Kisruh Delay Lion Air, Potret Buruk Manajemen Penerbangan

Maskapai Lion Air
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Delay Lion Air mustinya tak perlu mengejutkan. Maskapai berlambang Singa Merah ini memang sejak lama 'terkenal' dengan penundaan (delay) penerbangan.

Sudah tidak terhitung dengan jari lagi, berapa jumlah delay maskapai berkode terbang JT itu. Bahkan, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pernah menyindir maskapai yang dimiliki anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rusdi Kirana itu.

Saat menggelar konferensi pers terkait kesiapan angkutan Natal dan Tahun Baru pertengahan Desember lalu, dia bertanya ke awak pewarta, pesawat apa yang sering terlambat. "Lion sering ya, kenapa ya?" kata Jonan.

Peristiwa delay Rabu, 18 Februari 2015 yang berimbas pada keterlambatan penerbangan hari ini, merupakan puncak dari rangkaian delay Lion Air dari tahun-tahun lalu.

Sepanjang tahun 2014, Lion Air menunda beberapa penerbangannya. Hanya sekadar menyebut contoh, keterlambatan JT 580 pada 26 Juli 2014. Lalu, di bulan Agustus juga ada keterlambatan. Dan, masih banyak lagi delay lainnya. Rata-rata delay minimal satu jam dari yang dijadwalkan.

"Turbulensi" parah terjadi di September tahun 2013 lalu. Lion Air mengalami 55 delay hanya dalam waktu dua hari. Pada awal bulan yang sama, seorang penumpang membuka paksa pintu darurat lantaran merasa pengap karena pendingin ruangan dalam pesawat tidak berfungsi saat terlambat terbang.

Keterlambatan kembali terjadi pada bulan Oktober. Kala itu Lion delay selama 7 jam. Masih di tahun yang sama, pesawat Lion Air menabrak sapi di landasan Bandara Jalaluddin Gorontalo. Delay terjadi karena maskapai harus memperbaiki pesawat.

Menutupi fakta


Alih-alih mengurangi jumlah delay, sepanjang dua hari ini Singa Merah kembali terlambat. Malah, ratusan penumpang sempat mengamuk dan bahkan sampai menyandera pesawat Lion Air yang terparkir di apron Bandara Soekarno-Hatta. Kericuhan juga terjadi di berbagai Bandara lainnya.

Head of Corporate Secretary Lion Group, Captain Dwiyanto Ambarhidayat, mengatakan awalnya ada tiga pesawat yang mengalami foreign object damage (gangguan benda asing) pada Rabu pagi, 18 Februari 2015. Yaitu, satu pesawat di Semarang dan dua pesawat di Jakarta.

"Ini menyebabkan rentetan jadwal penerbangan Lion menjadi terganggu, terlebih rusaknya tiga pesawat tersebut tepat pada saat musim puncak libur Tahun Baru Imlek," kata Dwiyanto, dalam keterangannya.

Lion Publikasikan 14 Nama Pilot yang Dipecat

Namun, salah satu staf Lion Air yang tak mau namanya dikutip bilang kalau rangkaian delay ini karena ada sembilan pesawat yang rusak. Tak itu saja, kalangan penjual tiket seperti agen, memanfaatkan peak seassons ini untuk menjual tiket sebanyak-banyaknya.

"Kami punya datanya, dan memang dilihat hingga pukul 20.00 nanti penumpang yang beli tiket di niaga masih banyak," ujar sumber itu kepada Nila Chrisna Yulika, jurnalis VIVA.co.id, Jumat 20 Februari 2015.

Parahnya lagi, kata sumber itu, penyebab lainnya karena minimnya kru pesawat. Sempat muncul rumor soal adanya demo karyawan Lion Air yang mengakibatkan delay. Namun, sumber itu tidak memberi jawaban pasti.

Lion Air Pecat 14 Pilot, Dianggap Pembangkang


Manajemen buruk

Apa pun alasannya, yang jelas ratusan penumpang Lion Air terlanjur kesal. Betapa tidak, bukan tidak mungkin acara khusus mereka di kota tujuan terpaksa meleset dari jadwal.

Seperti yang dialami Sunarto. Dia harus rela menjadwal ulang agenda operasi di salah satu rumah sakit di Jakarta. Sebab, Lion Air yang akan ditumpanginya dari Bandara Adi Soemarmo terlambat. "Harusnya saya hari ini sudah di Jakarta untuk operasi. Tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan dari Lion Air," katanya.

