WAWANCARA KHUSUS PRABOWO SUBIANTO

Banyak Elit Pemimpin Tergoda Uang Receh

bahas RAPABN, elite KMP ada pertemuan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Bangsa Indonesia baru saja memeringati Hari Pahlawan pada 10 November 2015. Sebuah hari penting yang terus dikenang karena hari bersejarah yang terjadi pada 10 November 1945. Peringatan bernilai penting karena bangsa yang kuat, besar, dan beradab, haruslah senantiasa menghormati sejarahnya sendiri.

Esensi peringatan hari pahlawan setelah 70 tahun Indonesia merdeka tentu perlu reaktualisasi. Butuh pembuktian lebih dari sekadar ritual seremonial belaka. Pembuktian atas komitmen melanjutkan perjuangan para pahlawan bangsa menegakkan kedaulatan dan kepercayaan diri sebagai bangsa yang kuat, besar, dan beradab.

Begitulah pendapat Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, saat berkunjung ke kantor redaksi VIVA.co.id.

Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina

Prabowo mengungkapkan kecenderungan saat ini nilai-nilai kepahlawanan itu mulai luntur. Itu terlihat pada bagaimana masyarakat mengapresiasi nilai-nilai dan karya seni budaya yang cenderung melihat lebih tinggi yang dari luar dan kurang bangga pada hasil cipta rasa dan karya anak bangsa sendiri.

Mantan Danjen Kopassus itu menegaskan, seharusnya nilai-nilai kepahlawanan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya menghormati pahlawan dapat diimplementasikan dengan cara melakukan yang terbaik di bidang masing-masing, misalnya di bidang militer, pendidikan, seni, budaya, teknologi, dan sebagainya.

Bukan hanya soal itu, pembicaraan hangat yang berlangsung di ruang redaksi VIVA.co.id, pada 10 November 2015, lalu juga membahas seputar isu aktual seperti isu-isu pemerintahan dan juga Pilkada serentak. Sejumlah pertanyaan mengenai kinerja Pemerintahan Jokowi-JK, Pilkada serentak, hingga isu reshuffle kabinet dan Pilkada DKI Jakarta disodorkan kepada pria yang pada Pilpres 2014 lalu diusung sebagai calon presiden.

Bagaimana Prabowo menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, berikut petikannya.

10 November diperingati sebagai hari pahlawan. Sebuah hari bersejarah bagi kemerdekaan bangsa. Menurut anda, apa sebenarnya makna hari pahlawan? 

Kita selalu harus menghormati sejarah kita sendiri. Kita harus menghormati leluhur kita sendiri. Kita harus menghormati budaya kita sendiri. Baru kita akan menjadi bangsa yang kuat, bangsa yang besar, bangsa yang beradab.

Tentunya kalau menghormati sejarah, kita akan menghormati pahlawan-pahlawan kita, karena sejarah satu bangsa yang berhasil tentunya diwujudkan dicapai oleh individu-individu. Individu ini yang kita akui punya sumbangan dan jasa besar kepada suatu bangsa yang beradab itulah yang kita beri nama pahlawan.

Pahlawan di bidang militer, yang berjasa di bidang militer. Pahlawan di bidang pendidikan, individu yang berjasa di bidang pendidikan. Kita mengenal Ki Hajar Dewantara, kita mengenal Kartini, kita mengenal Ciptomangunkusomo, kita mengenal banyak lainnya. Di bidang ekonomi, politik, budaya.

Kalau kita tidak hormati pahlawan-pahlawan kita, berarti kita tidak percaya diri sebagai bangsa. Itu yang dinamakan inferioty complex, bangsa yang inferior, bangsa yang merasa rendah diri bukan rendah hati. Itu yang disebut mental inlander, mental pihak yang kalah.

Jadi, untuk jadi bangsa besar dan kuat kita harus hormati pahlawan. Kita harus bangga dengan budaya kita dengan bahasa kita. Tidak akan ada yang menghormati bangsa kita kalau bukan kita. Musik kita, seni kita, semua harus kita hormati. Sekarang apa kita bangga dengan pakaian nasional kita dengan pakaian daerah kita, coba iya kan?

Apa kita bangga dengan sejarah kita sendiri. Anak kita sekarang sedikit-sedikit maunya kalau ada uang bapaknya suruh bawa ke Disneyland, nonton Superman. Ya bagus, hanya filmnya bagus.

Jadi kalau anda tanya saya makna hari pahlawan, jangan hari itu yang dipentingkan. Itu nanti bisa jadi ritual, seremoni, upacara saja. Jangan itu. Nilai itu. Harusnya setiap hari kita hormati pahlawan kita. Tapi jangan berlebihan. Ambil nilainya. Marilah kita di bidang masing-masing. Berbuat yang baik.

Pahlawan tidak akan berbuat yang tidak baik. Tidak akan korupsi, tidak akan mencuri uang rakyat. Tidak akan mencelakakan orang lemah, orang kecil. Jadi Harusnya nilai itu. Kita hidup sehari-hari berbuat baik, yang kaya bantu yang miskin, yang kuat tarik yang lemah itu bangsa yang kuat.

Kita oleh takdir sebagai negara keempat terbesar di dunia. Wilayah kita sama dengan eropa. Eropa 25 negara lebih, kita satu negara. Tiga zona waktu, ini negara besar. Sekarang bagaimana kita mengisi kebesaran itu. Jangan hanya mulut, jangan hanya seremoni, jangan hanya slogan. Tapi kita jalankan. Itu yang kita harapkan.


Soal inferiority complex itu masih menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia sampai saat ini, misalnya soal pengelolaan sumber daya alam?

Dua Skema Koalisi Gerindra Hadapi Pilkada DKI Jakarta

Kalau tidak punya rasa bangga kita akan jadi bangsa yang inferiority complex, jadi bangsa yang minder, wardehik komplek orang Belanda bilang. Rasa rendah diri.

Sumber daya alam Indonesia banyak, apa kita tidak mampu mengelola atau kita tidak percaya diri mengelola?

Menurut saya karena banyak elit kita yang tidak pandai, pertama. Kedua, lemah iman. Tergoda, yang sayangnya, sedihnya, tergodanya itu untuk uang receh.  Pejabat dia kasih izin, dikasih Rp2-3 miliar, senang. Enggak tahu nilai intinya itu triliunan. Itu, jadi ya ini tantangan kita dan kalian anak-anak muda. Masa depan milik kalian. Kalau kalian biarkan kekayaan kita diambil terus kalian nanti punya apa?

Karena semua sumber alam dan kekayaan itu ada batasnya. Jangan dikira kita dilimpahkan kekayaan oleh Tuhan Yang Maha Esa tidak ada batasnya. Ada batasnya. Minyak ada batasnya. Batu bara ada batasnya. Gas ada batasnya.

Ikan saja ada batasnya, sekarang cadangan salmon di dunia terancam. Terjadi over fishing. Jangan kita anggap remeh ulah ulah manusia yang tidak tanggung jawab. Tidak waspada. Tidak menjaga diri. Menjaga lingkungan. Ini pesan saya pada anak-anak muda di hari pahlawan.

Sebaiknya jangan hanya hari ini tapi setiap hari kita berperilaku dengan kebaikan. Seorang pahlawan berbuat baik bukan berbuat tidak baik.

Jelang hari pahlawan, publik larut pro kontra soal gelar pahlawan nasional untuk Presiden Soeharto dan Gus Dur. Apa pendapat anda soal pemberian gelar pahlawan nasional terhadap keduanya?

Menurut saya gelar pahlawan hanya gelar yang diberikan manusia. Kalau yang diberikan manusia pasti ada syarat. Syarat dengan subjektivitas. Si A menurut saya pahlawan menurut Anda belum tentu, kan begitu.

Sebaiknya itu konsensus dan menurut saya alamiah saja. Kalau saya berpendapat bahwa biarlah secara alamiah, sampai kita pada kesimpulan dengan tenang, dengan tidak mengungkit-ungkit keburukan orang. Objektif. Kalau kita bisa objektif baik sekali.

Jadi kalau saya dan saya monitor keluarga Pak Harto dan keluarga Gus Dur juga tidak ngoyo berharap. Yang penting rakyat tahu jasanya, iya kan? Saya kira rakyat tahu, saya kira itu.

Jangan kita selalu melihat jangka pendek. Jangka pendek itu banyak sarat dengan subjektivitas dan politik. Perjalanan jauh.

Kalau anda ke Amerika enggak ada tuh George Washinton dapat gelar pahlawan nasional. Tapi semua orang, anak-anak Amerika kenal George Wasington adalah presiden pertama yang perang melawan penjajah dan sebagainya. Kalau anda nanya apa Abraham Lincoln pahlawan nasional? Untuk orang utara Lincoln pahlawan nasional, untuk orang selatan bukan. Tapi orang hormati Lincoln sebagai pemimpin yang besar. Dia berkorban.

Martin Luther King. Dia pemimpin besar. Tapi bagi sekelompok orang kulit putih dia musuh besar. Jadi kalau saya berusaha cari positifnya, cari baiknya. Kalau ada kontroversi ya mudah-mudahan kontroversi bisa hilang secara alamiah, kalau pendapat saya, enggak usah ngoyo. Jangan dibikin isu lah. Tapi kalian wartawan perlu isu, kalau enggak ada isu enggak ramai, kan (tertawa) iya, kan? Lebih banyak isu dari pada gelar.


Bagaimana Anda menilai satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo ini berjalan?

Saya terus terang, saya anggap itu pertanyaan kurang fair. Saya kan petarung kemarin. Istilahnya rival. Kalau saya kritis, oh … sakit hati. Kalau saya puji-puji, oh … enggak benar, enggak jujur. Sudah lah, biarlah rakyat menilai. Kalian tugasnya menilai, enak saja kalian tanya-tanya terus (tertawa). Berarti kalian enggak kerja. Saya sudah terlibat, saya ikut Pemilu, Pilpres, saya bikin partai, saya bertarung. Masa saya suruh nilai. Ibarat kesebelasan sepak bola katakanlah Real Madrid lawan Barca, masa Madrid disuruh nilai Barca, kan enggak objektif. Yang berhak menilai jangan kontestan atau mantan kontestan, rakyat yang nilai dong.

Isu reshuffle menguat dan salah satu anggota KMP, PAN, akan masuk kabinet?

Ketika Gerindra Tak Hadiri Rapimnas Golkar

Kalian lebih tahu (tertawa).

Bagaimana perubahan sikap PAN itu terhadap konfigurasi politik ke depanya?

Enggak ada masalah. Dalam arti, KMP tidak ada ikatan, sukarela. Partai politik juga sukarela. Di partai politik itu enggak ada kontrak kerja, kalau kamu anggota partai ini boleh, ini boleh, ini boleh. Itu enggak boleh. Ini enggak boleh. Saya kira kita berpikir baik saja. Berpikir positif saja, Siapa pun yang diminta jadi menteri ya mudah-mudahan kerja baik untuk rakyat. Itu saja.

Emangnya gampang gitu jadi menteri, jadi gubernur, jadi dirjen, iya kan? Jangan lihat enaknya, lhiat tanggung jawabnya dong. Iya kan? Jadi kalau itu namanya jabatan publik itu pengabdian. Jadi siapa pun diminta kalau dia merasa mampu dan bersedia ya monggo tidak ada masalah. Jangan curiga. Kalau untuk negara dan bangsa, why not, silakan. Kita berpikir positif.

Kalau posisi Partai Gerindra bagaimana, tetap konsisten sebagai penyeimbang yang memberikan kontrol?


Iya dong. Kasihan rakyat kalau kita tidak kontrol, masa maunya setuju ... Enggk lucu. Bukan demokrasi itu. Demokrasi selalu menuntut check and balance. Kalau enggak, bisa kebablasan. Saya saja keluar rumah dikoreksi sama staf saya. Pak kancingnya pak, pak rambutnya pak, kan begitu. Untuk supaya kita enggak salah.


Terkait Pilkada serentak yang pemungutan suaranya tinggal menghitung hari, 9 Desember 2015, nanti sudah pemungutan suara. Anda pasang target Gerindra menang di berapa daerah?

Enggak ada. Enggak ada target, karena saya sendiri sebetulnya kurang setuju dengan Pilkada serentak. Saya kira ini pemborosan uang yang sangat luar biasa. Suatu saat saya kira rakyat akan sadar. Bahwa ini pemborosan yang luar biasa. Tapi kalau ini sudah dalam sistem seperti itu ya sudah, kita loyal, kita laksanakan.

Saya tidak beri target. Mudah-mudahan kandidat-kandidat yang maju dari Gerindra berbuat baik. Semoga mereka dipercaya rakyat. Kalau dipercaya rakyat semoga mereka bekerja dengan baik. Itu saja. Saya tidak kasih target.

Banyak kader Gerindra yang masuk pencalonan Pilkada bagaimana kampanye? Anda akan turun ke daerah mana saja?

Banyak kader yang ikut Pilkada. Ada sekitar 200 lebih kader yang ikut. Masa saya harus datang semua. Itu namanya mati ngadeg saya. Kita cari waktu yang cocok ya, kebetulan saya sudah kasih komitmen akan datang ke beberapa daerah. Tapi enggak bisa semunya lah.

Jakarta kan sebentar lagi juga menggelar Pilkada. Sejumlah tokoh seperti Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil mau diusung Gerindra?

Pilkada Jakarta masih lama, 2017. Masih lama. Persiapan masih lama. Masih dua tahun lagi, masih lama itu.

Sandiago Uno dan Ridwan Kamil sudah sering disebut-sebut bakal maju dari Partai Gerindra?

Anda tanya Sandiago Uno. Orangnya tanya, mau maju enggak? Masa tanya saya. Orangnya mau engggak, tanya dulu. Bukan hanya mau, mampu yang penting, kita cari kader yang baik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya