Teror Berdarah Paris, Peringatan bagi Dunia

Tragedi Paris
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id - Serangkaian serangan kelompok bersenjata disertai penyanderaan dan teror bom bunuh diri mengguncang Kota Paris, Prancis, Jumat malam, 13 November 2015. Rangkaian teror di kota mode itu terjadi di enam lokasi, yakni gedung konser Bataclan, restoran Le Pitet Cambodge, bar Le Carillon, bar La Belle Equipe, dan area sekitar Stadion Stade de France.

Berdasarkan data otoritas berwenang Prancis, korban tewas dalam insiden berdarah itu berjumlah 129 orang. Sementara itu, 352 orang luka-luka, 99 di antaranya kritis.

Rangkaian serangan itu muncul setelah pukul 21.00 waktu setempat. Diawali suara tembakan dari bar Le Carillon, di Jalan Alibert 18. Sejumlah saksi mata menyaksikan seorang pria keluar dari mobil dengan membawa senjata berat jenis Kalashnikov, dan menembakannya ke arah bar. Seketika itu, para pengunjung bar tiarap.

Pria yang menenteng senjata itu kemudian menyeberang jalan dan mengumbar tembakan secara brutal ke sebuah restoran bernama Le Petit Cambodge. Sekitar 20 orang tewas dalam aksi penyerangan orang bersenjata di wilayah ini. Polisi yang datang langsung melakukan penjagaan.

Aksi teror berlanjut sekitar pukul 21.30 waktu setempat, di wilayah utara Paris atau tepatnya area stadion utama Stadion Stade de France. Saat itu, ribuan orang tengah menyaksikan pertandingan persahabatan antara Timnas Prancis melawan Timnas Jerman. Baru 15 menit laga berjalan, terdengar suara ledakan pertama, disusul tiga menit kemudian terdengar ledakan kedua.

Presiden Prancis, Francois Hollande, yang ikut menyaksikan pertandingan tersebut, langsung dievakuasi oleh aparat keamanan keluar dari stadion. Menteri luar negeri Prancis yang ikut menyaksikan pertandingan bersama Hollande juga turut dievakuasi dan dalam kondisi aman.

Di wilayah selatan Paris, juga dilaporkan terjadi aksi penyerangan orang bersenjata di sebuah bar La Belle Equipe di Jalan de Charonne di Distrik 11, sekitar pukul 21.50 waktu setempat. Dua orang terlihat melepaskan tembakan secara brutal ke arah bar. Aksi tersebut berlangsung hanya beberapa menit, dua orang tersebut terlihat pergi menuju arah stasiun Charonne.

Aksi penyerangan paling mencekam malam itu terjadi di gedung konser Bataclan yang terjadi di Distrik 11 di Boulevard Voltaire sekira pukul 22.00. Gedung konser berdekatan dengan kantor Charlie Hebdo, yang dulu pernah diserang oleh kelompok militan.

Tiga orang bersenjata dan mengenakan jaket antipeluru melakukan penembakan di tengah-tengah konser grup musik terkenal asal California, Amerika Serikat, Eagles of Death Metal di gedung Bataclan.

Saksi mata mengatakan, orang-orang bersenjata menyandera belasan orang di gedung konser Bataclan (serangan tembakan kedua). Seorang pria bersenjata berteriak, “Ini untuk Suriah, Allahu Akbar.”

Situasi krisis ini langsung direspons cepat Presiden Hollande. Menjelang tengah malam, Hollande mengumumkan melalui televisi dan radio bahwa keadaan darurat untuk Prancis segera ditetapkan. Dia meminta kepada otoritas keamanan untuk menutup perbatasan. Selain itu, Hollande memerintahkan pasukan elitenya untuk membebaskan sandera di Gedung Bataclan.

"Prancis harus kuat melawan terorisme. Penyerang berada di Paris, ini mengkhawatirkan. Kami mengerahkan seluruh tenaga keamanan, pertemuan Kabinet akan dilakukan, militer sudah dikerahkan," kata Presiden Hollande dilansir Telegraph.

Lebih dari 100 korban tewas atas penembakan di Bataclan dan puluhan orang lainnya di lokasi berbeda di sekitar Prancis. Tiga pelaku berhasil ditembak oleh polisi di lokasi kejadian. Situasi di Kota Paris menjelang Sabtu dini hari, 14 November 2015, masih mencekam. Beberapa tembakan masih terdengar sekitar pukul 00.30.

Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas tragedi berdarah yang terjadi di Paris. Mereka menyatakan telah membuat badai di negara tersebut. Mereka menyatakan melakukan serangan dan teror di enam titik terkoordinasi yang mengguncang ibu kota Prancis tersebut. Pernyataan itu dikeluarkan ISIS pada Sabtu, 14 November 2015.

Mereka menegaskan, penyerangan tersebut sebagai reaksi keras dari serangan udara yang dilakukan Prancis terhadap kelompok militan tersebut. Dalam pernyataan itu, ISIS juga memperingati Prancis bahwa negara tersebut tetap menjadi target utama mereka.

"Kami mengirim mereka (pelaku) dengan dibekali rompi peledak dan membawa senjata untuk melakukan serangan," ujar pernyataan ISIS seperti dilansir dari Express.co.uk, Sabtu 14 November 2015. [Baca: ]


Siap Perang




Siap Perang


Setelah situasi mereda, Presiden Hollande memutuskan untuk mendatangi salah satu lokasi kejadian penembakan yang menewaskan ratusan orang. Hollande mendatangi gedung konser Bataclan dengan pengawalan penuh aparat. Dalam pernyataannya, Hollande menegaskan Pemerintah Prancis akan mengambil tindakan tegas atas peristiwa ini.

"Bagi semua orang yang menyaksikan peristiwa mengerikan ini, saya menegaskan bahwa pemerintah siap untuk berperang dengan kejam," kata Presiden Hollande dilansir dari Wahington Post, Jumat 13 November 2015.

Ia mengatakan, jika para teroris mampu melakukan penyerangan dan aksi teror yang sangat mengerikan itu, artinya mereka siap untuk melawan kekuatan penuh Prancis. "Kami bersatu dan tidak akan goyah, walaupun kini kami mengalami duka cita yang mendalam," kata dia.

Atas tragedi mematikan ini, Hollande menginstruksikan, agar beberapa tempat, seperti jalan raya, serta perbatasan ditutup. Ia ingin memastikan bahwa tidak ada orang luar yang bisa masuk untuk melakukan kejahatan lagi di Prancis.

"Dan, tidak ada orang yang bisa keluar (dari Prancis), sehingga kami bisa melakukan penangkapan," ujarnya.

Otoritas keamanan Paris menyebut aksi teror yang menewaskan 129 orang dan melukai lebih 352 warga di Paris, Prancis ini ditengarai dilakukan tiga tim yang terdiri dari tujuh orang.

"Pada tahap ini kami dapat mengatakan tentang penyelidikan bahwa kemungkinan terdapat tiga tim teroris terkoordinasi yang ada di balik serangan barbar ini," kata Jaksa Paris, Francois Molins, Sabtu malam, 14 November 2015.

Pernyataan ini disampaikan sehari setelah terjadi serangkaian serangan brutal di gedung konser, stadion, restoran, dan tempat minum. Menurut Francois, pelaku berjumlah tujuh orang, bukan delapan seperti dilaporkan sebelumnya. Mereka semua bersenjata senapan serbu Kalashnikov dan mengenakan sabuk berisi bahan peledak.

"Kami harus mencari tahu dari mana mereka, dan bagaimana pendanaan mereka," kata Francois seperti dilansir BBC.

Terima Ancaman, Siswa Tiga Sekolah di Paris Dievakuasi

[Baca juga: ]

Sementara itu, Kepolisian Prancis bergerak cepat menyelidiki dan mencari banyak bukti terkait insiden tragedi Paris yang mengguncang ibu kota Prancis tersebut pada Jumat malam lalu. Dari hasil identifikasi tiga orang pelaku yang tewas dalam aksi tersebut.

Salah satu pelaku yang tewas, diketahui sebagai seorang pria Prancis berusia 30 tahun yang berasal dari kota Courcouronnes, sekitar 25 kilometer arah barat dari Paris. Pelaku diketahui mempunyai catatan kriminal tetapi tidak pernah dipenjara. Sementara itu, dari dua tubuh pelaku lainnya, polisi menemukan paspor Suriah dan Mesir.

Seperti dilansir dari Daily Mail, tiga orang pelaku bunuh diri di luar Stadion Stade de France, dua di antaranya diduga masih sangat muda. Diduga usia mereka sekitar 15 tahun. Sedangkan satu pelaku lain yang ditemukan paspor Suriah di tubuhnya, diperkirakan berusia 25 tahun.

Menurut laporan harian Prancis, El Figaro penyidik menemukan bukti baru berupa rekaman dua teroris yang berkomunikasi dengan Bahasa Prancis.


Kecaman Internasional



Kecaman Internasional


Serangan berdarah yang menyerang jatung Kota Paris, Prancis, memantik aksi solidaritas dari berbagai negara. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyampaikan pesan belasungkawa atas tragedi penembakan di Paris, Prancis, yang terjadi Jumat malam. Erdogan mengutuk aksi penyerangan dan bom bunuh diri tersebut.

"Atas nama negara Turki dan diri saya sendiri, saya turut berduka cita kepada rekan saya Pak Hollande (Presiden Prancis) dan orang-orang Prancis, dan saya berharap pemulihan yang cepat untuk orang-orang yang terluka," ujar Endorgan beberapa jam, setelah peristiwa terjadi seperti dikutip dari Dailysabah, Sabtu 14 November 2015.

Erdogan menekankan pentingnya mengadopsi sikap bersama memerangi terorisme untuk mencegah serangan teror. Ia mengatakan, para teroris tidak memiliki agama, kebangsaan, atau negara. "Turki sangat paham mengenai aksi teror dan apa yang dihasikannya. Kami mengerti duka yang dialami Prancis sekarang," ucap dia.

Perdana Menteri Inggris, David Cameron, juga menyampaikan pesan belasungkawanya untuk Paris atas kejadian duka ini.

"Saya terkejut dengan apa yang terjadi di Paris malam tadi. Kami (Inggris), turut berbelasungkawa untuk semua rakyat Paris. Kami akan melakukan apa pun untuk membantu," tulis Cameron melalui akun Twitter miliknya.

Kepala North Atlantic Treaty Organization (NATO), Jens Stoltenberg mengecam aksi penyerangan dan bom di Paris, Prancis.

Stoltenberg mengatakan, serangan mematikan di kota mode dunia itu bukan pertarungan antara ‘dunia’ Islam dan Barat. Dalam aksi serangan tersebut yang harus disoroti adalah kelompok-kelompok ekstremis.

"Jadi, ini bukan pertarungan antara dunia Islam dan dunia Barat. Ini adalah pertarungan ekstremis, penjahat, dan orang-orang yang percaya pada nilai-nilai kebebasan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ujar Stoltenberg seperti dilansir Channel News Asia, Minggu, 15 November 2015.

Dalam sebuah wawancara melaui telepon, Stoltenberg mengatakan, serangan hanya akan memperkuat tekad pendukung demokrasi. Menurut dia, pada akhirnya pendukung demokrasi yang menang karena bepegang teguh pada nilai-nilai superior.

"Semua sekutu NATO bersatu dalam memerangi terorisme dan bersatu dalam solidaritas dengan Prancis," ujar kepala dari aliansi 28 negara itu.

Pesan belasungkawa juga datang dari kawasan Asia, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, menyampaikan duka citanya melalui akun Facebook miliknya.

"Kami turut berbelasungkawa atas penyerangan yang terjadi. Ini bukan pertama kalinya warga tidak bersalah menjadi korban di dunia ini. Tetapi, setiap kali peristiwa seperti ini terjadi, kami selalu merasa terkejut dan marah. Semua doa kami ada untuk korban dan keluarga, juga warga serta pemerintahan Prancis," kata Lee.

Tak ketinggalan, Presiden RI Joko Widodo, menyampaikan kecamannya terhadap serangkaian teror di Paris, Prancis pada Jumat malam. Teror tersebut tidak hanya berupa bom bunuh diri, tetapi juga penembakan di beberapa titik lokasi. Jokowi menegaskan dengan alasan apa pun, aksi terorisme tidak bisa ditolerir.

"Kita ingin menyampaikan ucapan bela sungkawa yang mendalam atas musibah yang menimpa. Pemerintah dan bangsa Indonesia mengutuk keras kekejaman di Paris," katanya. [Baca: ]

Merambat ke Indonesia?

Korban Teror Penembakan di Paris Sadar dari Koma



Merambat ke Indonesia?


Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, turut merespons aksi teror berdarah di Paris, Prancis. Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menilai aksi itu sebagai tindakan yang begitu keji. "Sasaran warga sipil di stadion yang dihadiri Presiden Prancis jelas merupakan teror kepada negara juga," kata Mahfudz, Sabtu, 14 November 2015.

Sejumlah media setempat mengutip, ada dugaan aksi teror ini didalangi kelompok militan bersenjata ISIS. Bagi Mahfudz, kalau ISIS dikaitkan dengan serangan teroris di Paris itu berarti ada skenario menyeret Eropa ikut dalam konflik di Timur Tengah.

"Jika pelaku benar dari ISIS maka ini adalah bagian dari skenario untuk menarik negara-negara Eropa masuk terlibat dalam konflik bersenjata di Timteng," ujarnya.

Saat ini, Rusia secara terang-terangan membantu untuk memerangi ISIS di Suriah. Presiden Suriah juga sudah meminta bantuan. Dengan pola ini menurut Mahfudz, ISIS sarat dengan campur tangan dan kepentingan sejumlah negara. "Pola konflik kawasan yang sedang terjadi di Timteng memang akan terus diperluas ke berbagai negara lain," katanya.

Mahfudz menjelaskan, awalnya konflik di Timur Tengah ketika Amerika Serikat mengintervensi Irak di bawah rezim Saddam Husain. Setelah itu, berlanjut ke Libya, Suriah dan termasuk Yaman.

Politikus PKS itu menilai, perubahan rezim politik di Timur Tengah tidak segera menghasilkan rezim dan format politik baru. Sebaliknya, yang muncul adalah model konflik baru yang multi faktor dan aktor.

"Timteng sesungguhnya telah dijadikan lapangan konflik untuk target merekonstruksi peta negara dan kekuasaan dengan melibatkan aktor negara dan non-negara," paparnya.

Setelah AS, Rusia, Saudi Arabia, dan Turki terlibat, menurut Mahfudz, kasus pembantaian di Paris adalah cara menyeret Eropa menjadi faktor dan aktor tambahan.

"Pemerintah Indonesia harus memahami dan menyikapi sikon ini. Karena pola konflik ini akan terus diperluas termasuk ke kawasan Asia Barat, Asia Selatan dan kemudian Asia Tenggara," ujar Mahfudz. Dia menambahkan, di kawasan Asia Timur sudah menghadapi potensi konflik kawasan yaitu isu Laut China Selatan.

Sementara itu, Anggota Komisi Pertahanan DPR RI Sukamta menila aksi teror berdarah di Paris, Prancis bisa terjadi di Indonesia. Hal ini bisa terjadi jika pemerintah tak serius dalam mencegah perbuatan teror. "Bisa saja Indonesia dijadikan seperti Paris ini kalau kita tidak serius untuk mencegah," kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 15 November 2015.

Otoritas keamanan Prancis mengendus jika aksi teror di Paris ini dilakukan oleh kelompok militan ISIS. Namun Menurut Sukamta, siapa pun yang bertanggung jawab dalam insiden ini, mereka ingin menciptakan konflik yang besar.

"Sepertinya ini skenario untuk menciptakan konflik yang lebih besar," ujanya menambahkan.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memastikan Pemerintah Indonesia akan selalu mengantisipasi potensi teror setelah kejadian berdarah di Paris, Prancis. Gatot mengaku sudah berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk meningkatkan koordinasi pengamanan di seluruh wilayah di Indonesia.

"TNI-Polri akan melakukan patroli untuk mewujudkan keamanan masyarakat, dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan," kata Jenderal Gatot, Minggu, 15 November 2015.

Jelang Natal, Prancis Nyaris Kembali Diserang
Sven Mary, pengacara Salah Abdeslam

Pengacara Tersangka Teroris Paris Tolak Ekstradisi

Ia mempertanyakan keterlibatan jaksa Prancis.

img_title
VIVA.co.id
21 Maret 2016