Moge Masuk Jalan Tol, Perlu atau Arogan?

Sumber :
  • ANTARA/ Iggoy el Fitra

VIVA.co.id - Suasana ruas jalan tol Bogor Outter Ring Road (BORR), Jawa Barat, Sabtu pagi, 6 Juni 2015, mendadak tak karuan dengan suara khas menggelegar yang memekakkan telinga. Antrean panjang juga terjadi dan membuat arus lalu lintas di jalan bebas hambatan itu semrawut untuk sementara waktu.

Selidik punya selidik, bising dan kemacetan itu rupanya datang dari ribuan motor gede dari banyak wilayah yang mensesaki jalan tol untuk menghadiri acara Bogor Bike Week (BBW) 2015, di Jungleland Adventure Theme Park, Sentul City, Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor.

Dengan gaya 'sangar' khas biker, para pembesut moge nampak semringah meliuk-liuk di aspal jalan tol Bogor. Beberapa di antara mereka, bahkan nekat memacu kecepatannya lebih tinggi.

Moge Spesial Gading Marten, Bikin Ingat Anak-Istri

Di barisan paling depan, terdapat sejumlah polisi juga menunggangi moge untuk mengawal perjalanan mereka, termasuk para petugas PT Jasa Marga Tbk.

Singkat cerita, ribuan moge itu mendapat perlakuan istimewa, hingga disiapkan pintu keluar tol khusus di gardu enam.

Namun, tak sampai hitungan jam, publik angkat suara. Sejumlah posting-an foto dan video aksi itu langsung menyebar ke seantero negeri. Itu didapat dari sebagian pengguna jalan yang mengunggah foto-foto, serta video lengkap dengan caption bernada sumbang. Mereka mengkritik, dibolehkannya moge masuk tol yang dianggap mengganggu para pengguna jalan tol.

Isu semakin santer, setelah media ramai-ramai memuatnya sebagai headline di sejumlah media cetak, elektronik, dan televisi. Lebih dari separuh pemberitaan menyudutkan 'gaya koboi' moge masuk tol saat itu.

Menanggapi hal itu, Ketua Panitia Festival BBW 2015, Teuku Badruddin, menyatakan bila konvoi, atau rolling thunder di ruas tol itu dilakukan penuh alasan. Langkah itu ditempuh, agar iring-iringan tak menimbulkan kemacetan di dalam kota. Bagi moge yang melintas di tol pun tak sembarangan, hanya moge-moge dengan kubikasi mesin di atas 600cc.

"Semua bayar full (tarif tol), Rp5.500 setiap orang. Kalau yang tidak ikut konvoi masuk tol (saat itu) lebih besar, yaitu Rp20 ribu. Pembayaran dilakukan secara kolektif dan diatur sebelumnya. Kami juga telah mengantongi izin, jadi resmi," kata Teuku.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Marga Sarana Jabar sebagai pengelola tol BORR, Ferry Siregar, mengaku pihaknya mempersilakan moge melintas di jalan tol, karena telah mendapatkan surat permohonan izin dari panitia BBW yang diajukan sejak sebulan sebelumnya.
 
"Mereka pun sudah mendapat rekomendasi dari Korlantas Mabes Polri dan Wali Kota Bogor," tuturnya.

Keinginan sejak lama

Moge masuk tol memang masih tabu di Indonesia. Sebab, aturan di undang-undang memang dengan tegas menyebut, jika hanya kendaraan roda empat, atau lebih yang boleh 'sowan' melintas di lajur tol.

Tips Naik Motor Gede Ala Si Cantik Nabila Putri

Padahal, di sejumlah negara termasuk Asia Tenggara, moge diizinkan untuk masuk tol. Negara tetangga yang sudah memberlakukan itu di antaranya Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Karena beberapa negara sudah menerapkannya, para pemilik moge di Tanah Air pun merasa perlu jika kebijakan ini diberlakukan di Indonesia. Mereka meminta, agar setiap kali konvoi moge di Tanah Air digelar, dibolehkan mengakses jalan tol.

Untuk memperjuangkan mimpi mereka, lima komunitas yang mewakili para pemilik moge di Indonesia pun sepakat menyampaikan surat tertulis ke Ikatan Motor Indonesia (IMI) dan Korlantas Mabes Polri.

Lima komunitas itu adalah; Harley-Davidson Owners Group (H.O.G), Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Pusat, Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI), Motor Besar Club (MBC), dan Mabua Harley-Davidson Group.

Berikut isi suratnya:

Kepada YTH

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia Pusat Bapak Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Nanan Soekarna

Di tempat,

Perihal: kepedulian dan usulan dari komunitas motor besar

Dengan hormat,

Kami mewakili semua pemilik motor besar di seluruh indonesia yang tergabung dalam Harley-Davidson Owner Group (H.O.G) Jakarta Chapter, Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Pusat, Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) dan Motor Besar Club (MBC) Indonesia dengan ini menyampaikan usulan terkait tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) dan izin melintas di jalan bebas hambatan (tol).

Untuk memenuhi persyaratan kelengkapan kendaraan bermotor, khususnya dalam pemasangan TNKB pada bagian depan motor, serta keselamatan dalam berkendara, perkenankanlah kami mengusulkan agar TNKB dapat dibuat dari stiker untuk menggantikan yang terbuat dari pelat metal. Stiker TNKB ini secara resmi kiranya bisa diterbitkan oleh Korlantas Kepolisian Republik Indonesia.

Pada saat ini di jalan tol Suramadu dan tol lingkar luar Bali, sepeda motor sudah diizinkan masuk ke jalan tol. Kami sampaikan usulan di sini kiranya untuk event tertentu sepeda motor besar kiranya dapat diberikan izin khusus masuk ke jalan tol dengan pengawalan dari Polisi Jalan Raya (PJR).

Sebagai informasi populasi sepeda motor besar di Indonesia saat ini sudah mencapai sekitar 15 ribu unit dan tersebar di seluruh Indonesia.

Demikian kami sampaikan surat ini kiranya dapat menjadi pertimbangan dan kajian yang nantinya akan berguna bagi seluruh pengguna sepeda motor di Indonesia.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami

Motor Sangar BMW Ini Sudah Dipesan Orang Kaya Indonesia

Sementara itu, menurut President Director Mabua Harley-Davidson, Djonie Rahmat, keinginan komunitas moge ingin masuk tol saat konvoi sudah berlangsung sejak lama. Namun, bukan karena alasan 'gaya-gayaan', atau ingin beda dengan pengendara lain, para pengguna moge beranggapan tak ingin mengganggu, atau membuat kemacetan saat iring-iringan moge melintas.

“Kalau kita lewat jalur biasa, itu malah akan mengganggu pengguna jalan lain, karena ukuran moge kan besar semua. Selain itu, kapasitas jalan yang minim akan mengganggu arus lalin (lalu lintas)," kata Djonie Rahmat.

Ia juga mengatakan permintaan, atau usulan komunitas moge untuk masuk tol kerap disalah-artikan. Artinya, usulan ini merupakan masukan bagi pemerintah, agar dipertimbangkan.

“Faktanya, ada dua jalan tol di Indonesia yang bisa dilalui roda dua seperti di Suramadu, Jawa Timur, dan Bali. Kita sebagai pemilik moge melihat ini sebagai kemungkinan dipertimbangkan dan bisa dibuat di tempat lain,” kata Djonie.

Kata dia, usulan moge masuk tol pun tidak berarti setiap pemilik moge dapat masuk tol semaunya, tetapi hanya dilakukan saat ada touring resmi, agar tidak menggangu pengguna jalan lain, lantaran jalan di Indonesia cenderung sempit.

“Bukan berarti motor gede masuk tol satu-satu, tetapi dalam keadaan touring resmi. Misalnya kita mau ke Yogya, ada satu klub motor resmi, ada agenda nasional klub. Kita lalu menyurati regulator, sebut nama pemilik, berapa orang. Rombongan ini yang dikawal, dalam laju yang dikontrol muka belakang, agar tidak menggangu pengguna jalan lain, safety-nya lebih tinggi. Inilah yang kami inginkan dalam surat itu,” ujar Djoni.

Sementara itu, Sekretaris Jendral Motor Besar Club (MBC) Irianto Ibrahim mengatakan, pihaknya akan terus berjuang untuk mewujudkan impian para pemilik moge di Indonesia.

"Korlantas kan mediasi. Makanya, kita coba layangkan surat, agar bisa dipertimbangkan. Undang-undang harus diamandemen. Mudah-mudahanan teman-teman di Senayan (DPR) mengerti ini. Masih lama tidak apa-apa. Tetapi, kita akan berjuang terus. Ya, setahun dua tahun udah cepet lah itu," ujarnya.

Salah satu alasan mereka meminta pengguna moge bisa masuk jalan tol adalah karena jalan biasa sudah terlalu padat. "Bayangin aja bro, 50 sampai 200 motor di jalan biasa itu berapa kilo (km) panjangnya. Coba bagaimana crowded-nya itu jalan. Makanya, misalnya kami touring 250 motor, itu kita bagi 25, 25, 25. Tapi pas ketemu di satu jalan, itu jadi crowded," lanjutnya.

Irianto juga menyebut ada lima poin yang mendasari mereka ingin diperbolehkan masuk tol saat konvoi berlangsung. Berikut kelima poinnya:

1. Moge adalah kendaraan yang memiliki kapasitas mesin di atas 400cc, sehingga sudah pantas untuk masuk jalur tol. Mereka menilai bahwa hanya di Indonesia, negara yang melarang moge masuk tol.

2. Para pengendara moge mengungkapkan bahwa mereka membayar pajak. Mereka menuntut hak untuk menikmati fasilitas tol dengan mengendarai motor. Mereka berkaca dari negara-negara maju yang sudah memperbolehkan roda dua masuk jalur tol.

3. Di jalan umum sudah banyak kecelakaan yang mengakibatkan nyawa melayang. Pecinta moge hanya ingin mengurangi angka kecelakaan dengan memperbolehkan 'kaumnya' memasuki tol. Sebab mereka menilai kedisiplinan di negara ini sangat rendah.

4. Pengendara moge meminta pemerintah untuk mengerti dan cepat tanggap terhadap mereka, karena mengendarai motor dengan bobot seberat dan sebesar itu sangat susah apabila jalanan sedang macet. Hal tersebut, dianggap sangat menyiksa.

5. Mereka berjanji tidak akan mengendarai moge dengan cara yang ugal-ugalan apabila diberi kenyamanan akses melalui jalan tol.

Selanjutnya >>> Reaksi polisi

Polisi: Tidak!

Keinginan para pemilik moge yang minta diperbolehkan masuk jalan tol saat konvoi langsung ditanggapi Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal (Pol) Barodin Haiti.

Dengan tegas, ia menyatakan, bakal melarang motor bermesin besar dan kendaraan roda dua lainnya masuk jalan tol. Sebab, motor sudah memiliki jalur sendiri.

"Saya enggak sependapat, namanya roda dua sudah ada tempatnya, sama kayak yang lain. Kalau roda dua, sudah ada tempatnya," kata Badrodin.

Jika moge diperbolehkan masuk jalan tol, dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan pengguna motor ber-cc kecil. "Pasti akan ada kecemburuan, diskriminasi, dan mungkin juga bisa menimbulkan gejolak. Jadi, sebaiknya tidak," ujarnya menegaskan.

Jika alasan mereka karena jalanan sudah penuh, kata dia, lebih baik membuat jalan sendiri. "Kan, jalan biasa juga sudah crowded. Kalau mau gampang, bikin privat, bikin jalan sendiri," ujarnya.

Sementara itu, Kabid Manajemen Operasional dan Rekayasa Lalu Lintas Korlantas Mabes Polri, Kombes Pol Unggul Sediyantoro, mengatakan motor tidak bisa lewat tol, karena kondisi jalan bebas hambatan didesain tidak untuk dilintasi kendaraan roda dua, sehingga berbahaya apabila melintas.

"Sesuai dengan rambu dan undang-undang, jalur tol itu untuk kendaraan roda empat ke atas. Kenapa demikian, karena jalur jalan tol sendiri memang didesain untuk dilewati dengan kecepatan agak tinggi, dengan kecepatan minimal 60 kilometer per jam. Sehingga, sangat berbahaya apabila motor juga menggunakan jalan tersebut," ujar Unggul.

Hal lain yang patut menjadi pertimbangan adalah minimnya pelindung bagi kendaraan roda dua, terlebih jika akan melakukan perjalanan di tol yang syarat akan kecepatan, tentu akan berisiko buruk terhadap keselamatan.

"Motor, atau moge itu tidak ada pelindung pengemudi, paling cuma helm, rentan terjadi kecelakaan. Karena motor sendiri memiliki bentuk dan posisi yang berbahaya apabila dibawa dengan kecepatan terlalu tinggi. Selain itu, ya tadi, karena desain jalannya untuk kecepatan tertentu," kata dia.

Kesadaran biker rendah

Tanggapan kontradiksi rencana konvoi moge masuk tol juga disuarakan Penggiat Keselamatan Berkendara Sepeda Motor Indonesia, Edo Rusyanto. Ia mengaku tak setuju jika sepeda motor baik moge, atau pun motor ber cc kecil diberi izin masuk jalan tol.

Ia beranggapan, dibutuhkan infrastruktur yang mumpuni untuk memfasilitasi sepeda motor masuk jalan tol, seperti adanya pembatas jalan tol yang kini diterapkan di Bali dan Suramadu.

"Harus adil dong, kalau motor kecil kan harus ada infrastrukturnya. Selain itu, jika diperbolehkan motor masuk tol, pemerintah juga harus mengubah undang-undang yang berbunyi menyediakan lajur khusus," ujarnya.

Ia mengatakan, jika tidak ada undang-undang khusus tentang pengaturan fasilitas, tentu hal itu dapat membahayakan para pengendara.

"Sekarang saya kasih ilustrasi, lihat trotoar yang separatornya rendah di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, itu tingginya cuma sejengkal. Mereka main libas-libas. Tetapi, pas ditinggikan langsung tertib," ujar Edo.

Berkaca dari hal tersebut, para rider di Indonesia, dikatakannya, harus memiliki tingkat disiplin yang dipertegas dengan adanya infrastruktur. Selain itu, polisi juga harus tegas terhadap pengendara motor yang melanggar.

"Contohnya di Singapura. Di Singapura tak kasih lajur khusus, tetapi cuma garis. Ini, karena attitude si pengendara (masih kurang). Bayangkan, 42 persen pemicu kecelakaan, karena perilaku pengendara sendiri itu jadi nomor satu," ujarnya.

Edo menegaskan, untuk menimbulkan kesadaran pengendara setidaknya harus menghilangkan satu generasi (25 tahun). "Untuk menjadikan seperti itu, butuh menghilangkan satu generasi. Baru kita bisa seperti Singapura dan Malaysia yang memperbolehkan motor lewat tol tanpa ada pembatas jalan." (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya