Menanti Kesiapan Pilkada Serentak

Pilkada Deli Serdang
Sumber :
  • Antara/ Irsan Mulyadi

VIVA.co.id - Revisi Undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota berjalan mulus di DPR. Dalam rapat paripurna yang digelar DPR, Selasa 17 Februari 2015 lalu, DPR menyepakati sejumlah perbaikan, yang pada pokoknya menyetujui pelaksanaan pilkada serentak Desember 2015 mendatang.

Undang-Undang yang disepakati dewan ini, sebelumnya adalah Perppu Pilkada nomor 1 tahun 2014, yang diusulkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. DPR, kemudian menyepakati menjadi undang-undang dan langsung dilakukan revisi oleh pemerintah dan DPR. Hasil revisi itu, kini disahkan menjadi UU.

Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarul Zaman, Senin 23 Februari 2015, mengatakan UU Pilkada yang baru saja disahkan telah mengatur pelaksanaan pilkada serentak, yang akan dilakukan pada tiga gelombang, termasuk menentukan peserta di tiap-tiap gelombangnya. 

Gelombang pertama, rencananya akan dilaksanakan pada Desember 2015. Gelombang kedua, pada Februari 2017, dan gelombang ketiga pada Juni 2018.

"Tahapannya di dalam undang-undang ada tiga gelombang, menuju pilkada nasional di tahun 2027," kata Rambe kepada VIVA.co.id.

Selanjutnya, kata Rambe, tahapan-tahapan dan penjadwalan teknis pilkada serentak itu nantinya akan diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dengan konsultasi DPR.

Hasto Bantah Sering Komunikasi dengan Risma

Menurut dia, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat ini tengah menyusun aturan itu untuk kemudian dikonsultasikan kepada DPR pada masa sidang ketiga tahun 2015.

"Setelah masa reses 23 Maret nanti, kita akan bertemu KPU dan Bawaslu," ujarnya.

Pada pembahasan revisi di tingkat panitia kerja lalu, Rambe menyatakan, panja berhasil memangkas tahapan panjang pilkada, sebagaimana pada UU Pilkada sebelumnya. Diharapkan, tahapan pilkada serentak nanti dapat dipersingkat, tidak lagi berlangsung 17 bulan.

"Tahapan pilkada menjadi lebih singkat, paling enam-tujuh bulan," terang  dia.

Dalam revisi UU Pilkada itu, DPR sepakat menghapus tahapan uji publik calon. Politikus Golkar itu menilai, tahapan uji publik akan memakan waktu yang cukup lama. Padahal, hasil yang diperoleh tidak begitu signifikan.

Rambe tak menampik muncul perdebatan menarik menyangkut uji publik calon. Partai Demokrat ngotot, agar poin itu tetap dipertahankan, tidak dicabut. Tetapi, pada akhirnya keputusannya berbeda.

"Komisi II dan pemerintah menyepakati proses ini dihapus, karena ini domain parpol yang mengusung calon. Hal ini, parpol, atau gabungan parpol institusi yang melakukan seleksi, atau rekrutmen yang ditawarkan ke masyarakat," ujar Rambe.

Kemudian, pemangkasan pemungutan suara ulang putaran kedua dan penyelesaian sengketa juga dinilai efektif dalam memangkas lamanya pelaksanaan pilkada serentak. Hal ini, sesuai dengan ekspektasi KPU yang sempat mewacanakan pilkada berlangsung September 2015.

Namun, bagi Rambe, KPU tetap melaksanakan pilkada pada Desember 2015, dengan pertimbangan agar semua persiapan dapat dilakukan dengan lebih matang. "PKPU harus benar, anggarannya harus diatur, mulai dari daftar pemilih tetapnya juga harus baik," ujarnya.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menilai, keputusan DPR soal pilkada serentak tahun ini merupakan win-win solution atas keinginan pemerintah dan DPR. "DPR menghargai, kalau pemerintah bertahan pada opsinya," kata Tjahjo, saat ditemui di Gedung DPR.

Dengan disahkannya revisi UU tersebut, maka tahapan-tahapan pilkada dapat segera dilaksanakan. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo berharap pilkada serentak dapat berjalan tahun ini dengan baik. Pelaksanaan pilkada serentak ini dinilai dapat menghemat anggaran.


Koalisi Kekeluargaan Masih Belum Bersifat Final, kata PDIP

Bahas anggaran

Komisi II DPR, tambah Rambe, juga menyoroti kesiapan pelaksanaan pilkada serentak dari aspek anggaran. Karena awalnya, DPR mengusulkan, agar pelaksanaan pilkada dimulai tahapannya pada 2016, dengan pertimbangan kesiapan anggaran.

Namun, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri justru mendorong pelaksanaan pilkada di tahun ini. Mendagri Tjahjo Kumolo, bahkan sudah menjamin akan menyiapkan anggaran pelaksanaan pilkada serentak yang tahapannya dimulai akhir tahun ini.

"Ya (DPR), siap aja. Asalkan, pemerintah bisa mengatur (anggarannya) dengan baik. Anggarannya, duit kita sendiri, bisa diatur dong. Itu jawaban pemerintah," tambahnya.

KPU sebagai pelaksana juga menyatakan siap menyelenggarakan pilkada serentak tahun ini, sesuai UU Nomor 1 Tahun 2015. Ketua KPU Husni Kamil Manik, mengatakan KPU sudah menyiapkan sedikitnya 10 peraturan KPU untuk menerjemahkan UU Pilkada.

Di antaranya, mengatur tentang tahapan, program, dan jadwal pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Kedua, peraturan tentang pemutakhiran dan penetapan daftar pemilih tetap. Kemudian, terkait pencalonan. Keempat, peraturan tentang kampanye, dan terakhir peraturan tentang laporan dana kampanye.

"KPU siap menyelenggarakan pilkada serentak tahun 2015," ujar Husni Kamil beberapa waktu lalu. [Baca: ]

Pada tahapan awal, KPU akan mengumumkan pencalonan di akhir Februari 2015. Dengan begitu, pemungutaan suara pertama akan dapat dilakukan Desember 2015. Pada gelombang pertama pilkada serentak ini akan diikuti sebanyak 204 daerah. Delapan pemilihan gubernur dan 198 bupati wali kota.

"Apabila terjadi putaran kedua, maka itu sudah melampaui tahun 2015. Sementara, perintah dalam UU itu sendiri, penyelenggaraan pilkada itu di 2015. Nah, ini problemnya seperti apa diselesaikan," ujarnya.

Husni tak menampik bahwa persoalan yang masih mengganjal KPU adalah soal anggaran. Menurutnya, pemerintah pusat harus menfasilitasi, sekaligus memastikan anggaran yang akan digunakan oleh KPU dan KPU provinsi. Sebab, ada daerah yang definitif dan daerah otonomi baru.

"Itu harus dipastikan semua sudah menganggarkan dalam APBD (anggaran pendapatan belanja daerah)-nya. Kalau sudah ada semua dasar hukum, fasilitas anggaran, prosesnya akan bisa lancar," terang dia.

Peningkatan anggaran, lanjut Husni, juga berbanding lurung dengan peningkatan kualitas pilkada. Terutama, dalam pola rekrutmen penyelenggara pemilu.

"Kalau kita mau profesional, maka kompensasi terhadap mereka kan harus profesional juga. Tetapi, kalau kita mengharapkan swadaya masyarakat karena anggaran kita sedikit, ya hasilnya juga seperti hasil gotong royong," ujar mantan Ketua KPU Sumatera Barat ini.

PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI

Kesiapan daerah

Pengesahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada ini rupanya sudah dipersiapkan sejumlah daerah. Bahkan, KPU di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota sudah merancang besaran anggaran yang akan digunakan dalam pelaksanaan pilkada serentak.

Sebanyak 16 kabupaten/kota di Jawa Timur, rencananya akan menggelar pilkada serentak tahun ini. Pelaksanaan pesta demokrasi itu diprediksi akan menghabiskan anggaran Rp610,47 miliar. Jumlah dana ini merupakan jumlah keseluruhan dari usulan 16 KPU di Jawa Timur.

Ketua KPU Jawa Timur, Eko Sasmito, mengatakan dana tersebut, termasuk yang terbesar di seluruh Indonesia. Sebab, jumlah daerah di Jatim yang menyelenggarakan pilkada juga terbanyak.

"Jika jadi terlaksana tahun ini, Jatim terbanyak daerah yang melaksanakan pilkada serentak. Hampir sama dengan Jawa Tengah, tetapi anggaran dananya banyak di Jatim," ujar Eko Sasmito kepada VIVA.co.id di kantornya, Rabu 11 Februari 2015.

Sasmito memaparkan, dari 16 kabupaten/kota di Jatim. usulan anggaran terbesar dari KPU Kota Surabaya sebesar Rp71,2 miliar. Urutan nomer dua ada kabupaten Jember Rp70,9 miliar dan usulan anggaran terendah dari kota Blitar sebesar Rp12 miliar. "Dana pilkada kali ini masih diambilkan dari APBD masing-masing kabupaten/kota," tutur Sasmito.

Sementara itu, di Sulawesi Utara, Ketua KPU Sulut, Yessy Momongan, menyampaikan sedikitnya enam kabupaten/kota menggelar pilkada bersamaan dengan Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara. Pilkada serentak ini dilaksanakan pada Desember.

"Soal tanggal past, kita masih akan membahasnya. Yang pasti, bulan Desember," kata Yessy di Manado, Sabtu 21 Februari 2015.

Ia menjelaskan, mekanisme pemilihan tidak berubah, yakni memilih secara paket gubernur/wakil gubernur, wali kota/wakil wali kota, dan bupati/wakil bupati. Di antaranya, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Bolaang Mongondow Selatan, Bolaang Mongondow Timur, Manado, Tomohon, dan Bitung.

Sedangkan anggaran yang sudah diketuk DPRD Sulut untuk pelaksanaan enam pilkada itu mencapai Rp75 miliar. Ketua PDIP Sulut, Olly Dondokambey mengatakan bahwa pelaksanaan pilkada serentak digelar Desember, PDIP sudah siap meraih kemenangan.

"Konsolidasi sudah dilakukan jauh-jauh hari. Ingat, dari 15 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, PDIP itu hampir menguasai setengahnya," ujar Bendahara DPP PDIP ini.

Pemerintah Kota Depok juga sudah siap melaksanakan pilkada serentak Desember 2015. Tak tanggung-tanggung, Pemkot menganggarkan dana senilai Rp50 miliar yang diambil dari APBD untuk pelaksanaan pilkada serentak.

Anggaran ini sudah mencantumkan dana kampanye bagi calon, sosialisasi dan sejumlah kelengkapan penyelenggaraan pilkada lainnya.

"Itu baru hitungan kotor kami dalam rencana anggaran, di mana pilkada digelar satu putaran. Perkiraan biaya itu. termasuk dana kampanye bagi pasangan calon, sosialisasi, logistik, serta hitungan kotor lainnya," ujar Komisioner KPU Depok Divisi Logistik, Humas dan Hubungan Antar Lembaga, Nana Sobarna, Senin 23 Februari 2015.

Kendati demikian, lanjut Nana dalam realisasi anggaran nanti sangat mungkin akan berubah. Bahkan, dana yang dikeluarkan bisa di bawah Rp46 miliar. Sebab, dalam hitungan itu KPU masih memasukkan biaya uji publik bagi bakal calon, termasuk perekrutan dan pembentukan panitia uji publik.



Peradilan khusus

Di samping masalah anggaran, hal lain yang tak kalah penting dalam pelaksanaan pilkada serentak adalah dengan memangkas jenjang penyelesaian sengketa pilkada. Ketua Komisi II, Rambe Kamarul Zaman, berharap dengan sistem suara terbanyak, tidak terlalu banyak perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

"Kita arahkan selesai dari bawah, tidak semuanya di MK (Makhkamah Konsistusi). Ini, Bawaslunya nanti akan menentukan Panwaslu (panitia pengawas pemilu) dan harus dipersiapkan dengan baik," ujar Rambe.

Nantinya, sengketa hasil pilkada akan diselesaikan dalam 45 hari kerja dan proses rekapitulasi. Untuk memangkas waktu, rekapitulasi berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) langsung diserahkan kepada Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK), tidak lagi melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS) . Pemangkasan lainnya, terkait dengan sengketa pencalonan di pengadilan tinggi tata usaha negara.

Wakil Ketua Komisi II, Lukman Edy, menerangkan bahwa untuk sementara waktu, mengingat belum diatur dalam aturan khusus, sengketa pilkada tetap dibawa ke MK. Apalagi, Mahkamah Agung (MA) sudah menyatakan menolak penyelesaian sengketa pilkada. Untuk itu, perlu dibentuk peradilan khusus.

"Sebelum dibentuk Badan Peradilan Khusus tersebut, Undang-undang Pilkada ini mengamanahkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi. Keputusan ini final dan binding (mengikat)," kata Wakil Ketua Komisi II, Lukman Edy, di gedung DPR, Jakarta, Senin 16 Februari 2015.

Namun, untuk sengketa antara calon kepala daerah dengan KPU, nantinya diselesaikan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Namun, sebelum masuk ke pengadilan, akan dilakukan pemeriksaan di bawah.

Hakim Agung MA Bidang Tata Usaha Negara, Supandi, berpandangan perlu dibuat pengadilan khusus yang menangani sengketa pemilihan pemimpin daerah yang sarat kepentingan politik.

"Kita semua berkepentingan mempunyai pengadilan yang berwibawa, terhormat dan dihormati. Jadi, kami tetap ingin dan berdoa hendaknya negara ini punya suatu pengadilan khusus pemilu, yang bernama electoral court, seperti wasit sepakbola," katanya usai rapat dengan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Jumat 9 Januari 2015.

Pengadilan khusus pemilu itu juga perlu dibangun regulasi yang menempatkan putusan hakim sebagai hasil mutlak, tidak dapat diganggu gugat. Dengan begitu, penyelesaian sengketa pemilu lebih efektif. "Jadi, pemilu tidak perlu mengalami hambatan. Sehingga, KPU bisa bekerja dengan tenang," katanya.

Kendati demikian, ia mengaku bahwa saat ini memang belum ada peraturan perundang-undangan yang memayungi usulannya tersebut. Namun, itu bercita-cita usulannya itu bisa terwujud.

"UU-nya belum ada, kami bercita-cita seperti itu. Sebab, kalau (sengketa pemilu) dibawa ke pengadilan, ini kan orang kadang-kadang melakukan pengerahan massa," ujarnya.

Supandi mengungkapkan, menurut konstitusi, demonstrasi dan pengerahan massa untuk memengaruhi keputusan pengadilan itu melanggar konstitusi.
"Kenapa, karena pengadilan adalah lembaga yang bebas dari tekanan pihak mana pun," kata dia. (asp)



Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya