Keselamatan Penerbangan Indonesia dalam Sorotan Dunia

Evakuasi korban jatuhnya pesawat Trigana Air di Papua
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu

VIVA.co.id - Dunia penerbangan Indonesia kembali jadi sorotan dunia. Tak kurang dalam sepekan dua pesawat jatuh di Papua. Pada 12 Agustus 2015, pesawat Komala Air jatuh di Bandara Ninia, Kabupaten Yahukimo, Papua.

Kepala SAR Jayapura, Ludianto mengatakan, dari data yang didapat pesawat berbadan kecil itu diduga mengalami gagal mendarat di landasan bagian kiri ujung bandara, setelah sempat menabrak rumah warga. Ludianto menduga kecelakaan terjadi saat cuaca tengah buruk dan berangin.  Insiden itu mengakibatkan seorang teknisi pesawat tewas dan lima orang lain luka-luka.

Empat hari berselang pesawat Trigana Air ATR 42-300 jatuh di Kamp 3 District Okbape, selatan pegunungan Jayapura, Papua. Pesawat rute Jayapura-Oksibil itu lepas landas dari Bandara Sentani, Jayapura sekitar pukul 14.22 WIT. Nahas, pesawat niaga tidak berjadwal yang tengah membawa 49 penumpang dan lima kru itu dinyatakan hilang kontak dengan menara Oksibil pukul 14.55 WIT.

Menteri Perhubungan bergegas, meminta regu penyelamat Basarnas mencari keberadaan pesawat Trigana Air melalui udara. Sehari sesudahnya, 17 Agustus 2015 Senin pagi, tim menemukan badan pesawat dalam kondisi hancur pada koordinat 04 derajat 49 menit 289 lintang selatan, 140 derajat 29 menit 953 bujur timur.

Pesawat diduga jatuh di ketinggian 8.500 kaki. Seluruh penumpang dan awak kabin dinyatakan tewas.

Evakuasi rampung pada Kamis 20 Agustus 2015. 54 jenazah berhasil diterbangkan dari Oksibil menuju lapangan udara Jayapura. Dua bagian blackbox (VCR dan FDR) bahkan sudah diserahkan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), menjadi bahan penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat nahas tersebut.

Jatuh di Hutan, Jasad Korban Trigana Dievakuasi Via Udara

Selanjutnya: Jalur Penerbangan Indonesia Tak Aman

Jalur Penerbangan Indonesia Unsafe?

Laman penerbangan jalur pesawat di seluruh dunia flightaware.com menyatakan, pantauan satelit tidak menemukan pergerakan pesawat Trigana Air sehingga tidak ada data tracking. Diduga pesawat Trigana Air tidak mempergunakan (dilengkapi) alat surveillance yang disebut Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B).

Dikutip dari laman Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mendefinisikan Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B) merupakan teknologi pengamatan yang menggunakan pemancaran informasi posisi oleh pesawat sebagai dasar pengamatan. Penggunaan alat ini bersifat mandatory yang telah ditetapkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization).

Mantan Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim mengatakan, kecelakan penerbangan di Indonesia sudah sepatutnya menjadi introspeksi bagi pemerintah.

"Bila pada kenyataannya kecelakaan terjadi beruntun dan dalam waktu yang sangat dekat (beberapa hari saja) maka dapat saja disimpulkan kemudian bahwa telah terjadi sesuatu yang “sangat-amat serius” dalam dunia penerbangan kita," tulis Chappy dalam laman resminya, www.chappyhakim.com, Rabu 19 Agustus 2015. 

Chappy mengingatkan pemerintah bila Indonesia pernah mengalami situasi memalukan di kancah penerbangan dunia. Bermula di tahun 2007, saat Indonesia mengalami banyak kecelakaan pesawat terbang yang dianggap sebagai 'berulang' dan tanpa tindakan 'korektif. Dari deretan kecelakaan di tahun itu, tulis Chappy, ICAO mendapatkan lebih dari 120 temuan yang menunjukkan bila Indonesia tidak memenuhi persyaratan dari standar keselamatan terbang. 

"FAA, Federal Aviation Administration, otoritas penerbangan Amerika yang memiliki kredibilitas tertinggi di tingkat global telah menempatkan Indonesia dalam kelompok negara yang “un-safe,” yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan terbang Internasional seperti yang diberlakukan oleh ICAO, International Civil Aviation Organization. Inilah sebenarnya yang dipandang sebagai atau menjadi penyebab utama," ujar Chappy.

Rupanya kerisauan Chappy sejurus dengan data KNKT yang menyatakan sudah membaca 157 black box dari beragam jenis pesawat; 84 cockpit voice recorder dan 73 flight data recorder. Jumlah tersebut masih lebih rendah dibanding jumlah kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia kurun 2007-2014, yakni 201 kecelakaan pesawat di Indonesia. Papua menjadi lokasi kecelakaan pesawat yang paling sering dengan 27 kecelakaan, disusul kemudian Pulau Jawa (22 kecelakaan), Sumatera (14 kecelakaan) dan Kalimantan (13 kecelakaan).  

Terbang di Langit Papua

Kondisi geografis dan ruang udara Papua diakui seorang pilot senior, Kapten Abdul Aziz Hamid. Menurutnya, jalur Papua adalah yang paling sulit di Indonesia. Pegunungan tinggi dan terjal, cuaca yang dapat berubah setiap saat, termasuk awan yang bisa muncul tiba-tiba dan mengharuskan pilot untuk menghindar secepat mungkin.  

Penerbangan di langit Papua memang berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Jalurnya bisa berbelok-belok atau baik-turun menyesuaikan situasi alam.

Pesawat kini boleh dilengkapi beraneka teknologi prakiraan cuaca maupun alat penentu lokasi (GPS). Namun, Hamid mengakui, terbang di langit Papua mengharuskan seorang pilot untuk tetap awas.

Dia mengumpamakan dalam satu penerbangan di langit Papua, seorang pilot dituntut mengambil keputusan cepat bila secara tiba-tiba melihat secara visual awan di depannya. Pilot perlu segera menghindari awan dan memutuskan untuk berbelok ke kanan atau ke kiri, naik atau turun.

Keputusan berbelok bisa jadi bahaya, sebab gunung ada di kanan dan kiri jalur penerbangan. Pun demikian bila memilih keputusan turun yang juga bisa menjadi berbahaya lantaran kemungkinan ada gunung menghadang.

“Kadang-kadang secara visual tiba-tiba ada awan. Jadi harus turun atau naik cepat. Kalau di depan ada awan lagi, harus cepat naik atau turun,” katanya dalam perbicangan dengan tvOne pada Selasa pagi, 18 Agustus 2015.

Di sisi lain, ujar Hamid, landasan pacu di banyak bandara di Papua sering basah atau lembab sehingga licin dan membahayakan pendaratan pesawat. Kendati bandara di Papua kini terbilang sudah relatif memadai, namun pilot tak boleh lengah dan tetap perlu ekstra waspada.

“Saya dulu pernah mendarat di (sebuah bandara) di Papua. Runway (landasan pacu di bandara) basah, licin. Kalau langsung mengerem, pesawat bisa berputar (tergelincir), tak terkendali,” katanya.

Semua pilot memang telah dilatih untuk menerbangkan pesawat di semua kondisi geografi dan cuaca. Namun kehebatan seorang pilot benar-benar diuji ketika menerbangkan pesawat di langit Papua karena kondisi alam yang memang tak mudah ditaklukkan.

“Kalau sudah pernah menerbangkan pesawat ke Papua, insya Allah, ke tempat lain sudah lapang (relatif lebih mudah)."

Pesawat Komala Air Jatuh dan Tabrak Rumah, Teknisi Tewas

Selanjutnya: Perbaikian Keselamatan Penerbangan

Perintah Perbaiki Kualitas Penerbangan

Statistik lalu lintas angkutan udara domestik di Indonesia terus meningkat. Laman Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menunjukkan, sepanjang 2015 hingga 28 September, terdapat 55.666 pesawat datang dengan 2.804.128 penumpang. Sebaliknya pada pesawat berangkat tercatat 2.842.158 penumpang pada 57.046 pesawat.

Adapun jumlah bagasi datang sebanyak 22.350.243, dan sebaliknya 25.532.159 merupakan bagasi berangkat. Sementara penerbangan kargo tercatat sebanyak 18.687.686 datang, dan 30.231.868 berangkat.

Khusus arus lalu lintas domestik Bandara Sentani, laman tersebut mencatat terjadi peningkatan penumpang pada Mei 2015, yakni 60.836 dengan 2.276 pesawat datang; dan 63.009 penumpang dalam 2.401 pesawat berangkat.

Jumlah tersebut meningkat dibanding April 2015 sebanyak 56.366 pada 2.096 pesawat datang. Sementara pada 2.205 pesawat berangkat terdapat 57.999 penumpang.

Bandara Ditutup, Turis Asing Perpanjang Liburan di Bali

Berkaca pada data tersebut terlihat betapa padatnya jalur penerbangan di Indonesia, termasuk di wilayah Papua.

Pada kasus Trigana Air IL-257 rute Jayapura-Oksibil yang hilang pada Minggu, 16 Agustus 2015, laman indonesia-icao.org menyebut Oksibil adalah sebuah airstrip di wilayah remote (terpencil). Ia dikelilingi puncak pegunungan setinggi 10,000 kaki (3000m) dengan fasilitas navigasi pendaratan yang sangat minim.

Atas kejadian itu, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk memperbaiki keselamatan dan kualitas serta pelayanan penerbangan. Mengenai penyebab pesawat trigana Air hilang kontak, Jokowi meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membaca black box untuk menyingkap musabab peristiwa tersebut.

"Saya juga meminta KNKT juga segera bekerja untuk menyelidiki peristiwa ini."

Trigana

Cuaca Buruk, Evakuasi Jenazah Trigana Gunakan Jalur Darat

Kondisi cuaca di Distrik Oksob mendung, diprediksi akan turun hujan.

img_title
VIVA.co.id
18 Agustus 2015