Kemenangan Netanyahu dan Matinya Proses Perdamaian

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Sumber :
  • REUTERS/Amir Cohen

VIVA.co.id - Pupus sudah harapan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama untuk menyelesaikan proses perdamaian di Timur Tengah, dalam masa pemerintahannya yang hanya tersisa kurang dari dua tahun.

dalam pemilu Israel, Rabu, 18 Maret 2015, sekaligus menjadi kepastian bahwa tidak bakal ada kelanjutan, untuk pembicaraan damai Israel dan Palestina.

Itu diperjelas dalam pidato terakhir Netanyahu, sehari sebelum pelaksanaan pemungutan suara, Selasa, 17 Maret.

Ada serangkaian janji lain yang dibuat Netanyahu, dalam beberapa hari jelang pemilu, seperti rencana membangun lebih banyak pemukiman Yahudi pada wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat.

Sekalipun tidak mengakuinya secara terbuka, tapi Obama diyakini berharap Netanyahu kalah dalam pemilu. Kemenangan Likud jelas diluar prediksi, memperlihatkan perubahan situasi yang dramatis.

Padahal berbagai jajak pendapat, dalam beberapa hari jelang pemilu, yang dipimpin Isaac Herzog, yang akan menjadi wajah baru dalam politik Israel.

Bagi Obama, pemimpin alternatif atau baru di Israel jelas lebih menarik. Dia berharap adanya PM baru, yang lebih reseptif pada tuntutan untuk membatasi pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat.

Pemilu Israel

Pemilu di Israel, Selasa, 17 Maret, digelar , sebagai upaya Netanyahu menyingkirkan pihak-pihak yang dianggap bertentangan dengannya.

Netanyahu mengumumkan pemilu pada 3 Desember 2014, sehari setelah , yaitu Menteri Hukum Tzipi Livni dan Menteri Keuangan Yair Lapid.

"Saya tidak akan memberi toleransi lagi, sikap bertentangan di pemerintah," ucap Netanyahu, yang berdalih bahwa mustahil baginya untuk tetap memimpin koalisi saat itu.

Pemecatan itu terjadi beberapa bulan setelah Livni mengecam , yang menetapkan status Israel sebagai negara-bangsa orang-orang Yahudi.

UU yang diratifikasi Knesset pada akhir November 2014 itu, juga mengatur perluasan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan, serta menutup kemungkinan dibentuknya negara Palestina.

Livni mengecam RUU itu, yang dinilainya memperlihatkan bahwa Israel mengabaikan hukum internasional, melanggar perjanjian yang sebelumnya telah disepakati Israel.

Pada pemilu, Selasa, Livni yang memimpin partai Hatnuah membentuk koalisi Serikat Zionis, dengan pemimpin Partai Buruh Isaac Herzog.

Netanyahu-Obama

mengindikasikan ketegangan setelah Netanyahu memanfaatkan proses negosiasi nuklir Iran yang sedang berjalan, untuk memicu sentimen kubu ultranasionalis dan religius Yahudi.

, bukan tanpa alasan. Perolehan suaranya, Rabu, menjadi bukti jajak pendapat orang Yahudi terhadap Obama, dua tahun silam.

Pada Maret 2013, . Logis jika kemudian Netanyahu, secara terbuka menunjukkan dirinya tidak membutuhkan dukungan dari pemerintahan Obama.

Apalagi saat ini Kongres AS, baik DPR maupun Senat, telah dikuasai oleh kubu Republik. Selain dapat menjegal kebijakan Obama, Republik juga berpeluang memenangkan pilpres pada 2016.

Bukan hanya Republik, sebagian kubu Demokrat pun mendukung undangan pada Netanyahu, untuk menyampaikan , pada 3 Maret lalu.

Sehingga pendapat kubu oposisi Israel, bahwa sikap Netanyahu akan membuat Israel mendapat tekanan internasional, tidak dapat meyakinkan pemilih untuk mengalihkan dukungan.

Tidak ada negara yang dapat menekan Israel, selama AS memberikan dukungan penuh. Ketegangan Obama-Netanyahu pun, tidak mengindikasikan berkurangnya upaya AS melindungi Israel.

JK: 'Malang Message', Pesan Damai untuk Dunia

Tekanan Internasional

Sejak mengumumkan percepatan pemilu, Desember 2014, Netanyahu mengirimkan pesan yang jelas dalam semua pidatonya. Bahwa hanya dia yang dapat berdiri tegas, menghadapi ancaman kelompok Islam.

Baik itu Iran, Hizbullah, Hamas, maupun ISIS. Retorika Netanyahu berdampak besar pada opini publik, serta terbukti menjadi faktor penting kemenangannya dalam pemilu.

Beberapa negara Uni Eropa, seakan memperlihatkan dukungan pada Israel dengan memberikan pengakuan pada Palestina sebagai negara, pada 2014, yang dilihat sekilas sebagai meningkatnya tekanan internasional.

Kubu oposisi menyebutnya kegagalan pemerintahan Netanyahu. Namun tekanan itu tetap tidak berarti, perubahan apa pun di Israel membutuhkan dukungan dari AS.

Sikap AS terlihat dalam pernyataan Menlu AS John Kerry, beberapa hari jelang voting di Dewan Keamanan, 30 Desember 2014, atas resolusi yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel di Tepi Barat.

Kerry mengatakan AS tidak akan membiarkan lolosnya resolusi. AS akan selalu melindungi Israel, apa pun yang terjadi, sekali pun itu ketegangan antara Obama dan Netanyahu.

Tekanan terhadap Israel, justru hanya menguntungkan Netanyahu yang tengah memainkan strategi intimidasi. Memperkuat retorika Netanyahu tentang ancaman keamanan bagi Israel.

Retorika Netanyahu


Sekalipun Uni Eropa serius dalam tekanannya pada Israel, tidak akan pernah terjadi skenario pemberian sanksi seperti dialami Korea Utara (Korut), Iran dan Rusia, selama AS bertindak sebagai pelindung.

Tekanan Eropa tidak membuat orang Israel berubah pikiran, memperlunak sikap dalam proses perdamaian dengan Palestina. Justru sebaliknya, mendukung pendudukan Israel atas Palestina.

Dukungan Washington untuk Netanyahu dan semua kebijakannya, menjadi bukti bagi publik Israel bahwa hanya Netanyahu, yang dapat berlaku apa pun atas Palestina, tanpa merusak citra Israel di arena internasional.

Publik Israel sadar, bahwa pendudukan wilayah Palestina akan menambah ancaman bagi mereka. Tekanan Eropa menambah kesadaran mereka, tentang konsekuensi itu.

Mereka pun menerima retorika Netanyahu, bahwa dengan membiarkan berdirinya negara Palestina, akan berisiko membuat Isreal terbuka atas serangan oleh kelompok Islam.

Netanyahu berhasil meyakinkan, bahwa solusi dua negara yang ditawarkan dalam negosiasi perdamaian Israel-Palestina, akan menjadi ancaman bagi keamanan Israel.

Total 8,3 juta penduduk Israel saat ini, satu juta orang diantaranya menempati pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Mereka jelas enggan jika harus pindah, dengan berdirinya negara Palestina.

"Ini tidak akan menjadi perkembangan yang diharapkan, dan saya menduga akan mengganggu strategi pemerintah (Obama), untuk mengembalikan proses perdamaian," kata Robert Danin, mantan wakil Menlu AS.

Professor Clive Jones, ketua pusat studi Timur Tengah dan politik internasional Universitas Leeds, mengatakan tidak ada harapan untuk berlanjutnya proses damai, jika Likud kembali menguasai pemerintahan.

Janji Netanyahu untuk menjegal berdirinya negara Palestina, serta menambah pemukiman Yahudi, memastikan matinya solusi dua negara, yang ditawarkan dalam negosiasi perdamaian Israel-Palestina.

Seorang pejabat senior Palestina, Rabu, mengatakan hasil pemilu memperlihatkan tidak ada mitra Palestina di Israel. Tapi belum ada respon resmi dari Otoritas Palestina, atas kemenangan Netanyahu.

Sumber yang dekat dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan dia akan menunggu hingga ada hasil akhir, dengan terbentuknya koalisi pemerintahan baru Israel.

Jika Netanyahu membentuk pemerintahan sayap kanan, maka Palestina diyakini akan melanjutkan upaya mereka, untuk mendapatkan pengakuan melalui jalur internasional.

Pejabat Palestina mengatakan, komunitas Internasional harus mengerti dan tidak terus membela Netanyahu dan kebijakannya. (umi)

Menlu RI dan Iran Sepakat Dialog Inklusif untuk Timur Tengah
![vivamore=" Baca Juga
Kali Ini, Israel dan Palestina 'Bentrok' di Al Aqsa
:"]



[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya