Menanti Serangan Balik Novanto ke Sudirman dan Bos Freeport

Ketua DPR Setya Novanto.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Mohammad Nadlir

VIVA.co.id - Satu pekan, setelah menjadi tertuduh dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden, serta meminta saham PT Freeport Indonesia, Ketua DPR Setya Novanto mulai ancang-ancang melakukan serangan balik.

Setya Novanto: Saya Sayang dengan Pak Idrus

Novanto secara resmi menunjuk Rudi Alvonso, Firman Wijaya dkk sebagai tim kuasa hukum pada Jumat lalu, 20 November 2015.

Tim hukum pun bergerak cepat. Mereka segera mendatangi Gedung Nusantara III, DPR, Senin 23 November 2015, untuk menanyakan alat bukti seperti rekaman dan transkrip yang tengah diproses di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Salah satu kuasa hukum Setya Novanto, Rudi Alvonso, pun segera menyatakan akan melaporkan balik Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin ke Mabes Polri.

Dugaan pelanggarannya antara lain, melakukan pencemaran nama baik dan fitnah seperti diatur pada Pasal 311 KUHP, sampai aksi sadap ilegal dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.

Lalu, melanggar Pasal 31 dan 32 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dengan tegas mengatur soal pihak-pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan.


Namun, mereka tak bisa serta merta ke Bareskrim Polri. Ada syarat penting yang mereka butuhkan dan hingga kini belum mereka dapatkan.

"Kami akan menunggu alat bukti dari MKD. Karena, Sudirman Said membawa data rekaman dan transkripan pembicaraan itu ke institusi tersebut," kata Rudi kepada VIVA.co.id, Senin.

Begitu mendapat alat bukti itu, mereka akan melakukan analisis. Rudi menegaskan, semua hal-hal yang tidak benar itu tentu memiliki konsekuensi hukum.

"Data itu kami yakini tidak benar dan hasil sadapan ilegal," ujar dia.

Rudi menyatakan, tata cara penyadapan memiliki ketentuan tersendiri. Tak bisa dilakukan seenaknya. Misalnya, sesuai dengan Undang-undang ITE, melalui izin ketua pengadilan, dan dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Untuk konten atau isi dari bukti yang diserahkan Sudirman, dia meragukannya. Menurutnya, tak ada jaminan keaslian. "Apa itu asli atau tidak, dipenggal-penggal atau ditukar-tukar, atau ditambah?" tuturnya.

Rudi menegaskan, apabila transkrip dan rekaman tidak sama, maka itu sudah pelanggaran. Sejauh ini, Novanto mengaku tidak pernah mencatut nama Presiden dan meminta saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

"Dia yakin, 100 persen enggak ada."

Spanduk Setya Novanto Jadi Cawapres Jokowi 2019

Belum di tangan

Rudi mengakui bahwa alat bukti yang mereka butuhkan belum ada di tangan. Karena itu, mereka belum bisa segera mengunjungi Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan Sudirman dan Maroef.

Tetapi, dia menilai, MKD wajib memberikan alat bukti yang diserahkan oleh Sudirman. Karena sebagai teradu, Novanto berhak mengetahui apa bukti atas tuduhan yang dialamatkan pelapor padanya.

"Harus dong, kalau tidak teradu tidak bisa membela diri," jelasnya.

Rudi percaya MKD akan bertindak adil. Sebab, para anggotanya adalah orang-orang yang paham hukum.

"Saya kira orang-orang qualified, orang yang ngerti hukum, bisa memberi treatment yang benar," tutur dia.

Rudi mengungkapkan, penghakiman dialami oleh Novanto akibat pelaporan yang dilakukan Sudirman Said secara serampangan. Kepadanya, kliennya itu mengaku siap menanggung konsekusensi dan membuktikan tidak bersalah.

"Jelas ,Pak Setya Novanto sudah dihakimi melampaui yang seharusnya," kata Rudi.

Rudi mengatakan, hingga kini belum ada bukti yang lengkap, teruji dari si pelapor, yakni Sudirman Said. Namun, seakan-akan Novanto sudah terbukti mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden.

"Sementara kata-kata mencatut itu secara subjektif, berarti hina dan nista. Padahal, mencatut definisinya apa? Nah, dari kalimat mana dia mencatut?" ujar dia.

Rudi menegaskan, apabila Novanto tidak melakukan pencatutan, maka siapa pun tidak bisa tinggal diam. Langkah hukum harus ditempuh.

"Hari ini, kami menunggu alat bukti dari MKD. Kami tidak mau gegabah dan buru-buru, misalnya hanya mengambil alat bukti dari tulisan di media-media," tuturnya.

Meski demikian, sama dengan Setya Novanto, Rudi mengakui adanya pertemuan antara kliennya dengan PT Freeport Indonesia. Namun, inisiasi datang bukan dari Novanto, melainkan Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin.

"Tiga kali, pertemuannya diawali dari DPR, mereka minta ketemu. Jangan dilihat pertemuan yang dijebak, awalnya siapa yang datang?" ujar dia.

Menurut Rudi, pada pertemuan pertama di DPR, Novanto menyampaikan bahwa yang berwenang melakukan perpanjangan kontrak adalah pemerintah, DPR tidak mungkin. Lantaran kesal, pada pertemuan berikutnya pembicaraan direkam.

"Mana ada minta saham. Tidak ada mencatut. Memang ada upaya sistematis menyerang pribadi Pak Setya Novanto," kata dia.

Sementara itu, kuasa hukum Setya Novanto yang lain, Firman Wijaya, mengatakan bahwa dalam pasal 31 dan 32 UU ITE disebut otoritas penegak hukum yang berhak melakukan penyadapan.

"Pertanyaannya, pengadu apakah punya otoritas seperti itu?" kata Firman yang pernah menjadi kuasa hukum mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tersebut.

Saya dizalimi

Ketua DPR Setya Novanto membenarkan bahwa dia akan melaporkan balik Menteri ESDM Sudirman Said dan bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin ke Mabes Polri. Kini, Novanto menyerahkan persoalan itu pada kuasa hukumnya.

"Iya, saya sudah serahkan semua serahkan ke tim lawyer (pengacara)," kata Novanto, usai bertemu pimpinan media di Jakarta, Senin 23 November 2015.

Kuasa hukum Setya Novanto saat ini belum bisa langsung mengunjungi Bareskrim Mabes Polri. Sebab, mereka masih menunggu alat bukti dari MKD.

"Nanti, kita liat perkembangannya, saran-sarannya dan kita serahkan semuanya kepada MKD," lanjut Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

Terkait tuduhan Sudirman, Novanto kembali menegaskan dua hal. Pertama, masalah dia mencatut nama Presiden dan yang berkaitan dengan meminta saham.

"Saya tidak ada mencatut nama Presiden maupun Wakil Presiden dan saya sudah sampaikan bahwa Presiden adalah lembaga yang harus kita hargai sebagai simbol negara, di mana saya harus hati-hati dan saya harus bicara dengan baik," ujarnya.

Kedua, adalah soal meminta saham. Novanto sudah memastikan bahwa dia tidak pernah meminta saham. Karena, dia tahu di dalam persoalan saham itu, ada proses yang sangat panjang dan tidak etis jika dia minta saham.

"Lalu, itu sudah ada dan berkaitan dengan masalah Foreign Corruption Practice Act (FCPA), jadi tidak mungkin saya melakukan itu," tuturnya.

Novanto juga kembali mengungkapkan, masalah saham sangat susah. Dia menggambarkan, saham pemerintah di Freeport saat ini saja baru 9,36 persen selama 40 tahun.

"Jadi perlu semua pihak menyadari, marilah kita bersama sama antara dpr dan pemerintah bersama untuk memperkuat perekonomian kita," katanya.

Novanto menegaskan tidak bersalah dalam kasus ini. Bahkan, dia merasa dizalimi.

"Saya merasa diperlakukan tidak adil, tahu-tahu sudah ada penyadapan. Saya juga heran apa yang menjadi salah saya."

Proses di MKD

Mahkamah Kehormatan Dewan kembali melanjutkan proses laporan Menteri ESDM Sudirman Said soal pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden serta permintaan saham PT Freeport Indonesia, Senin 23 November 2015. Agenda saat itu adalah rapat internal verifikasi bukti.

Wakil Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa MKD akan melakukan verifikasi sendiri. Rencana meminta bantuan Bareskrim Polri seperti yang sempat diberitakan media-media nasional urung dilakukan.

"Belum jadi uji keaslian rekaman di Bareskrim," kata Dasco kepada VIVA.co.id.

Politikus Partai Gerindra itu melanjutkan, MKD belum bisa menyidangkan aduan Sudirman tersebut. Karena, mereka masih melakukan verifikasi bukti yang sejauh ini berupa transkrip dan rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin serta seorang pengusaha terkenal.

"(Sidang) nunggu verifikasi dulu. Butuh berapa hari untuk verifikasi, Senin ini mau dibahas," tutur Dasco.

Sebelum ditentukan valid, Dasco meminta segenap pihak untuk tidak berspekulasi yang macam-macam khususnya mengenai sanksi yang mungkin diterima Novanto.

"Kita enggak bisa kira-kira," ujar Dasco.

Dasco tidak ingin, MKD diintervensi oleh sebagian politisi dan masyarakat terkait sanksi yang bisa dijatuhkan. Misalnya, merujuk pada desakan agar memberikan sanksi berat pada Novanto.

"Kita mesti lihat di mana pelanggaran hukumnya, di mana pelanggaran undang-undanganya," kata Dasco.

Sementara itu, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan, sidang kemungkinan akan digelar secara terbuka. Karena, hanya kasus seperti asusila saja yang menyebabkan sidang MKD menjadi tertutup.

"Kami akan sampaikan dasar-dasar, mengapa kami mengajukan sidang harus terbuka," ujar Junimart.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini berharap, rapat internal menyepakati jika sidang dilakukan secara terbuka. Junimart akan meminta sidang dilakukan secara terbuka.

"Tidak ada alasan (sidang tertutup)," kata Junimart.

Setelah menghabiskan waktu selama sekitar lima jam, dari pukul 10.30 hingga 16.30 WIB, MKD akhirnya menyelesaikan rapat internal. Ketua MKD, Surahman Hidayat, menggambarkan suasana rapat yang begitu dinamis dengan adu argumentasi yang hangat.

Namun, dia mengakui adanya suatu keterbatasan pengetahuan dari anggota MKD. Karena itu, rapat memutuskan untuk memanggil seorang ahli bahasa pada Selasa 24 November 2015.

"Kita adalah manusia yang terbatas dalam hal ilmu dan wawasan, karena keterbatasan itu keputusan belum bisa diketok hari ini, kita lanjutkan besok sore dengan hadirkan pakar bahasa hukum," kata Surahman di ruangan MKD, DPR, Senayan, Jakarta, Senin.

Salah satu yang menjadi perdebatan MKD adalah status Sudirman Said yang ketika melaporkan posisinya sebagai Menteri ESDM, bukan sebagai individu biasa.

"Ternyata kita lihat dokumen itu Pak SS (Sudirman Said) bukan sebagai SS tapi sebagai Menteri ESDM dengan kop resminya, dikaji tadi, ini perlu didudukan apakah bisa eksekutif adukan legislatif. Daripada kita main otot-ototan, kita undang pakar bahasa hukum," ujarnya.

Karena masih ada beberapa hal yang perlu diperjelaskan itu, MKD belum bisa mengambil keputusan apakah sidang selanjutnya bisa dilakukan secara terbuka atau tertutup.

"Oleh karenanya, dengan penundaan waktu, esok bisa diambil keputusan yang mantap," tuturnya.

Ketika didesak bagaimana tanggapan MKD terhadap bukti yang diserahkan Sudirman, Surahman mengatakan, bukti rekaman yang diserahkan dalam flashdisk beberapa waktu lalu hanya berdurasi sekitar 11 menit. Padahal, menurut laporan Sudirman, percakapan yang direkam aslinya berdurasi kira-kira 120 menit.

"Artinya, masih kurang 100 menit lagi, nah ini isinya apa?" tanyanya.

Sufmi Dasco Ahmad menambahkan bahwa MKD akhirnya belum bisa melakukan verifikasi secara utuh rekaman yang diserahkan oleh Sudirman.

"Jadi, transkrip yang dilaporkan ke MKD bukan seutuhnya rekaman itu. Beda, makanya kita lagi klarifikasi nih," kata Dasco ketika dihubungi.

Dasco menegaskan durasi bukti rekaman dalam flashdisk yang diserahkan Sudirman tidak selengkap seperti yang dilaporkan sebelumnya beberapa waktu lalu.

"Sudirman Said hanya menyampaikan rekaman selama 11 menit 36 detik dari adanya pembicaraan selama 120 menit yang dilaporkan ke MKD," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Sementara itu, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang, mengungkapkan pakar yang akan panggil adalah dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Dia berharap, kasus ini bisa segera disidangkan.

"Sesegera mungkin inginnya disidangkan, biarkan mereka saling menguji. Tapi sudahlah, kita tunjuk Selasa sampai pukul dua," ujarnya. (asp)

Papua Bangun Kompleks Olahraga Mewah untuk PON 2020
Spanduk dukungan Jokowi-Setya Novanto di Pilpres 2019 di arena Rapimnas Golkar.

Heboh Spanduk Setya Novanto Cawapres Jokowi di Pilpres 2019

Tak ada yang mengaku memasang spanduk tersebut.

img_title
VIVA.co.id
28 Juli 2016