Misi Manusia Injak Tanah Planet Merah

Sumber :
  • 21stcentech.com

VIVA.co.id - Planet Mars telah beberapa dekade menarik minat para peneliti dan astronom dunia. Tak heran, berbagai penelitian dan misi diluncurkan untuk mempelajari planet tetangga Bumi tersebut.

Berbagai badan antariksa negara dunia telah meluncurkan misi ke Mars sejak 1970-an. Selama empat dekade, Uni Soviet/Rusia, Amerika Serikat, dan Eropa sudah meluncurkan misi ke Mars.

Misi NASA ke Mars Dianggap Bunuh Diri

Data menunjukkan, dari total 16 upaya misi Planet Mars tiga entitas negara itu sejak 1971 hingga 2012, tercatat 6 misi berhasil. Dan semua misi yang berhasil adalah misi dari Amerika Serikat.

Keberhasilan Amerika Serikat melalui badan antariksanya, NASA, juga membuka awal misi eksplorasi lanjutan ke Planet Merah tersebut. Salah satu pencapaian terbaik dari NASA dalam misi Mars sejauh ini adalah menempatkan kendaraan robotiknya di permukaan Mars.

Di antaranya kendaraan robotik Spirit yang mendarat di permukaan Mars pada 4 Januari 2004. Robot Spirit ini menjalankan misi tiga bulan mencari tanda aktivitas air di Mars pada masa lalu.

Sayangnya, enam tahun kemudian robot pendarat ini dinyatakan mati. Kendaraan robotik NASA lainnya, Opportunity yang mendarat pada 25 Januari 2004 bertugas meneliti kawah di Mars.

Pendarat robotik ketiga yaitu Phoenix dikirimkan NASA dan mendarat mulus di permukaan Mars pada 25 Mei 2008. Phoenix bertugas mengonfirmasi kehadiran es air di dalam permukaan Mars. Sayangnya, umur Phoenix hanya dua tahun. Pada 2010, Phoenix dinyatakan mati.

Andalan NASA yang terakhir dalam meneliti Mars adalah robot pendarat Curiosity yang "menginjak" Mars pada 6 Agustus 2012.

Curiosity memberikan hasil yang maksimal. Robot telah menemukan adanya sampel gas metana di kawah Gale, lokasi pendaratan Curiosity. Gas metana merupakan salah satu faktor yang mendukung kehidupan selain air. Di sana, terdapat tingkat metana 0,7 bagian per miliar.

Selain gas metana, di kawah tersebut juga ditemukan perchlorate pada sebidang pasir, yakni jenis garam yang berasal dari asam perklorat (HCI04). Materi itu berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme potensial di Mars.

Bukti lainnya yang ditemukan oleh Curiosity adalah bekas danau di daerah Gunung Sharp di Mars. Danau yang diperkirakan telah terbentuk sejak miliaran itu, memberi pertanda bagi para ilmuwan bahwa Planet Merah itu cocok dengan Bumi. Bahkan, bisa menjadi tempat layak huni bagi manusia di masa depan.

Begini Skenario Memanen Air di Planet Mars

Para ilmuwan NASA melihat danau tersebut, dulu dapat menampung air hingga lebar sekitar 98 mil atau 154 kilometer dan kedalamannya mencapai 3,5 mil atau setara dengan 5 kilometer. Bekas danau itu ditemukan berada di tengah kawah Gale, Gunung Sharp.

Fakta tersebut makin menguatkan misi peneliti dan astronom dunia untuk mengirimkan manusia ke Mars.

NASA, yang sejauh ini telah terdepan dalam misi Mars, bahkan sudah mematok target pada 2030-an akan mengirimkan manusia untuk bisa menginjak planet tersebut. Dengan dukungan sebagai planet yang layak huni, maka mendaratkan manusia di Mars kini bukan lagi mimpi.

Untuk bisa benar mendaratkan kaki astronot di Mars, NASA menyiapkan teknologi, eksplorasi dan ilmu pengetahuan mereka.

NASA sudah memegang informasi sekitaran dan permukaan Mars atau bagian hilirnya. Selain itu, NASA menyiapkan bagian hulu, yaitu mulai dari sistem peluncur yang membawa awak sampai meneliti asteroid.

Untuk menuju misi besar 2030-an itu, NASA sudah mematok tahapan kemampuan eksplorasi.

Pada 2020-an, NASA akan meluncurkan misi mempelajari asteroid, melalui misi kapsul ruang angkasa Orion. Astronaut akan memanen batu antariksa dan membawa sampelnya ke Bumi. NASA mengatakan Misi Orion ini akan mendukung untuk misi mengirim manusia ke Mars.

Bos SpaceX Khawatir Perang Dunia III Gagalkan Misi ke Mars

"Pengalaman penerbangan manusia di atas orbit rendah Bumi akan membantu NASA menguji sistem dan kemampuan baru, misalnya Solar Electric Propultion. Ini yang akan kami butuhkan untuk mengirim kargo sebagai bagian misi manusia ke Mars," jelas NASA dalam situsnya. Kabar baiknya, uji coba Orion telah sukses dijalankan pada Desember 2014.

Beriringan dengan itu, NASA juga akan memastikan sistem peluncuran misi manusia ke Mars, Space Launch System (SLS). Uji coba sudah dilaksanakan Dijadwalkan pada 2018, roket SLS NASA harus sudah mampu dibuktikan kemampuannya.

"Misi manusia ke Mars akan tergantung pada Orion dan perkembangan dari versi SLS yang akan menjadi kendaraan peluncur paling kuat," tulis NASA.

Jika di bagian hulu selesai, NASA akan tinggal memaksimalkan bagian hilir.

Untungnya, robot pendarat yang ada di permukaan Mars sudah secara dramatis mengingkatkan pengetahuan pada peneliti tentang kondisi Planet Merah itu.

Curiosity, misalnya, juga telah mengukur radiasi sepanjang jalan ke Mars dan telah mengirim kembali data radiasi yang diambil dari permukaan Mars. Data tersebut akan membantu peneliti di Bumi untuk merancang bagaimana upaya melindungi astronaut yang akan mengeksplorasi Mars.



Tantangan

Di antara keberhasilan misi dan mengumpulkan data di Planet Mars, misi mendaratkan manusia ke Mars juga memiliki tantangan.

Hasil penelitian ilmuwan NASA menunjukkan misi ke Mars itu bisa membuat kulit astronaut bisa menipis. Kesimpulan itu disampaikan ilmuwan NASA setelah menguji tikus. Pada tikus yang berada di stasiun luar angkasa (ISS) menunjukkan adanya penipisan kulit sebanyak 15 persen.

Sebelumnya, para ilmuwan menemukan jika lamanya penerbangan ke luar angkasa bisa membuat kulit mereka menipis. Ini akan bertambah berat karena kulit semakin menipis ketika astronaut lama berdiam di planet tersebut.

Selain itu, kendala lainnya adalah radiasi luar angkasa yang cukup mematikan. Saat ini, tantangan terbesar yang dihadapi NASA adalah melindungi kru dari radiasi sepanjang perjalanan ke Planet Merah selama sembilan bulan.

Sementara itu, peneliti Universitas New Hampshire, Amerika Serikat, menemukan durasi eksplorasi ke Mars bakal terganggu radiasi kosmik Matahari. Disebutkan, akibat aktivitas Matahari yang tertekan, mengakibatkan angin Matahari mengalami kepadatan rendah abnormal dan medan magnet menguat. Kondisi ini memungkinkan radiasi berbahaya berkembang dekat angkasa luar.

Peneliti mencatat, kondisi ini telah dimulai pada 2006 dan merupakan tingkat aktivitas Matahari terendah yang diamati pada masa eksplorasi ruang angkasa. Peneliti mengingatkan meski radiasi tampaknya tak cukup tinggi, kondisi ini bisa berdampak besar pada durasi misi eksplorasi ke Mars dan mengancam keselamatan astronaut.

Soal gambaran hidup di Mars juga telah disampaikan oleh NASA. Dikutip dari Space, Ashwin Vasavada, Wakil Ilmuwan Mars Science Laboratory NASA, menyebutkan tantangan di Mars mulai dari musim, cuaca, kepadatan atmosfer.

Vasavada mengungkapkan ada perbedaan musim pada belahan planet bagian selatan dan utara dari Mars. Di belahan selatan, musim dingin jauh lebih ekstrem, demikian juga dengan musim panas.

Sedangkan di belahan utara, astronaut akan mengalami tujuh bulan musim semi, enam bulan musim panas, kurang dari lima bulan musim gugur, dan sekitar empat bulan musim dingin.

Untuk diketahui durasi waktu di Mars lebih lama dibanding Bumi. Satu tahun di Mars sama dengan 1,88 tahun durasi di Bumi dan sehari di Mars lebih kurang dari 24 jam waktu Bumi.

Sementara itu, suhu rata-rata di Mars yaitu -60 derajat celsius, dengan suhu musim dingin -126 derajat celsius di dekat kutub, 68 derajat celsius pada musim panas di dekat khatulistiwa Mars. Peneliti mencatat suhu bisa berubah secara dramatis dalam waktu satu pekan.

Vasavada mengatakan, variasi suhu di Mars itu berdampak pada badai debu kuat, yang kadang menyelimuti seluruh planet selama berhari-hari. Ia menekankan, meski badai tak mengancam fisik astronaut, tapi badai tersebut bisa menyumbat instrumen elektronik bertenaga surya.

Kondisi atmosfer Mars juga sangat tipis, hanya satu persen dari kepadatan atmosfer Bumi. Jadi, atmosfer hanya efektif membakar meteor yang lebih kecil dari kelereng. Namun, Vasavada mengatakan meteor yang lebih besar jarang masuk ke Mars. Aktivitas vulkanik dan teknotik, juga tak perlu dikhawatirkan.

Salah satu ancaman yang perlu diwaspadai menurut Vasavada yaitu bahaya radiasi. "Hal utama yang perlu dikhawatirkan astronaut yaitu radiasi dari luar angkasa," kata dia.

Sebab tak seperti di Bumi, Planet Mars tak memiliki medan magnet global dan atmosfer tebal yang bisa melindungi permukaan dari radiasi.

Vasavada juga menyoroti soal komunikasi antara Mars dan Bumi, yang butuh waktu. Hal ini menjadi susah saat astronaut tengah menghadapi ancaman. Disebutkan pesan yang dikirim ke Bumi butuh waktu rata-rata 15 menit.

Titik pendaratan

Meski tantangan lingkungan di Mars menghadang, NASA tak patah arang. Badan antariksa itu bahkan kian melaju. NASA telah berupaya mencari lokasi yang cocok untuk mendaratkan manusia di Mars.

Peneliti NASA sudah mengajukan lokasi yang dimaksud, yaitu Zona Eksplorasi yang memiiki lebar 100 km. NASA yakin titik tersebut merupakan area yang cocok untuk melangsungkan riset begitu manusia mendarat di Mars.

Untuk menyiapkan Zona Eksplorai itu, NASA sudah mempertimbangkan kondisi area tersebut. Jim Green, kepala Divisi Planetary Science NASA dilansir Daily Mail, mengatakan, daerah itu tentunya memiliki sumber daya yang cukup saat dilakukan penelitian, mulai dari tempat yang aman untuk dilakukan pendaratan dan bagaimana kondisinya ketika manusia tinggal dan bekerja di sana.

Dalam menemukan zona eksplorasi ini, NASA akan memanfaatkan pesawat ruang angkasa yang sedang mengorbit di planet tersebut, yakni Mars Odyssey dan Mars Reconnaissance Orbiter (MRO).

Green mengungkapkan, sejauh ini, MRO telah menangkap beberapa wilayah calon pendaratan dengan gambar resolusi tinggi. Dia mengharapkan gambar tersebut dapat memberikan data rinci mengenai mineralogi yang sangat penting untuk membantu NASA dalam menemukan sumber daya yang alami.

"Ini akan menjadi perdebatan yang alot. Kami akan memulai percakapan untuk membangun stasiun di Mars dan bagaimana itu bisa beroperasi," ujar Jim Green.

Meski NASA sudah memilih lokasi pendaratan, badan antariksa itu tetap akan meminta masukan dari ilmuwan dunia. Bagaimana potensi lokasi pendaratan tersebut.

Untuk memastikan lokasi tersebut, sejumlah petinggi NASA akan mengadakan pertemuan pada Oktober ini. Pertemuan yang diadakan di Houston, Amerika Serikat ini untuk menemukan jawaban dari wilayah yang akan menjadi titik pendaratan. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya