Paket Ekonomi VIII, Senjata Hadapi Perdagangan Bebas ASEAN

KPK periksa Darmin Nasution soal kasus pajak BCA
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
Jokowi Sibuk, Paket Kebijakan XIII Keluar Pekan Depan
- Kemarin sore, Senin 21 Desember 2015, pemerintah kembali menelurkan paket ekonomi jilid VIII. Fokus paket kebijakan kali ini adalah meningkatkan daya saing industri dalam negeri, jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan bergulir pada 31 Desember 2015.

Banyak Pengusaha di Daerah Tak Tahu Paket Kebijakan Jokowi
"Intinya, jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, pemerintah sudah antisipasi daya saing di pasar domestik maupun global. Karena bagaimana pun, kami harus siap menyambut MEA," ujar Sekretaris Kabinet, Pramono Anung di Istana Negara, Jakarta.

Indonesia Dukung Sentralisasi ASEAN
Pemerintah berharap, paket ekonomi jilid VIII mampu memperbaiki dunia usaha, serta semakin menjaga ketahanan ekonomi nasional. Meskipun saat ini, diterjang sejumlah sentimen negatif dari perekonomian global.

"Mudah-mudahan, akan semakin berdaya saing, dan berdaya tahan lebih baik. The Federal Reserve (bank sentral Amerika Serikat) naikkan suku bunga. Mudah-mudahan ketahanan ekonomi kita makin lama makin baik," tutur dia.

Dalam paket itu, setidaknya ada tiga kebijakan utama yang diberikan pemerintah.

Pertama, adalah percepatan pelaksanaan satu peta, atau one map policy dengan skala 1:50.000. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penerapan kebijakan satu peta terbilang mendesak, lantaran masih ditemukannya tumpang tindih izin penggunaan lahan, yang pada akhirnya menghambat aktivitas perekonomian dalam negeri.

"Sebetulnya, peta ini sangat mendesak pada waktu kebakaran hutan kemarin. Tetapi, bukan berarti (kebakaran) itu tidak penting. Kenapa? Karena, masih banyak hal. Di antaranya, tumpang tindih penggunaan lahan," ujar Darmin, Selasa 22 Desember 2015.

Selain itu, Darmin menjelaskan, selama ini proses pembangunan ekonomi sering terbentur dengan adanya konflik penggunaan lahan. Penyebabnya adalah informasi geospasial tematik yang memang dianggap terlanjur "rancu".

Karena itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) atas kebijakan tersebut. Di mana, Perpres ini akan secara langsung meminta kepada Kementerian Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah untuk menggunakan satu peta standar yang sama.

"Selama ini, belum ada informasi geospasial yang akurat. Dengan adanya satu peta yang mengacu pada satu geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal, ini akan mempermudah dan mempercepat penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan lahan dan batas daerah," tutur dia.

Kebijakan ini, lanjut dia, dipastikan akan memberikan kepastian usaha yang sangat dibutuhkan saat ini. Selain itu, membantu proses percepatan penerbitan perizinan, yang terkait dengan pemanfaatan lahan, mempercepat pelaksanaan program pembangunan, sampai dengan sejumlah simulasi untuk mitigasi bencana.

Kebijakan kedua, berkaitan dengan pembangunan ketahanan energi, yakni percepatan pembangunan kilang minyak.

Darmin mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan insentif fiskal pembangunan kilang. "Pemerintah memberikan insentif fiskal maupun non fiskal bagi terselenggaranya pembangunan kilang yang dimaksud," kata Darmin.

Pembangunan kilang diusahakan sebisa mungkin terintegrasi dengan industri petrokimia. Sebab, keuntungan bisnis kilang dianggap tidak terlalu menarik. Sekadar informasi, nilai internal rate of return (IRR) dari kilang sebesar enam hingga delapan persen.

"Profit dari usaha itu tidak terlalu bersahabat. Supaya menarik, dikombinasikan dengan industri petrokimia yang akan menarik dari segi profitabilitasnya," kata dia.

Selain itu, Indonesia memerlukan industri yang hasilnya bisa menjaga transaksi berjalan agar tidak defisit.

"Salah satu hasil industri yang sangat diperlukan dan yang banyak diperlukan adalah hasil petrokimia. Kalau dipasangkan dengan pembangunan kebijakan, kami bisa mencapai dua langkah dengan satu kebijakan," ujar Darmin.

Ada pun, selama ini pembangunan kilang ditugaskan kepada PT Pertamina. Ke depannya, swasta bisa berinvestasi di kilang.

"Ke depan, dibuka kemungkinan swasta boleh investasi walaupun produknya memang harus dijual kepada Pertamina. Sebab, Pertamina yang menjamin distribusi hasil kilang ke seluruh Indonesia," kata dia.



Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, mengatakan ada empat skema pembangunan kilang yang ditetapkan pemerintah. 

Yang pertama, kilang bisa dibangun dengan dana anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Kedua, pemerintah bisa menugaskan Pertamina untuk membangun kilang. Skema ketiga, pembangunan kilang yang dikerjasamakan antara Pertamina-swasta. 

"Skema keempat, pembangunan kilang bisa pure dari investor," ujarnya menerangkan.

Menurut dia, pemerintah juga menawarkan empat hal kepada investor. Pertama, pihak investor diberikan jaminan untuk menjual produk kilangnya. Seperti yang diketahui, pihak investor menanamkan modalnya di kilang dan menjual hasil produknya kepada Pertamina. 

Kedua, adalah masalah lahan. Sudirman mengatakan, masalah lahan menjadi hambatan dalam pembangunan kilang, karena sertifikat yang diberikan hak guna usaha hanya selama 20-50 tahun. 

"Sekarang akan diberikan 50 tahun dan bisa diperpanjang menjadi 80 tahun," kata eks direktur utama PT Pindad (Persero) ini.

Sementara yang ketiga, adalah insentif berupa tax allowance dan tax holiday yang diberikan tergantung besarnya investasi. Poin yang keempat adalah pemberian jaminan finansial, kalau diperlukan, yang diberikan dari pemerintah kepada investor. 

"Ini sesuatu yang terlambat, tetapi kami perlu mendorong untuk pembangunan kilang," ujar Sudirman.

Kebijakan ketiga, kembali dijelaskannya, terkait dengan insentif bea masuk untuk suku cadang pesawat bagi perusahaan penerbangan nasional. 



Tingkatkan daya saing

Berbincang dengan VIVA.co.id, Vice President Corporate Communication PT Garuda Indonesia, Benny S. Butarbutar, mengatakan insentif bea masuk suku cadang penerbangan dapat menghemat biaya operasional maskapai hingga 10 persen. 

Sekaligus, sebagai solusi mendorong industri penerbangan nasional untuk bersaing pada era MEA yang berlaku pada awal 2016 nanti. 

"Ini akan mengurangi tekanan terhadap operasional, seperti biaya pembelian, biaya pemeliharaan, itu jauh lebih berkurang. Jadi, itu kira-kira bisa sampai 10 persen dihemat," ujarnya. 

Menurut Benny, kebijakan ini akan meningkatkan daya saing maskapai Garuda Indonesia menghadapi MEA. Dana yang dihemat bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas layanan maskapai.

"Kami juga punya GMF (Garuda Maintenance Facility), ini akan membantu GMF memiliki daya saing, artinya kami bisa bermain di industri pemeliharaan dan perawatan pesawat. Sekarang kami kan, cukup terbesar di Asia Pasifik. Paket ini akan membuat GMF semakin dikenal dan makin memberikan kemampuan bersaing baik nasional maupun global," kata Benny.

Diutarakannya, saat ini, industri penerbangan Indonesia memang masih mengandalkan barang-barang impor, lantaran industri dalam negeri masih belum bisa memproduksi suku cadang pesawat. 

Akibatnya, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sangat membebani impor suku cadang, yang diimpor dari AS dan Eropa.

