Berdaulat Sambut 'Serbuan' Bos Teknologi

Satya Nadella (tengah) CEO Microsoft dan Bill Gates (kiri)
Sumber :
  • REUTERS/Microsoft
VIVA.co.id
Menanti Awal Baru Twitter di Indonesia
- Indonesia kembali menarik bagi perusahaan teknologi dunia. Akhir bulan ini dijadwalkan dua bos perusahaan teknologi dunia akan berkunjung.
Chief Executive Officer
Buka Kantor di Indonesia, Bos Twitter Temui Pemerintah
(CEO) Microsoft, Satya Nadella dan CEO Twitter, Dick Costolo terkonfirmasi akan menghadiri acara berbeda di Jakarta pada 26 Maret 2015.
Ini Agenda Menkominfo dengan Twitter

Nadella direncanakan mendatangi acara konferensi pengembang Microsoft di gedung Pacific Place, Ritz Carlton, Jakarta. Sementara itu, Costolo akan menggelar temu media di Hotel Shangri-La, Jakarta.

Jadwal kedatangan kedua bos tersebut menegaskan Indonesia penting bagi kedua perusahaan. Sebelumnya, Indonesia juga dibuat heboh dengan kedatangan CEO Facebook, Mark Zuckerberg pada Oktober tahun lalu. Saat itu, heboh, karena kedatangan Zuckerberg itu terkesan mendadak dan tanpa kabar resmi sebelumnya.

Nah, berbeda dengan bos Facebook itu, informasi kedatangan dan agenda Nadella dan Costolo telah muncul secara resmi. Undangan tentang acara kedua bos itu sudah tersebar ke media.

Pada undangan tercantum, Nadella akan bertatap muka dengan 500 pengembang Indonesia dalam acara bertajuk "Developer Conference". Agenda temu pengembang ini juga akan menghadirkan Joe Wilson, Worldwide General Manager Evangelism dan Eleni Rachaniotou, Business Manager, Field Acceleration and Support, yang akan menjadi pembicara kunci dengan topik "The Power of Developers".

Sementara itu, agenda bos Twitter akan memaparkan rencana Twitter di Indonesia. Sebagaimana diketahui, pada 5 Maret lalu, situs mikroblog itu telah resmi membuka kantor di Indonesia. Kepastian itu dikonfirmasi melalui akun Twitter Indonesia, @TwitterID.

Menanggapi agenda kedua bos tersebut di luar agenda utama, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Ismail Cawidu, mengungkapkan bos Microsoft dipastikan tidak akan menyambangi kantor Kominfo, dikarenakan jadwal yang sangat padat.

"Nadella hanya akan berkunjung ke Kantor Presiden, acara developers conference di Jakarta. Tidak ada kunjungan ke kantor Kominfo, karena waktunya sangat singkat," ujar Ismail dalam pesan singkatnya kepada VIVA.co.id, Jumat, 13 Maret 2015.

Meski tak akan mampir ke kantor Kominfo, dijelaskan Ismail, kunjungan Nadella ke Istana Presiden kemungkinan akan ditemani beberapa menteri terkait, salah satunya Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara.

Berbeda dengan bos Microsoft, bos Twitter malah akan bertamu ke Kominfo. Ismail menjelaskan, kedatangannya ini akan membahas soal pembukaan kantor bagi situs mikroblog itu di Indonesia.

"Tapi, soal tanggal pertemuannya, belum pasti kapan, tanggal 26 Maret atau kapan," kata dia.

Aplikasi bencana

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengakui bos Twitter akan bertemu dengan dia.

Chief RA, begitu Rudiantara biasa disapa, menjelaskan pertemuan itu tidak hanya dijadikan Costolo untuk meminta restu kepada pemerintah Indonesia, soal dibukanya kantor Twitter di Indonesia saja. Temu itu akan membahas urusan tentang bencana alam.

"Ada beberapa hal yang saya usulkan antara lain untuk membuat disaster alert system. (Karena) Twitter itu bisa di-cluster berdasarkan wilayah, sehingga kalau nanti kita ada alert tentang bencana gunung meletus, banjir atau apa di daerah tertentu," ujar dia kepada VIVA.co.id, Jumat malam, 13 Maret 2013.

Rudiantara menambahkan, mengenai disaster alert system ini akan dilakukan kerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan lembaga terkait lainnya.

"Jadi, bagaimana memanfaatkan Twitter tidak hanya media sosial seperti saat ini, tapi yang bisa lebih positif," imbuh mantan petinggi di berbagai operator telekomunikasi ini.

Analogi "pencuri ikan"

Kedatangan bos-bos perusahaan teknologi tersebut juga memantik komentar Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi.

Ia sangat berharap pemerintah Indonesia tak mabuk dan terlena dengan kedatangan dua bos tersebut. Pemerintah Indonesia jangan puas hanya melihat perusahaan teknologi mendirikan kantor mereka di Indonesia.

"Jadi, mereka itu jangan hanya jadikan Indonesia sebagai konstituen, pengguna rasakan manfaat mereka, tapi secara finansial dan value mereka yang rasakan," kata Heru dihubungi VIVA.co.id, Jumat 13 Maret 2015.

Jika Indonesia hanya dimanfaatkan pasarnya oleh perusahaan teknologi dunia, Heru menganalogikan dengan praktik pencurian ikan (ilegal fishing) di perairan Indonesia.

"Jadi, mereka masuk, cari ikan dan bawa pulang ikan. Nggak mau buka kantor, hanya memasarkan dan mencari iklan, nggak bayar pajak ke sini," ujar dia.

Justru, kata dia, Indonesia harus mampu menaklukkan Twitter dan Microsoft agar mendukung kepentingan pembangunan di Indonesia.

Heru menyebutkan setidaknya setelah mendirikan kantor, perusahaan teknologi bisa menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan di Indonesia. Misalnya, mengembangkan aplikasi khusus untuk dipakai dan dipromosikan perusahaan tersebut.

Setelah itu, pemerintah harus bisa menekan perusahaan teknologi agar menanamkan pusat data (data center) mereka di Indonesia. Khusus penanaman pusat data, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, sudah memasuki waktu eksekusi untuk menanamkan pusat data di Indonesia.

"Pemerintah harus pintar-pintar sampaikan hal itu ke mereka, sampaikan hal itu secara terbuka ke publik. Pemerintah harus tegas sampaikan keinginan dan kepentingan nasionalnya," kata mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dua periode itu.

Sikap percaya diri di depan perusahaan teknologi dunia, menurut Heru, beralasan. Sebagai pasar yang besar dan seksi bagi perusahaan teknologi dunia, Indonesia memiliki posisi tawar tinggi di hadapan bos teknologi tersebut.

"Mereka kan yang butuh ke sini juga. Mereka yang butuh kita. Makanya kita perlu keseriusan mereka, misalnya langsung bikin MoU kerja sama, disampaikan kepada publik. Jika mereka batalkan kesepakatan, mereka bakal malu," ujar pria berkacamata itu.

Dibohongi Facebook?

Heru meminta pemerintah bisa berkaca dan belajar pada kedatangan bos Facebook pada tahun lalu. Menurut dia, kedatangan Zuckerberg tahun lalu tidak menjanjikan manfaat nyata kepada pengembangan pembangunan dan teknologi di Indonesia. Alih-alih membantu membangun jaringan, Facebook malah hanya mengurusi soal aplikasi.

"Jangan seperti ketemu bos Facebook, kita dibohongin. Dia ngomong pengen akan internet cepat, nanam jaringan enggak, ternyata buat aplikasi saja. Nggak ada untungnya," tuturnya.

Dalam konteks posisi tawar dengan perusahaan teknologi dunia itu, ia berpandangan Indonesia harus tegas sebagai negara berdaulat.

Tapi, Heru menyadari, untuk galak dan menaikkan posisi tawar di hadapan perusahaan teknologi, tantangannya justru dari publik di dalam negeri. Jika pemerintah sedikit galak, justru masyarakat yang mencibir dan gencar mengkritik pemerintah dengan dalih tak melihat kebutuhan masyarakat luas dan sebagainya.

Bahkan, Heru mensinyalir perusahaan teknologi dunia memobilisasi masyarakat untuk memprotes ke pemerintah. "Mereka intensif berikan dana agar publik pro ke mereka. Ada orang tertentu menggerakkan masyarakat untuk melawan kepentingan nasional," kata dia.

Posisi tawar lemah pemerintah juga bisa dilihat dari kasus pemblokiran situs berbagi video, Vimeo.

Memang pemerintah sudah memblokir sejak tahun lalu, namun hingga kini situs asal Amerika Serikat itu alot untuk memenuhi permintaan pemerintah agar memblokir konten porno dalam situs tersebut.

"Bargaining (nilai tawar pemerintah) lemah. Masyarakat justru kencang protes. Kasus Vimeo itu kan kepentingan asing, mereka nggak kooperatif ya sudah ya," kata dia.

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya