Hukuman Mati Kedua Gembong Freddy Budiman

Mendiang Fredi Budiman, terpidana mati kasus narkoba.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhammad Iqbal

VIVA.co.id - Rapatnya jeruji besi penjara Nusakambangan, rupanya tak menyurutkan Freddy Budiman untuk kembali menjadi dalang peredaran narkoba jaringan internasional. Gembong narkoba kelas kakap ini mengendalikan jaringan penyelundupan 50 ribu butir ekstasi dari Belanda dan 800 gram shabu dari Pakistan ke Indonesia.

Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri kembali mengendus jejak Freddy Budiman dalam peredaran narkoba internasional. Freddy dijemput Bareskrim Polri dari selnya di Nusakambangan Kamis pekan lalu, 9 April 2015.

Tim Investigasi Freddy Budiman Akan Periksa Polisi dan Sipir

Penjemputan ini begitu mengejutkan, sebab lama tak terdengar kabarnya, Freddy Budiman yang separuh rambutnya di bagian atas dicat pirang itu dijemput aparat kepolisian dengan menggunakan pesawat khusus milik kepolisian, lengkap kawalan aparat bersenjata lengkap, bak terduga teroris.

Freddy langsung digelandang tim penyidik Direktorat IV Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri di Cawang, Jakarta Timur, untuk menjalani pemeriksaan intensif. Tak lama setelah Freddy dibawa ke Jakarta, tim penyidik yang dipimpin AKBP Christian Siagian menggeledah Lapas Cipinang dan Lapas Salemba.

Di Lapas Cipinang, Jakarta Timur, penyidik berhasil mengamankan satu orang tersangka atas nama Andre Samsul, bersama barang bukti berupa 122 lembar CC4, serta sabu 0,69 gram, 10 telepon gengam, satu buku tabungan, dan satu timbangan. AKBP Christian mengatakan, tersangka yang ditangkap merupakan jaringan dari gembong narkoba Freddy Budiman.

"Kami menemukan narkoba jenis baru CC4, jenis ini yang belum ada di undang-undang dan baru ditemukan di dalam LP cipinang. Penangkapan ini juga rangkaian dari penangkapan gembong narkoba Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan," ujar Christian, Jumat 10 April 201

Sedangkan di Lapas Salemba, Jakarta Pusat, tim penyidik narkoba Bareskrim Polri membawa seorang napi yang terlibat penyelundupan narkoba atas nama Cecep Setiawan, alias Asiong dan Kim yang merupakan warga negara Singapura. Mereka diketahui membuat pabrik narkoba di dalam lapas.

Pengungkapan kasus ini sebenarnya bermula dari penangkapan orang-orang yang diduga kaki tangan Freddy di tiga lokasi, yakni Perumahan Central Park, Cikarang Utara, Bekasi, Perumahan Graha Cikarang Blok D 15, serta rumah di Jl. Cempaka Lestari, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Penangkapan ini terjadi beberapa hari, sebelum penggeledahan di Lapas Cipinang dan Salemba.

Dari penangkapan di tiga lokasi itu kemudian dikembangkan penyidik dengan menggeledah sebuah ruko yang merupakan pabrik konveksi di Cengkareng, Jakarta Barat, diduga sebagai pabrik pembuatan ekstasi. Polisi menyita satu unit mesin pembuat ekstasi, bahan baku ekstasi, juga narkotika jenis CC4, serta 50 ribu butir ekstasi.

Kiprah Freddy Budiman dalam penyelundupan narkoba jaringan internasional dari balik penjara, bukan yang pertama. Kasus serupa juga pernah dilakukan Freddy pada 2012 silam. Freddy yang tengah mendekam di LP Cipinang, terbukti mengatur penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi yang diimpor dari China.

Pengungkapan kasusnya bermula, dari kaki tangannya yang ditangkap aparat BNN ketika hendak menyelundupkan 1,4 juta butir ekstasi dari China. Dari penangkapan itu terungkap bahwa penyelundupan barang haram itu atas perintah Freddy Budiman.

Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Senin 15 Juli 2013, akhirnya menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Freddy Budiman. Hakim, bahkan mencabut tujuh hak Freddy. Salah satunya adalah hak untuk berkomunikasi dengan perangkat gadget apa pun.

Mahkamah Agung juga menguatkan putusan PN Jakbar, dengan menolak Kasasi yang diajukan Freddy Budiman. Ketua majelis Dr. Artidjo Alkostar dengan anggota Prof. Dr. Surya Jaya dan Sri Murwahyuni. Dengan demikian, proses eksekusi mati terhadap Freddy dapat segera dilakukan.

Terancam hukuman ati

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal, Budi Waseso, Selasa, 14 April 2015, mengatakan penyidik narkoba Bareskrim Polri berhasil membongkar laboratorium rahasia milik gembong narkoba yang juga terpidana mati, Freddy Budiman di Ruko CBD Mutiara, Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat.

Dalam ruko tersebut, ditemukan banyak sekali barang bukti narkoba yang dalam proses pembutan hingga sudah menjadi kemasan dan siap kirim. Yang paling mengejutkan pihak kepolisian adalah ditemukannya narkoba jenis baru bernama CC4.

Haris Azhar Tolak Bergabung di Tim Investigasi Testimoni

Menurut Budi Waseso, narkoba jenis CC4 ini didatangkan langsung dari luar negeri. [Baca: ]

"Jadi, ini pengirimannya dari luar negeri dan kita sudah amankan beberapa orang. Enam di antaranya sudah ditangkap, satu lagi masih DPO (daftar pencarian orang), karena berada di Belanda," ujar Budi Waseso di Taman Palem Cengkareng, Jakarta Barat.

Barang bukti yang disita berupa 50 ribu butir ekstasi yang diduga dari Belanda, 800 gram shabu diduga dari Pakistan, 122 lembar narkotika berbentuk perangko (CC4) diduga dari Belgia, 20 buah handphone, satu buah mesin cetak ekstasi, satu buah tabung reaksi, 25 kilogram bahan baku ekstasi.

Selain itu, satu kilogram bahan pewarna, 10 kilogram bahan pelarut, satu buah timbangan digital, satu buah timbangan manual, satu buah alat pemanas, satu buah alat pendingin, satu gulungan alumunium foil.

Budi menyoroti peredaran narkoba ini, karena dikendalikan oleh narapidana yang tengah menjalani proses hukum di lembaga pemasyarakatan. Salah satunya, melibatkan gembong narkoba yang sudah divonis mati, Freddy Budiman. "Pelakunya orang-orang lama dan kami ikuti selama dua bulan, akhirnya terungkap," jelas dia.

Budi Waseso menegaskan, Bareskrim Polri akan mempertimbangkan untuk menjerat para pelaku dengan ancaman hukuman maksimal, termasuk oknum di lapas yang membantu Freddy mengendalikan narkotika. Bahkan, hukuman para pelaku saat ini akan lebih berat dari ancaman kasus narkotika sebelumnya.

"Ini pasti kita lakukan. Bagaimana pun, kalau pelaku tidak diberikan hukuman maksimal, tidak ada efek jera dan ini akan berkembang terus," ujar Budi.

Sementara itu, terkait desakan agar Freddy Budiman segera dieksekusi mati, mantan Kapolda Gorontalo ini menegaskan bahwa Freddy Budiman segera dieksekusi mati. Namun, untuk saat ini, polisi masih membutuhkan keterangannya untuk mengungkap jaringan narkotika internasional yang dipimpin Freddy Budiman.

"Karena ada kemungkinan yang kita ungkap jaringan melibatkan beberapa oknum. Insya Allah, oknum petugas yang mendalangi, memperlancar, membantu terjadinya peredaran ini, perbuatannya, pabriknya, akan kita lakukan tindakan," kata Budi.

Laporan Pencemaran Nama Baik oleh Haris Azhar Ditunda

Meski begitu, kepolisian juga sudah membekukan sejumlah aset milik Freddy Budiman yang diduga hasil dari bisnis narkoba. Sebagian besar harta kekayaan Freddy telah diinvestasikan ke berbagai unit bisnis lainnya, salah satu unit bisnis yang teridentifikasi polisi ialah Bali Kuta Residence di Pulau Bali.

Freddy juga memiliki sejumlah rumah mewah dan sebuah pabrik peracikan narkotika jenis ekstasi di wilayah Jakarta Barat. Namun, kini semua aset itu sudah berpindah tangan, karena polisi menyitanya sebagai barang bukti kasus peredaran narkotika.

"Sejauh ini, kita sudah sita aset tersangka Rp80 miliar. Itu belum termasuk tabungan ya," kata dia.

Budi menduga jaringan internasional Freddy kemungkinan tidak dikendalikan dia sendiri. "Yah, semuanya bukan dia sendiri, ada kepemilikan modal. Modal sementara diketahui dari Freddy sendiri dan keluarganya, karena pabrik ini punya Freddy kan, dirinya kebetulan juga pengendali jaringan ini di lapas," lanjutnya.

Dalam kasus peredaran narkotika jaringan internasional, Direktorat Narkoba Mabes Polri berhasil menetapkan 12 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Freddy Budiman, Yanto, Aries, Latif, Gimo, Asun, Henny, Riski, Hadi, Kimung, Andre, dan Asiong.

Mereka diancam Pasal 114 juncto Pasal 132 UU Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, atau kurungan penjara seumur hidup. Bagi Freddy Budiman, ancaman hukuman mati ini adalah yang kedua kalinya, setelah vonis mati dia terima pada 2013 lalu.

Tuntutan jaringan

Freddy Budiman mengakui, aksinya kali ini mengendalikan peredaran ekstasi dan narkoba jenis baru CC4 dari balik penjara, karena tuntutan dari jaringan narkoba internasional yang selama ini ia ikut didalamnya. Freddy tak kuasa menolak, padahal telah divonis mati 2013 lalu, dia telah berjanji tidak akan kembali ke bisnis haram ini.

"Jaringan saya menuntut saya untuk ikut terus. Mungkin, karena mereka melihat saya ini terpidana mati. Kedua, mungkin mereka tidak memiliki orang selain saya. Jadi, mereka menuntut saya untuk ikut lagi. Saya juga punya kebutuhan yang harus saya cukupin. Jadi, saya ambil langkah cepat ini," kata Freddy dalam wawancara khusus bersama tvOne.

Lagi pula, terang Freddy, nasibnya di penjara saat ini tidak diketahui ujungnya. Bagi terpidana mati yang telah berkelakuan baik juga tidak memperoleh reward (imbalan) apa pun dari pemerintah. "Kalau saya lihat, apa yang didapat bila terpidana mati yang berkelakuan baik?" ujarnya.

Terlepas dari itu, Freddy telah mengakui semua perbuatannya. Dia, bahkan sengaja mengulangi perbuatannya itu, meskipun diisolasi selama satu tahun di Nusakambangan. Setelah keluar dari sel isolasi, Freddy melihat adanya celah untuk berkomunikasi dengan jaringannya yang ada di luar.

"Saya lihat celahnya dari wartel. Saya menggunakan wartel khusus pemasyarakatan. Ssaya dapat komunikasi dari yang ada di Belanda dan Indonesia," ujar Freddy.

Celah ini yang kemudian dipertanyakan, bagaimana sebenarnya pengawasan di Lapas Batu Nusakambangan. Walau ada pengawasan, namun Freddy menyangsikan pengawasan yang dilakukan pihak lapas. "Nyatanya, saya bisa lakukan," katanya.

Freddy begitu leluasa mengendalikan jaringan narkoba internasional dari Nusakambangan. Dalam beberapa bulan terakhir, dia, bahkan bebas berkomunikasi dengan jaringannya yang ada di Indonesia dan Belanda menggunakan telepon genggam dari dalam lapas.

Dia dibantu oleh kaki tangannya yang berada di luar lapas, termasuk adiknya, Latif, yang juga direkrut untuk mengurusi transfer keuangan. Namun, Freddy menepis bahwa kaki tangannya di luar sana mencapai belasan orang. Dia hanya mempekerjakan beberapa orang saja.

"Sebenarnya, menjerat 14 orang itu tidak. Saya cuma mempekerjakan 4-5 orang. Yang lain-lain, mungkin kena dampak dari kegiatan narkoba," terang Freddy. Ada pun dua orang yang ditangkap di Lapas Cipinang dan Salemba hanya sebagai marketing di dalam lapas.

Freddy memesan 50 ribu butir ekstasi dari Belanda, melalui seseorang bernama Boncel, yang kini masuk dalam daftar buron, dengan pengiriman melalui jalur baru, tidak langsung dari Belanda ke Indonesia, tapi melalui Jerman baru dibawa ke Indonesia.

"Iya. Saat itu, dia (Boncel) menawarkan barang, ekstasi dan sejenisnya untuk dikirimkan ke Indonesia, tetapi melalui Jerman," ungkapnya.

Pria yang juga pernah dipidana kasus pencopetan ini tak menampik mengedarkan narkoba jenis baru yakni CC4 di Indonesia. Menurut Freddy, narkoba jenis CC4 itu dia dapatkan dari Eropa. "Itu penemuan dari Eropa. Mereka melakukan penelitian dan dijadikan narkoba jenis prangko," kata Freddy.

Tadinya, bila puluhan ribu butir ekstasi itu berhasil lolos, dari pabrik ekstasi yang dia miliki di Cengkareng, Jakarta Barat itu, Freddy dengan bantuan kaki tangannya dapat memproduksi sendiri ekstasi dan CC4 untuk diedarkan di Indonesia. Dengan asumsi, 50 ribu butir ekstasi akan habis terjual selama 10 hari.

"Beberapa jenis baru yang akan diproduksi di Indonesia juga ada," tegasnya. [Baca: ]

Dua kali tertangkap mengendalikan peredaran narkoba dari penjara, Freddy meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Pria yang sempat dekat dengan sejumlah wanita cantik ini mengakui, akibat perbuatannya yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkoba.

"Saya pribadi minta maaf kepada masyarakat Indonesia atas tingkah laku dan keburukan saya dalam dunia narkoba di Indonesia," ujar Freddy Budiman yang kini mengaku tak lagi mengonsumsi narkoba dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. (asp)

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya