Kebangkitan Indonesia di Usia 70 Tahun Merdeka

Upacara Bendera 70 Tahun Indonesia Merdeka
Sumber :
  • ANTARA / Yudhi Mahatma
VIVA.co.id
Empat Negara yang Bantu Pertahankan Kemerdekaan Indonesia
- Pada 17 Agustus 2015, Ibu Pertiwi genap berusia 70 tahun. Di usia yang baru ini, seharusnya republik kita tercinta sudah mencapai kemapanan di usia matang. Tak boleh disebut usia senja, karena tentu kita masih ingin merayakan hari jadi Indonesia di usia ratusan, bahkan ribuan.

Mengenal Maeda, Tokoh yang Mendukung Indonesia Merdeka

Makna kemerdekaan Indonesia di usia 70 tahun mungkin berbeda-beda bagi setiap elemen anak bangsa, namun satu kata yang bisa kita satukan, bahwa kita ingin Indonesia bangkit, naik lebih tinggi dari posisinya yang sekarang, agar Merah Putih dapat berkibar kian lebar, tidak hanya harum di negara jiran, namun juga hingga ke seluruh dunia.
Top Trending: Habib Bahar Akui Kemenangan Prabowo Gibran hingga Seorang Ulama Kritik Nabi Muhammad


Bagi Mendagri, Tjahjo Kumolo, momen ulang tahun Indonesia sebaiknya dijadikan langkah pelecut, bagi pembangunan ekonomi dan sosial budaya yang dilakukan terintegrasi. Termasuk upaya membangun karakter bangsa melalui revolusi mental, dalam kehidupan berbangsa.

"Pada peringatan 70 tahun Indonesia merdeka, dengan semangat Ayo Kerja, mari kita wujudkan Indonesia berdaulat, berdikari, berkepribadian nasional yang berlandaskan azaz gotong-royong. Panji-panji Indonesia harus diperjuangkan, meski itu di kawasan perbatasan,” ujar Tjahjo, ditemui di Desa Long Nawang, Malinau, Kalimantan Utara, pada Senin, 17 Agustus 2015.

Sementara itu, dalam momen berbeda, di hari yang sama, Menteri Perindustrian, Saleh Husin menilai, 70 tahun Indonesia merdeka harusnya dijadikan tonggak awal untuk makin memperkuat komitmen, mendorong pertumbuhan industri Tanah Air. Hal itu penting, mengingat era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata.


"Untuk menghadapi era itu, tidak hanya pelaku industri yang dituntut siap berkompetisi, namun juga aparatur negara harus menunjukkan kinerja baik," demikian ujar Saleh, saat berpidato di depan jajarannya,  sekaligus mengingatkan mereka, bahwa tugas ke depan yang diemban kementerian itu sangat berat.


Antara lain harus melaksanakan Undang-undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang diimplementasikan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. "Semuanya harus terukur dalam bentuk program konkrit dan bermakna bagi dunia usaha. Kita harus terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, mengingat masih ada kewenangan di institusi lain," tambahnya.


Momentum bersejarah


Sementara itu, dalam sebuah acara bincang-bincang dengan TV One, bagi anggota DPR, Nasir Djamil, datangnya momen hari jadi Indonesia, harus dibaca sebagai waktu yang tepat, untuk melihat pemerintahan dari kacamata orang daerah, jangan melulu sudut pandang orang pusat (Senayan).


“Karena selama ini, orang pusat selalu membaca orang daerah dari sudut pandang mereka sendiri, namun jika pola pikir ini dibalik, maka daerah dan pusat bisa berjalan seiringan,” ujar politikus PKS itu. 


Ia sendiri melihat, makna kemerdekaan berarti negara memiliki kemandirian. Bawa kita tidak tergantung dan bisa dipermainkan negara lain. Kita mampu berdaulat, menentukan keinginan sendiri, bisa mengatur urusan dalam negeri, tanpa didikte saat membuat keputusan.


Ia berharap, di usia 70 tahun Indonesia, negara ini menjadi bangsa yang lebih berkarakter, sehingga cita-cita pendiri bangsa untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat dapat terwujud.


Sedangkan bagi pengamat politik, Arqam Aziqin, momen 70 tahun Indonesia merdeka, harus disikapi secara serius oleh para politisi, terutama yang datang dari partai politik. Karena ia melihat, kejadian kemarin, dalam rapat Paripurna Pidato Presiden, ada banyak anggota DPRD tidak datang, ini adalah contoh cara berpolitik yang buruk.


“Pilkada serentak seharusnya menjadi momen untuk mencari calon bupati, walikota, dan gubernur yang mau serius memimpin, karena ini bukan jabatan main-main,” ujar Arqam, dengan intonasi berapi-api.


Ia melihat, idealnya eksekutif daerah sampai legislatif, baik level lokal sampai Senayan, semua harus serius mengemban jabatan yang dipercayakan masyarakat.

 

Momen 17 Agustus 2015, harus dikembalikan ke roh perjuangan yang sesungguhnya, bahwa ini adalah momentum bersejarah dalam dunia perpolitikan kita. Ke depan, para pejabat harus jadi sosok yang lebih baik, lebih cerdas, dan lebih beradab dalam etika berpolitik.


Pemerataan ekonomi


Masih menurut Arqam, jika ke depan negara kita tidak mengalami perubahan, harusnya kita malu pada proklamator bangsa, Soekarno-Hatta. “Juga pada para pahlawan yang sudah berkorban air mata, jiwa, dan raga, demi kemerdekaan bangsa. Ingat lho, kemerdekaan bangsa ini direbut, bukan diberikan gratis oleh penjajah. Jadi para politisi saat ini harus evaluasi diri. Jadilah pemimpin yang serius,” kritiknya tegas.


Demikian pula dengan pelaksana UU di bidang penegakan hukum, harus tegas dalam menegakkan wibawa. Mereka harus bisa menjadi contoh bagi generasi muda. Jika tidak sanggup lebih baik keluar dari proses kebangsaan.


Pengamat politik asal Makassar itu melihat, detik-detik proklamasi bukan permainan sejarah, ini momentum luar biasa yang diberikan pahlawan untuk kita dan generasi anak cucu kelak.


Dalam acara yang sama, politikus Hanura, Dadang Rusdiana coba menjabarkan, makna kemerdekaan versi dirinya. “Kalau buat saya, benar seperti yang dikatakan Soekarno, kemerdekaan sesungguhnya adalah Trisakti. Kita harus mampu berdaulat dalam politik, mandiri di isi ekonomi, dan berkepribadian dalam hal budaya. Nah, saat ini kita belum ada di tahap itu, namun semoga dengan momentum ultah RI ke 70, kita berproses menuju ke arah sana,” ujarnya.


Saat ditanya, mengapa hingga saat ini pemerataan ekonomi di Indonesia belum tercapai, padahal Indonesia adalah negara kaya, Dadang menjelaskan, pemerintah saat ini sudah mulai mengarah pada efektivitas anggaran. “Kalau dulu ada banyak dana anggaran tersedot untuk sektor konsumsif, untuk subsidi, kini dialihkan ke sektor produktif,” katanya.


Tak hanya itu, menurutnya kita perlu membangun konektivitas antar pulau untuk membagi pemerataan ekonomi. Kita juga harus membangun kawasan Indonesia Timur, seperti Papua, agar mereka makin terpencil, dan menyebabkan semua harga serba mahal di sana.


“Untuk anggaran 2016, kita sudah arahkan sekitar Rp313 triliun untuk membuat infrastruktur dalam rangka percepatan dan pemerataan,” kata anggota DPR Komisi X itu. 



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya