ini enggan berkomentar bila permasalahan ini dikaitkan dengan penetapan Komjen Pol, Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, Sehingga Presiden gagal melantiknya menjadi Kapolri.

Ia meminta permasalahan ini tidak melebar kemana mana. Baginya tugas para penegak hukum jangan dicampur aduk dengan politik.

"Saya meminta aparatur penegak hukum untuk tidak masuk di wilayah politik praktis, karena penegakan hukum harus berdasarkan data dan fakta, yurispudensi. Kami sayangkan kalau ada penegak hukum masuk wilayah politik," kata Aziz.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboebakar Alhabsy juga mendesak agar segera membentuk Komite Etik KPK untuk membuktikan semua tuduhan PDIP. Persoalan ini, katanya, tak sesederhana kasus bocornya sprindik Anas Urbaningrum beberapa waktu lalu.

"Haruslah segera didorong untuk membawa persoalan ini ke komite etik. Karenanya harus mendapatkan skala prioritas untuk segera menyidangkannya," ujarnya.

Lebih dari itu, Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan, Asrul Sanim justru mendesak untuk segera dibentuk Pansus KPK. "Di komisi III keinginan membuat pansus pertemuan Abraham Samad dengan petinggi PDIP sudah kencang," kata Asrul di gedung DPR RI.

"Serangan Balik" Budi Gunawan

Skandal politik Abraham Samad yang diduga aktif bertemu dengan elit PDIP pada Pilpres 2014 lalu terungkap di tengah proses hukum terhadap Budi Gunawan. Bisa jadi tudingan ini juga merupakan salah satu serangan balik pihak-pihak yang tidak terima Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Pengacara Budi Gunawan, Razman Arif Nasution mendampingi masyarakat, melaporkan dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ke Bareskrim Polri, Kamis, 21 Januari 2015. Mereka melaporkan proses hukum yang dilakukan KPK terkait pemblokiran rekening Budi Gunawan dan publikasi rekening yang bersangkutan.

"Mempublish kepada khalayak ramai tentang rekening-rekening yang dimiliki oleh seseorang. Nah ini ancaman hukumannya empat tahun," ujar Razman.

Bahkan setelah berkonsultasi dengan pakar-pakar hukum, pihak Budi Gunawan juga akan memasukan unsur pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan dalam laporannya. "Diekspos di mana-mana di media sosial, itu kita anggap pencemaran. Beliau di mana-mana seolah sudah terjustifikasi, seolah-olah sudah bersalah," terang Razman.

Sehari sebelumnya, Rabu, 20 Januari 2015, Pengacara Budi lebih dulu melaporkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ke Kejaksaan Agung, atas dugaan cacat hukum pada penetapan calon Kapolri itu sebagai tersangka kasus gratifikasi di KPK.

Pengacara Komjen Budi, Razman Arif Nasution meminta Kejaksaan Agung segera memeriksa, dan bila diperlukan langsung menahan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Razman menilai, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka di KPK cacat hukum, karena menurut Undang-Undang KPK, pimpinan KPK berjumlah lima orang.  Jika jumlah ini tidak terpenuhi, bisa mempengaruhi pengambilan keputusan hukum.

"Saat Budi ditetapkan jadi tersangka, Komisioner KPK hanya 4 orang," kata Razman, Rabu 21 Januari 2015.

Pengacara juga mengeluhkan tidak ada prosedur yang jelas dalam penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Sebagai contohnya, alat bukti dan saksi-saksi yang tidak jelas. "Itu jadi salah satu alasan penetapan Budi cacat hukum," tambah Razman.

Selain itu, pengacara juga mempertanyakan proses hukum yang menjerat kliennya secara tiba-tiba. Jika memang Komjen Budi dicurigai menerima gratifikasi, kenapa hal itu tidak diungkap sejak dahulu. Apalagi menurut KPK bukti-buktinya sudah kuat, sehingga ada rentang waktu yang cukup lama. "KPK telah melakukan proses pembiaran," ungkap Budi.

Sebelumnya Divisi Hukum Mabes Polri akan melakukan pendampingan terhadap Komjen Budi Gunawan dalam menghadapi seluruh proses hukum di KPK. Bantuan itu diberikan karena status Budi sebagai perwira Polri aktif yang menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polri.

Selain itu, Divkum Polri juga akan mendampingi Komjen Budi Gunawan dalam mengajukan gugatan praperadilan kepada KPK terkait penetapannya sebagai tersangka. Budi akan mempersoalkan pasal gratifikasi yang disangkakan KPK kepada dia.

"Bantuan ditangani langsung oleh Divkum Mabes Polri, yang punya
kewenangan memberikan bantuan kepada polisi aktif," kata Kadiv Humas
Polri, Irjen Ronny F. Sompie, Selasa 20 Januari 2015.

Selain itu, Mabes Polri juga rencananya akan membentuk tim yang berisi ahli-ahli hukum yang bisa memberikan saran terkait gugatan pra peradilan, yang akan diajukan Budi kepada KPK.

Baca juga:


6 Jenderal Polisi Bintang 4 yang Berasal dari Jawa Tengah, Siapa Saja?

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Menghadiri Halal Bi Halal Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kapolri Sebut Kedewasaan Politik di 2024 Jauh Lebih Baik Dibanding 2019

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menilai siapapun yang memimpin Indonesia harus mewujudkan tujuan bangsa.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024