Pengamat penerbangan dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Arista Atmadjati menuding kisruh penerbangan Singa Merah lantaran buruknya manajemen. Bukti kacaunya manajemen terlihat dari penanganan penumpang.

Hal ini ditunjukkan dengan tidak tersedianya uang tunai di Bandara ketika ada penundaan penerbangan lebih dari tiga jam.

"Manajemen Lion Air itu sangat buruk. Buruknya, penumpang nggak dikasih makan, nggak dikasih uang Rp300 ribu per penumpang," kata dia.

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No 77, kalau delay penerbangan lebih dari tiga jam, harus ada kompensasi berupa pemberian makanan dan minuman terhadap penumpang dan uang ganti Rp300 ribu per orang. Lalu, kalau penundaan penerbangannya membuat penumpang menginap, harus ada biaya inap yang ditanggung maskapai.

Arista juga heran mengapa tidak ada perwakilan manajemen Lion Air yang menghadapi penumpang. "Pejabat internal pun tidak turun ke lapangan. Yang menghadapi penumpang itu pegawai bawah," kata dia.

Arista menilai Lion Air mengabaikan hak-hak konsumennya. Misalnya, kompensasi kepada penumpang yang sebesar Rp300 ribu harusnya diberikan oleh Lion Air.

Kenyataannya, uang tersebut ditalangi oleh PT Angkasa Pura II, yang menyiapkan dana Rp3 miliar untuk refund tiket penumpang. "Itu Lion Air nggak siap uangnya. Jadi kita bantu ke Angkasa Pura dulu dipenjemin," kata Menteri Jonan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta.

Jonan juga bakal segera memanggil manajemen Singa Merah. Dan yang paling dekat, akan menghentikan izin penerbangan baru Lion Air.

Menhub Baru Harus Sanggup Menghukum Berat Lion Air
Pertajam UU Penerbangan

Keterlambatan penerbangan, tidak bisa diselesaikan dengan pemanggilan manajemen. Arista menyebut perlunya perbaikan mendasar dari sisi aturan penerbangan. Gunanya, untuk kesehatan bisnis maskapai.

UU Penerbangan No 1 Tahun 2009 harus diubah, atau setidaknya ada penambahan pasal. "Dalam regulasi itu ada pasal yang menyebutkan masyarakat bisa mengetahui kondisi manajemen maskapai. Tapi, tidak disebutkan rinci, misalnya, laporan keuangan," katanya.

Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan pada maskapai. Utamanya, soal suku cadang pesawat. Tingginya harga spare part membuat biaya maintenance membengkak. Sektor itu memakan porsi paling banyak pada biaya operasional perusahaan.

"Itu sebabnya asosiasi maskapai (INACA) meminta penghilangan bea masuk spare part. Bea masuk spare part kita itu sangat tinggi, lho. Selisihnya dengan Singapura dan Malaysia itu tujuh persen," kata dia.

Ketua Umun Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariadi Sukamdani, menyebut delay Lion Air itu bakal memukul kelangsungan bisnis. Nama baik juga menjadi pertaruhan. "Kan kalau sampai delay segitu banyak, kan berarti besoknya harus replace kan, kalau segitu massif kan repot," tuturnya.

Efek domino yang dalam bahasa Hariadi disebut delay masif, Arista menimpali, mestinya tak perlu terjadi kalau ada pesawat cadangan. Maskapai harusnya menyediakan pesawat pengganti kalau-kalau ada pesawat yang tiba-tiba rusak.

Jadi, penundaan penerbangan akibat pesawat rusak bisa diminimalisasi. "Maskapai harus ada back up pesawat. Jadi, ada yang stand by untuk jaga-jaga ada pesawat yang rusak," kata Arista.

Memang, Captain Dwiyanto, bilang Lion Air telah mengirimkan enam pesawat cadangan. "Tetapi itu akan membutuhkan waktu karena terkait dokumentasi penerbangannya," kata dia.

Namun nyatanya, Lion Air juga belum mampu 'me-recovery' penerbangannya. Apa sebenarnya yang terjadi pada penerbangan berbiaya murah Singa Merah itu? Haruskah kita bilang, "Aneh rasanya kalau Lion Air tak terlambat...."

Baca Fokus lainnya

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya