Ketika Daging Sapi 'Menghilang'

Pedagang sapi mogok jualan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA.co.id
Pemerintah Buka Keran Impor Daging dari Banyak Negara
- Harga daging sapi yang tidak kunjung turun sejak perayaan Lebaran usai, memicu para pedagang melakukan aksi mogok. Tidak hanya merugikan konsumen, tingginya harga daging diklaim merugikan para pedagang, karena tidak ada untungnya, bahkan cenderung merugi berdagang daging sapi. 

Jokowi: Tax Amnesty Jadi Jawaban Merebut Dana Investasi
Aksi mogok tersebut digaungkan oleh Asosiasi Pengusaha Daging Sapi Potong Indonesia (Apdasi). Mogok yang rencananya dilakukan selama empat hari mulai Minggu hingga Rabu 12 Agustus mendatang merupakan hasil dari pertemuan pada pedagang sapi yang digelar di Ancol Tengah, Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu. 

Pengusaha Daging Permainkan Harga, Mendag Cabut Izin Usaha
Laporan tvOne, Minggu 9 Agustus 2015, hasil dari pertemuan tersebut mereka menuntut pemerintah memenuhi kebutuhan daging sapi, di antaranya dengan menambah kuota daging impor, sehingga persediaan dan harga daging kembali normal.  

Berdasarkan hasil pertemun tersebut, imbauan untuk mogok secara nasional mulai diserukan di hari yang sama. Alhasil, tidak hanya di Bandung, pedagang daging sapi di beberapa daerah, tidak terkecuali di Jakarta mulai melakukan mogok berdagang. 

Benar saja, pantauan VIVA.co.id, situasi kios daging sapi beberapa pasar di Jakarta pada hari yang sama sepi aktivitas pedagang, bahkan cenderung tidak ada sama sekali. Seorang pedagang sapi di Pasar Induk Kramat Jati, Endang mengakui, ratusan pedagang daging di pasar tersebut kompak menjalankan imbauan Apdasi. 

menyebutkan, sejak sebelum Lebaran, harga daging sapi mencapai Rp120 ribu per kilogram. Padahal, dalam kondisi normal, dia melanjutkan, harga daging sapi berkisar Rp90 ribu hingga Rp95 ribu per kilogram. 

"Sampai sekarang harganya enggak turun juga. Mahal sekali, kan kasihan pelanggan kami juga," kata Endang, Minggu 9 Agustus 2015

Ia bisa saja menaikkan harga hingga Rp140 ribu hingga Rp150 ribu per kilogram. Namun, Endang yakin, pembeli akan berpikir ulang untuk membeli daging sapi yang dinilainya terlalu mahal.

Keluhan yang sama juga diungkapkan seorang pedagang daging sapi di pasar tradisional Segiri, Kalimantan Timur, Nadir. Dia mengungkapkan mahalnya harga daging sapi membuat dagangannya tidak laku dan akhirnya busuk. 

"Stok ada biar tidak banyak. Tapi, pembeli yang tidak ada. Harganya mahal, jadi kami ikut merugi, karena daging tak laku dan membusuk," ujarnya, Senin 10 Agustus 2015.

Saat ini, harga jual daging sapi di daerah tersebut telah menembus Rp125 ribu dari sebelumnya Rp105 ribu atau Rp110 ribu per kilogram. Mogok, menurut dia, merupakan pilihan yang tepat saat ini. 

Kondisi serupa dialami pedagang di Pasar Serpong Tangerang Selatan. Tingginya harga jual memaksa pedagang tak berjualan lagi di pasar. Di daerah tersebut harga per kilogram daging sapi sudah mencapai Rp150 ribu. Kenaikan itu sudah dirasakan sejak sepekan lalu.

"Kenaikan harganya sudah mencapai 60 persen dari harga awal. Pedagang dan pembeli tak sanggup bertahan," ujar seorang pedagang, Ardi.

Namun, aksi mogok pedagang ternyata tidak terjadi di semua daerah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya, harga daging sapi yang dijual di sentra penghasil daging sapi kawasan Segoroyoso, Kabupaten Bantul, sudah mulai turun di kisaran Rp100-105 ribu per kg.   

Bahkan, di beberapa pasar trradisional di DIY, daging sapi masih dapat diperoleh dengan harga Rp98 ribu per kilogramnya untuk kualitas satu. 

"Kalau harga di sini masih Rp100 ribu per kg, jika hanya membeli dua, atau tiga kilogram. Namun, pembelian hingga 20 kilogram bisa mendapatkan harga Rp98 ribu per kg," kata Nuryanti, pedagang daging sapi asal Segoroyoso kepada VIVA.co.id, Senin 10 Agustus 2015.  

Yanti, yang mengaku berjualan daging sapi selama 15 tahun, mengatakan harga daging sapi turun bila dibanding dengan harga saat Lebaran yang dijual Rp120 ribu per kg. "Harga daging justru malah normal. Turun Rp20 ribu per kg," ungkapnya.

Akibat mogok yang dilakukan pedagang, sejumlah rumah pemotongan hewan (RPH) ikut menghentikan kegiataannya. Alasannya, mereka bingung mendistribusikan daging sapi yang dipotongnya, karena tidak diterima oleh para pedagang. 

Selain itu, terputusnya mata rantai perdagangan daging sapi tersebut jelas merugikan konsumen. Para tukang bakso di Bandung, Jawa Barat, misalnya, merasa resah dan cemas karena hal ini. 

Mereka mengaku stok daging hanya tersisa untuk beberapa hari lagi, dan jika tukang daging masih tetap mogok, mereka terpaksa tidak berjualan, karena tidak ada bahan daging untuk membuat bakso.

Apa penyebabnya? 

Endang menuturkan, mahalnya harga daging sapi ini adalah kali kedua yang terjadi di pasaran. Kondisi serupa juga pernah terjadi pada tahun lalu. 

Menurut dia, pembatasan impor daging sapi dari Australia menjadi penyebab naiknya harga tersebut. Sementara itu, untuk mencari daging sapi lokal pun dirasa semakin susah.

Seperti diketahui, tahun ini pemerintah memangkas drastis dari Negeri Kanguru tersebut. Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, pada pertengahan Juli lalu telah menerbitkan izin impor sapi sebanyak 50 ribu ekor pada kuartal III-2015. 

Upaya tersebut langsung direspons negatif oleh Dewan Eksportir Ternak Australia, yang menyatakan kekecewaannya dengan keputusan pemerintah yang hanya mengeluarkan izin impor sapi sebanyak 50 ribu ekor untuk kuartal III-2015. Angka ini merosot drastis dibandingkan dengan impor sapi pada April-Juni 2015, yang mencapai 250 ribu ekor. 

Tidak hanya respons negatif dari Australia yang kencang terhadap pemerintah. Para importir sapi dalam negeri pun mengecam keputusan pemerintah tersebut. Hal itu terbukti pada bulan Ramadhan lalu, harga daging sempat hampir tidak terkendali karena pasokan kurang, akibat dugaan penimbunan. 

Rachmat Gobel pada Rabu 15 Juli 2015, dua hari menjelang Lebaran, sudah mengimbau para importir untuk melepas persediaan yang dimiliki. Pada saat itu, harga daging di Jabodetabek juga tembus hingga Rp150 ribu per kg. 

"Saya meminta semua untuk melepas stok. Jangan ditahan," kata dia di Jakarta. 

Kali ini, tampaknya hal tersebut terulang lagi, pemerintah mensinyalir ada oknum yang bermain, sehingga terjadi krisis daging saat ini yang mengakibatkan harga tidak terkendali. 


Fungsi penyanggah Bulog diaktifkan

Krisis daging sapi buntut dari mogoknya sejumlah pedagang cukup merepotkan pemerintah di awal pekan ini. Sejak Senin pagi, 10 Agustus 2015, para menteri ekonomi Kabinet Kerja khususnya menteri pertanian dan menteri perdagangan sibuk berkoordinasi menelusuri akar permasalahan ini. 

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman pun mengaku harga daging sapi di pasaran naik tak terkendali. Sebab, berdasarkan hitungannya sejak Januari, dan mengecek di lapangan dua pekan lalu, persediaan cukup untuk empat bulan ke depan. 

Keheranan serupa diungkapkan oleh Rachmat Gobel, dia merasa aneh kenapa kenaikan harga dan kelangkaan hanya terjadi di beberapa daerah, khususnya Jawa Barat. Fenomena tersebut dikaji secara seksama oleh Kementerian Perdagangan. 

Hasil koordinasi antara kementerian dan penelusuran di lapangan akhirnya dibahas tuntas dalam rapat kabinet terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo Senin malam. Rapat yang selesai hampir larut malam menghasilkan sejumlah langkah konkret yang akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, menyampaikan, sebagai langkah jangka pendek, memutuskan untuk mengaktifkan fungsi penyanggah pangan Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog). Peran perusahaan pelat merah tersebut yang telah diperluas untuk stabilitas harga pangan selain beras diuji. 

Bulog, menurut Sofyan, diberi tugas untuk menggelontorkan persediaan daging yang dimiliki. "Bulog terus melakukan operasi pasar, sehingga kelangkaan yang ada di pasar itu akan diisi oleh Bulog," kata Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin malam 10 Agustus 2015. 

Direktur Utama Bulog, Djarot Kusumayakti, mengungkapkan, sebanyak persediaan Bulog siap digelontorkan. Terdiri atas daging beku sebanyak 275 ton dan daging segar mencapai ekuivalen 190 ton.  

"Saya konsentrasikan di titik yang ada kemarin itu yang harganya tinggi sekali, Jakarta, Jawa Barat, Serang, intinya cuma ke situ. Kalau dibutuhkan diperluas, akan saya perluas," ujar Djarot di tempat yang sama. 

Tidak hanya itu, kata Sofyan, kuota impor sapi sebanyak 50 ribu ton akan diberikan sepenuhnya kepada Bulog. Dalam waktu tiga pekan, sapi asal Australia yang akan diimpor ditargetkan sudah sampai dan tersebar di pasar Indonesia. 

Rachmat Gobel menegaskan, kuota tersebut sepenuhnya diberikan kepada Bulog sesuai dengan tujuan stabilitas harga yang akan dilakukan pemerintah. Sebab, jika diberikan kepada swasta, pemerintah khawatir impor yang dilakukan tidak sepenuhnya langsung didistribusikan ke pasar. 

"Kenapa diberikan kepada Bulog, karena tujuan impor adalah stabilitas harga. Karena itu harus dipastikan bisa dilakukan," ujarnya. 

Selain langkah jangka pendek, rapat tersebut juga memutuskan untuk melakukan upaya jangka menengah. Kementerian Pertanian akan melakukan evaluasi secara berkala untuk memastikan produksi sapi nasional dapat terpenuhi. 


Pemerintah geram 

Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai krisis daging sapi yang terjadi saat ini. Pemerintah akan menindak tegas oknum yang menjadi penyebab masyarakat semakin menderita di tengah pelemahan ekonomi Indonesia.  

meyakini, kelangkaan daging sapi ini sebenarnya tidak perlu terjadi, sebab pasokan daging dalam negeri mencukupi. Menurut Presiden, ada oknum yang mendalangi permasalahan ini, dan oknum itu akan diburu pemerintah. 

"Baru dicari (siapa pemainnya)," ujar Jokowi usai menghadiri pelantikan pengurus Partai Bulan Bintang (PBB), di Jakarta, Senin malam. 

Jokowi pun menyampaikan pesan bagi para oknum di balik krisis daging sapi itu. Indonesia adalah negara hukum, ada sanksi yang akan diberikan kepada oknum yang bermain di atas penderitaan rakyat. 

"Ada undang-undang pangan, hati-hati," tutur Jokowi. 

Hal serupa ditegaskan oleh Rachmat Gobel, kelangkaan daging sapi ini disinyalir karena adanya yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Dia pun mengaku akan memanggil pihak-pihak terkait, khususnya pedagang yang melakukan aksi mogok tersebut. 

Karena, menurut dia, imbauan yang dilakukan untuk melakukan mogok dagang secara nasional sudah melanggar hukum. Namun, pemerintah masih akan mempertimbangkan iktikad baik dari para pihak terkait, sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan tanpa merugikan pihak-pihak tertentu. 

"Kemarin, imbauan itu kan sudah mengajak dan mungkin bisa dikatakan lebih menghasut, mengajak semua. Nah, ini sebetulnya sudah melanggar. Kami  sudah panggil satu-satu, terakhir adalah yang menyalurkan, supaya mereka mau melepaskan sapi-sapinya," kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya