'Kerikil' di Proyek Kereta Cepat

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA.co.id - Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah gebrakan baru dalam sejarah transportasi di Indonesia. Proyek yang sejak lama diwacanakan ini akhirnya segera terealisasikan.

Sebagian Pelabuhan di Indonesia Akan Diswastanisasi

Pemasangan tiang pancang atau pun telah dilakukan Presiden Joko Widodo pada Kamis 21 Januari 2016 di Kawasan Kebun Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat. 

Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Hanggoro Budi Wiryawan menyampaikan, nilai investasi untuk pembangunan proyek ini sebesar US$5,57 miliar dan tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta tanpa adanya jaminan dari pemerintah.
Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat
 
"Investasi ini dibiayai secara mandiri oleh konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business," ujar Hanggoro‎ di Bandung, Kamis, 21 Januari 2016.
Terminal 3 Beres, Terminal 1 dan 2 Soeta Segera Direnovasi
 
Ia menyampaikan, setelah dilakukan groundbreaking oleh Presiden Jokowi, maka pengerjaan proyek ini akan langsung dimulai. "Ini untuk mengejar target konstruksi tuntas 2018, sehingga kereta cepat sudah beroperasi tahun 2019," kata dia. 
 
Konsorsium BUMN Indonesia terdiri atas PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Kereta Api Indonesia, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
 
Keempat BUMN ini membentuk perusahaan gabungan dengan nama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang selanjutnya berkolaborasi dengan Konsorsium China mendirikan perusahaan patungan dengan nama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
 
Kereta Cepat ini akan menghubungkan empat stasiun yaitu, Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar serta lokasi dekat kawasan Gedebage yang nantinya akan menjadi pusat pemerintahan kota Bandung‎. 
 
Namun, belum kering tanah yang dipakai sebagai lokasi grounbreaking megaproyek kereta cepat, sejumlah polemik mulai muncul. Jika dirunut, sebetulnya polemik sudah dimulai sebelum pelaksanaan groundbreaking.
 
Sebut saja mulai dari proses tender yang diikuti China dan Jepang, hingga akhirnya pemerintah menetapkan China sebagai pemenang tender dan membuat Jepang kecewa hingga berencana meninjau kembali hubungan bisnis dengan Indonesia.
 
Banyak masalah
 
Pembangunan kereta cepat (High Speed Railway) rute Jakarta-Bandung dipastikan belum mengantongi izin pembangunan prasarana perkeretaapian. Sebab, dari 11 dokumen perizinan yang menjadi syarat dikeluarkan izin tersebut baru enam yang bisa dipenuhi. 
 
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Hermanto Dwiatmoko, mengatakan, kelima dokumen yang belum dipenuhi yaitu rancang bangun, gambar teknis, data lapangan, spesifikasi teknis, dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
 
"(Izin pembangunan kereta cepat) sedang dibahas terus, ditargetkan Kamis ini ditandatangani, kalau clear. Lalu, Jumat ini akan keluar izinnya," ujar Hermanto di kantor Kemenhub, Jakarta, Senin 25 Januari 2016.
 
Khusus perizinan di Kemenhub, telah dikeluarkan beberapa izin. Di antaranya seperti izin trase atau jalur yang dikeluarkan pada 12 Januari lalu, kemudian izin usaha, pada 15 Januari 2016. 
 
Dia menegaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum, sebelum 11 dokumen dipenuhi, pembangunan fisik proyek tersebut belum bisa dilakukan.
 
"Harusnya di sana (Walini) tidak boleh ada pembangunan fisik, seharusnya loh ya," kata Hermanto. Bahkan,  jika izin pembangunan sudah dimiliki, PT Kereta Cepat Indonesia-China harus mendapatkan
 
"Kalau terpenuhi (Izin Pembangunan Prasarana Perkeretaapian) baru boleh bangun lima kilometer (km) awal, jadi antara kilometer 95 sampai 100 saja, selebihnya harus ajukan persyaratan lagi," ujarnya.
 
Selain belum mengantongi izin, PT KCIC selaku pengembang yang menyerahkan beberapa dokumen terkait izin tersebut terpaksa harus mengulang dokumen itu. Karena, setelah dipelajari ada dokumen tersebut masih dalam bahasa China atau Mandarin.
 
"Iya, (dokumen izin) sampai sekarang beberapa data masih banyak yang pakai bahasa Mandarin. Gimana kami mau evaluasinya," ujar Hermanto.
 
Adapun dokumen-dokumen perizinan yang masih menggunakan bahasa Mandarin itu di antaranya izin dan perancangan di jarak lima kilometer pertama, yakni di KM 95 Tol Cipularang, Jawa Barat. "Ada dokumen yang belum (dievaluasi), untuk yang masih bahasa China. Itu sudah saya suratin, saya kembalikan," kata dia.
 
Selain belum adanya izin pembangunan prasarana perkeretaapian, ternyata keberatan juga datang dari TNI Angkatan Udara (AU). Sebab, lokasi di areal wilayah Halim Perdanakusuma yang diincar sebagai areal lahan pembangunan kereta cepat tersebut adalah wilayah strategis TNI AU yang merupakan objek vital.
 
Selain itu, masih banyak fasilitas umum, dan fasilitas sosial yang ada di kawasan itu. TNI AU mengajukan surat keberatan pembangunan tersebut kepada Panglima TNI melalui surat bertanggal 20 Januari 2016. Kadispen TNI AU Marsma Dwi Badarmanto yang dihubungi oleh VIVA.co.id, Selasa malam membenarkan isi surat tersebut.  
 
"Sepertinya itu surat sudah lama. Tetapi, saya perlu cek lagi tentang surat itu. Tapi memang benar, kami mengajukan keberatan atas pembangunan itu, karena akan menggusur fasilitas di sekitar Lanud Halim Perdanakusuma. Di sana, kan ada sekolah, perumahan, tempat ibadah, dan lain-lain. Masih ada perwira-perwira yang masih aktif tinggal di sana," kata Dwi.
 
Sebagai alternatif, TNI AU sudah menawarkan untuk menggunakan lahan milik TNI AU yang berlokasi di wilayah Cipinang Melayu, Jakarta Timur. "Jadi, kami tak menolak, hanya menawarkan lahan lain yang lebih mungkin digunakan. Di sana, luas lahan yang bisa digunakan mencapai 30 hektare (ha)," katanya.
 
Senada dengan TNI AU, Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanudin juga menyampaikan keberatan yang sama.  
 
"Saran saya, dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, sebaiknya mengikuti saran TNI AU untuk menggunakan lahan 20 hektare dari delapan hektare yang dibutuhkan di daerah Cipinang Melayu, yang juga aset TNI AU, sehingga tak perlu menggusur objek vital nasional. Baik KA cepat maupun objek vital nasional TNI AU sama-sama hadir demi kepentingan bangsa dan negara," kata TB Hasanudin. 
 
Terlalu terburu-buru
 
Selain masalah perizinan, dokumen perjanjian proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikembalikan Kemenhub lantaran berbahasa mandarin mendapat sorotan dari pengamat. 
 
"Dikira Kementerian Perhubungan bisa berbahasa Mandarin. Sebaiknya, ditulis dalam bahasa Inggris dan Indonesia juga," kata pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 27 Januari 2016.
 
Djoko menyarankan agar pihak PT KCIC segera mengalihbahasakan dokumen tersebut ke dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal ini bertujuan agar dokumen tersebut lebih mudah dipahami.
 
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR, Refizal menyarankan agar pemerintah mematangkan dahulu kajian tentang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Ini agar tidak mangkrak di tengah jalan.
 
"Sebaiknya ditunda dan dibuat kajian yang matang tentang proyek ini. Tunda lima hingga 10 tahun mendatang. Lakukan evaluasi komprehensif," kata dia, Senin 25 Januari 2016.
 
Menurut dia, seharusnya pemerintah membuat perencanaan yang matang terlebih dulu. Apalagi, proyek kereta cepat belum merupakan prioritas. Padahal, saat ini ada sejumlah insfrastruktur yang pembangunannya lebih mendesak untuk didahulukan. Misalnya, proyek perbaikan jalan di Papua, proyek jalan Trans Sulawesi, atau jalan Trans Kalimantan.
 
Secara terpisah, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menyarankan pemerintah membuat studi makro yang komprehensif terkait proyek tersebut, sehingga bisa mengeluarkan argumentasi kebijakan yang solid.
 
"Sekarang ini semua fokus pada analisis finansial dan fiskal. Sebenarnya urutan yang benar adalah investment appraisal, financing appraisal, dan procurement appraisal. Lah, ini kan dimulai dari yang paling bontot,” ujar Danang.
 
Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai, banyak hal yang tidak rasional dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Faisal khususnya menyoroti lokasi pembangunan kereta cepat dan dana pinjaman proyek kereta cepat. Dia mempertanyakan alasan pemilihan lokasi peresmian proyek tersebut di Walini, Bandung, Jawa Barat.
 
"Prinsip-prinsip dasar kereta cepat itu untuk penumpang. Kalau Gedebage, setahu saya itu tidak cocok. Dari Gedebage ke pusat Bandung itu 1,5 jam. Ada hal-hal rasional yang susah diterima dengan akal sehat," kata Faisal di kantor pusat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Jakarta, Jumat 22 Januari 2016.
 
Sementara itu, Istana mengakui adanya perdebatan dari sejumlah kementerian, mengenai kereta cepat Jakarta-Bandung. Walau, groundbreaking oleh Presiden Joko Widodo sudah dilakukan pekan lalu.
 
"Di sela itu memang ada yang kami lihat ada perdebatan antarmenteri terkait, antara menhub dan yang lain," kata Juru Bicara Presiden, Johan Budi Sapto Prabowo, di Istana Negara, Jakarta, Rabu 27 Januari 2016.
 
Johan menjelaskan, memang setelah mendapat laporan dari para menterinya, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melanjutkan proses groundbreaking pembangunan proyek hasil kerja sama konsorsium BUMN dengan Tiongkok tersebut.
 
Meski di tengah jalan ada persoalan, proyek tetap dilanjutkan sembari evaluasi akan terus dilakukan oleh Presiden. Sebab menurut Johan, setelah proses kereta cepat ini berjalan, banyak masukan dan suara-suara protes dari masyarakat hingga anggota DPR.
 
"Dan Presiden sebenarnya kan, (berharap) seharusnya menteri terkait apakah BUMN, apakah Kementerian Perhubungan, LHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) itu yang responsif terhadap proyek ini," ujar Johan.
 
Johan memastikan, sikap kritis serta protes yang disampaikan publik terkait proyek kereta cepat ini tidak otomatis menghentikan proses pembangunannya. Tapi, persoalan yang muncul usai groundbreaking, juga menjadi perhatian khusus dari Presiden Jokowi, kenapa itu bisa terjadi.
 
Termasuk, persoalan izin pembangunan dan konsesi. Diakui Johan, ini belum tuntas dan kini masih diselesaikan oleh kementerian terkait.
 
"Itu kan dalam proses, lagi diproses Kemenhub. Jadi bukan mangkrak. Tetapi, kan kemudian ada masukan-masukan yang saya sampaikan. Ini didengar Presiden. Masukan itu bisa dari DPR, masyarakat umum, pihak yang merasa bahwa ikut terlibat dalam kepentingan proyek itu," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya