Indonesia yang Tak Kunjung Reda Dihantam Bom

Ledakan di Duren Sawit
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Ancaman teror bom di Indonesia perlahan kembali 'menyelinap'. Sejumlah kejadian ledakan pun meski relatif kecil mulai bersahutan.

Pada Februari 2015, sebuah bom meledak di kawasan perbelanjaan ITC Depok Jawa Barat. Bom yang diyakini berdaya ledak tinggi dan mengandung bahan kimia ini meledak di sebuah kamar kecil.

Beruntung tak ada korban jiwa. Namun diyakini, bom jenis ini merupakan modus baru para pelaku teror.

Lalu di bulan Oktober 2015. Sebuah bom kembali meledak di pusat perbelanjaan Mall Alam Sutera Tangerang.

Bom yang diprakarsai oleh seorang pria bernama Leophad Wisnu Kumala (29) ini membuka mata publik bahwa kini siapa pun bisa dengan mudahnya seseorang membuat bom untuk meneror kelompok tertentu.

Dan terbaru ledakan granat di gedung perkantoran Multi Kiranti Graha Duren Sawit Jakarta Timur. Belum diketahui persis apa yang menjadi motif ledakan ini.

Namun sekali lagi ini menjadi bukti bahwa teror apapun itu caranya memang tengah mengancam ruang publik.

Bom Rakitan 10 Kg Sisa Konflik Aceh Ditemukan



Bukan Hal Baru
Aksi teror bom di Indonesia sesungguhnya memang bukan hal yang baru. Sejak 30 tahun lalu, insiden ledakan bermotif bom sudah terjadi.

Tahun 1985 misalnya. Sebuah bom meledak hebat di kawasan bersejarah Candi Borobudur. Motifnya tetap sama yakni jihad untuk membalas kematian puluhan warga muslim saat peristiwa Tanjung Priok tahun 1984.

Di tahun 2000, setidaknya ada empat teror bom yang terjadi. Yakni di Kedubes Filipina dengan dua orang tewas dan puluhan lain luka-luka. Lalu di Kedubes Malaysia berupa ledakan granat, tidak ada korban jiwa.

Selanjutnya di Gedung Bursa Efek Jakarta yang kemudian menewaskan 10 orang dan 90 orang lain luka-luka. Dan terakhir teror bom di malam natal yang merenggut 19 nyawa di sejumlah wilayah Indonesia.

Teror berlanjut di 2001. Tak tanggung, Gereja Santa Anna dan HKBP Jakarta Timur, Plaza Atrium Senen Jakarta, Restoran KFC Makassar dan bom di Sekolah Australia Jakarta menjadi korban. Setidaknya ada lima orang dilaporkan tewas dari kejadian tersebut.

Dan tentu yang paling fenomenal di tahun 2002. Sebuah bom yang kini populer dengan nama bom Bali telah menewaskan 202 orang warga Australia dan melukai lebih dari 300 orang. Kabar bom ini pun langsung menuai sorotan dari sejumlah negara. Tak pelak sejak itu Indonesia pun dicap sebagai daerah teroris berbahaya.

Secara rinci, tentu tak mencukupi untuk menuliskan satu persatu teror bom ini. Namun yang bisa dipastikan adalah, teror bom memang nyaris ada setiap tahunnya dan tentu saja memakan korban jiwa, materi dan lain sebagainya.



Benih Terorisme
Sejak peritiwa Bom Bali pada 2002, kepolisian Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini telah menangkap 700 orang tersangka tindak pidana terorisme.

Dari jumlah itu sebanyak 500 orang diantaranya sudah diadili dan beberapa diantaranya ada yang sudah dibebaskan usai menjalani masa tahanan.

Lantas apakah jumlah itu menandakan bahwa aksi terorisme di Indonesia berakhir? Tentu tidak. Sejumlah aksi teroris berupa serangkaian peledakan, pelemparan granat dan lain sebagainya tetap masih ada.

Benih terorisme bak tak pernah padam. Karena itu muncul anggapan bahwa jangan-jangan para teroris ini menganut faham, Mati Satu Tumbuh Seribu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan tak menampik kemungkinan suburnya benih terorisme di Indonesia.

Apalagi dua faktor penyebab lahirnya faham teroris yakni, faktor ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan sosial serta faktor ketidakadilan masih mengakar di Indonesia.

"Dari beberapa penelitian, dua faktor tersebut (kemiskinan dan ketidakadilan) dominan menyebabkan terorisme tumbuh tak hanya di Indonesia," kata Luhut.

Pimpinan milter Angkatan Darat Amerika Serikat Jenderal Mark A Milley pun tak menampik bila Indonesia memang menjadi lokasi 'strategis' aksi terorisme. Kultur Indonesia yang didominasi oleh Islam membuat Indonesia memiliki peran penting dalam pemberantasan konsep terorisme di dunia.

"Indonesia memiliki peran penting dalam pemberantasan terorisme. Sehingga, merupakan suatu kunci penting bagi Indonesia, karena berada di lokasi strategis," kata Jenderal Mark di Nusa Dua, Bali, Senin 14 September 2015.

Tak jelas isyarat kalimat 'strategis' yang dipaparkan Mark tentang teroris di Indonesia. Namun ini menjadi pesan kuat bahwa Indonesia memang menjadi daerah tepat bagi para pelaku teror untuk 'menyemai' benih mereka.

Bayangkan saja, dengan jumlah penduduk indonesia yang mencapai seperempat miliar. Jelas merupakan prospek cerah untuk mencari sumberdaya manusia baru dalam bidang teroris.

Apalagi diketahui, selain berbasis mayoritas Islam, Indonesia memiliki puluhan juta generasi muda potensial yang mungkin saja bisa dijamah teroris lewat media apapun. Termasuk diantaranya internet.

Lihat saja kata data yang disampaikan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayor Jenderal Abdul Rahman Kadir. Setidaknya saat ini ada 88 juta warga Indonesia mulai dari usia 21 sampai 30 tahun menggunakan jaringan internet.

"Kaum muda saat ini menjadi target kelompok radikal dengan cara cuci otak menjadi teroris lewat layanan internet," kata Rahman.

Bertemu Menteri Australia, Yasonna Bahas Soal Terorisme



Anti Kompromi
Sejauh ini, Presiden Indonesia Joko Widodo kukuh bersikap akan memerangi aksi teror apapun di Indonesia. Menurutnya, stabilitas politik dan keamanan sangat berkaitan dengan pembangunan nasional.

Karena itu aksi terorisme apapun harus dilawan. "Hal-hal yang berkaitan dengan terorisme, negara harus menang," kata Jokowi April silam.

Sebab itu, kini Indonesia pun mulai memastikan diri menjadi contoh terdepan dalam penanganan teroris. Kapasitas dan kekuatan personel kepolisian penumpas aksi teroris pun dibekali lebih matang.

Upaya perburuan para terduga teroris di Poso pun digencarkan dengan sedemikian rupa.

Namun apakah sikap 'perang' terhadap teroris di Indonesia ini efektif? Tentu ini harus disikapi lebih bijak oleh negara. Riset indeks terorisme global menunjukkan aksi terorisme saat ini justru meningkat drastis.

Delapan puluh persen organisasi teroris ternyata bisa dilumpuhkan dengan menjamin kesepakatan politik dan hanya tujuh persen aksi terorisme yang berhasil ditumpas dengan intervensi militer.

Jadi, dengan kata lain perang melawan teror terbukti hanya menciptakan lebih banyak teror lagi.

Polisi Antiteror Kanada.

Gelar Operasi Antiteror, Polisi Kanada Lumpuhkan Tersangka

Tersangka bernama Aaron Driver dan ia bertindak tunggal.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016