"Sebab, 70 persen (pembelian) itu hampir menggunakan dolar AS, asuransi pesawat dalam dolar AS, pemeliharaan juga dalam dolar AS, impor mahal. Namun, saat ini yang diperlukan adalah untuk mampu bertahan dalam tekanan ekonomi nasional dan global," ujarnya.

Senada, Presiden Direktur Batik Air, Achmad Luthfi, juga mengatakan dibebaskannya bea masuk akan memperkuat daya saing penerbangan nasional pada saat menghadapi era MEA. 

Menurut dia, insentif ini akan mempercepat pengadaan suku cadang pesawat, tentu ini dibutuhkan oleh maskapai dalam negeri.

"Bea masuk itu dulunya ada yang 10 persen, ada yang 15 persen, kemudian harus melewati prosedurnya, itu yang bikin lama. Kami berterima kasih kepada pemerintah, karena prosesnya kan semakin cepat dan bebas bea masuk. Kami memang butuh segera suku cadang itu," ujar Achmad kepada VIVA.co.id.

Dia mengatakan, kebijakan ini juga akan mampu memperkuat kinerja bengkel pesawat di dalam negeri, sehingga dapat bersaing dengan bengkel pesawat negara tetangga, seperti di Malaysia atau Singapura.

Insentif bea masuk barang yang biasanya dipasok dari negara Eropa atau AS ini dinilai merupakan angin segar bagi perusahaan penerbangan nasional.

"Kalau bengkel pesawat untungnya di biaya, maka bisa bersaing dengan bengkel pesawat di luar negeri, seperti di Singapura, atau di Kuala Lumpur. Kalau di maskapai ini tentu waktu yang dibutuhkan lebih cepat. Kami terima kasih dengan paket VIII ini, sehingga bisa menghemat biaya maupun waktu untuk suku cadang itu tiba di Indonesia," kata dia.

Achmad mengakui, persaingan bisnis dalam industri penerbangan akan semakin ketat, terlebih dengan akan diberlakukannya ASEAN Open Sky pada 2016. 

"Jadi, ASEAN Open Sky ini memang kami akan kuatkan di domestik dulu. Tetapi, Open Sky ini juga kan enggak langsung, tetapi bertahap. Untuk kargo dulu tahap pertama, penumpangnya belum, enggak terlalu masalah. Pemerintah memproteksi juga itu. Kalau kami sendiri masih main di domestik," tuturnya.



Tanggapan IMF

Seperti diketahui, Perwakilan dari Dana Moneter Internasional (IMF) mengunjungi Indonesia pada awal hingga pertengahan bulan ini.

Tim yang dipimpin oleh Luise E Breuer bertukar pikiran dengan pemerintah, Bank Indonesia, dan beberapa lembaga publik, serta perusahaan terkait dengan perkembangan ekonomi terkini, baik di dunia maupun di Indonesia. 

Breuer dalam keterangan yang diterima VIVA.co.id, Selasa 22 Desember 2015 mengapresiasi paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah saat ini. 

"Serangkaian paket kebijakan yang dikeluarkan sejak Agustus 2015, menandakan strategi kebijakan baru yang bertujuan untuk meningkatkan iklim usaha dan mengurangi biaya bisnis," ujarnya. 

Seangkaian paket kebijakan tersebut, menurutnya, bentuk komitmen pemerintah untuk melanjutkan reformasi struktural yang sedang dilakukan. Kebijakan ini juga menandakan bahwa investasi akan didorong, sehingga menjadi salah satu motor perekonomian yang bisa diandalkan.

"Pihak berwenang menyatakan komitmen yang kuat untuk melanjutkan reformasi struktural untuk membangun driver pertumbuhan baru, termasuk meninjau peran investasi dalam dan luar negeri dan menilai manfaat dari pengaturan perdagangan regional," tambahnya. 

Serangkaian paket kebijakan itu, menurutnya, juga efektif dalam mendorong penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia. Sehingga, pada akhirnya angka pengangguran dapat ditekan dan konsumsi masyarakat meningkat. 

"Peningkatan fleksibilitas dalam praktik kerja lebih bisa menciptakan lapangan kerja dan menarik baru investasi swasta," ungkapnya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya