Menanti Eksekusi Mati Tahap Ketiga

Ilustrasi/Persiapan eksekusi mati di Pulau Nusa Kambangan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

VIVA.co.id - Pemerintah Indonesia tetap konsisten dalam usahanya berperang melawan peredaran narkoba. Sejauh ini, pada masa Presiden Joko Widodo, melalui Kejaksaan Agung, mereka sudah melaksanakan eksekusi mati terhadap terpidana, khususnya kasus obat-obatan terlarang itu sebanyak dua kali.

Jaksa Agung Ungkap Kendala Eksekusi Mati Bandar Narkoba

Eksekusi pertama dilakukan pada 18 Januari 2015, dengan jumlah terpidana sebanyak enam orang. Sedangkan tahap kedua pada 29 April 2015, dengan delapan terpidana. Kini, setelah satu tahun berlalu, eksekusi tahap ketiga akan kembali dilakukan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Tanda-tanda pelaksanaan eksekusi itu memang telah terlihat. Salah satunya, keamanan yang mulai diperketat dibanding hari-hari biasanya, termasuk di kawasan Dermaga Wijayapura, Cilacap.

DPR Ingin Eksekusi Bandar Narkoba Dipercepat lewat Revisi UU

Kemudian, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, membenahi sistem pengamanan Lapas Nusakambangan. Mereka memasang kamera pengintai CCTV di seluruh lokasi lapas.

Pemindahan para terpidana mati ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan juga dilakukan secara berangsur. Misalnya, pada Minggu malam, 8 Mei 2016, ada tiga terpidana mati yang menghuni Lapas klas IIA Batam dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, dengan penjagaan ketat aparat Kepolisian.

Melawan Polisi, Bandar Sabu Asal Nepal Tewas Didor

Ketiga napi tersebut, merupakan warga Indonesia yang telah divonis mati terkait kasus narkoba. Mereka antara lain Suryanto (53), Agus Hadi (53), dan Pudjo Lestari (42).

Baca:

Selain itu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, juga terus berkoordinasi dengan aparat Kepolisian.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, sudah mempersiapkan Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, sebagai tempat pelaksanaan eksekusi.

"Intinya, di sana sudah disiap-siapkan," kata Yasonna di Istana Negara, Jakarta, Senin 9 Mei 2015.

Namun, Yasonna belum melakukan koordinasi dengan Jaksa Agung M. Prasetyo. Hanya jajaran di bawahnya saja yang sudah komunikasi.

"Dengan kanwil sudah. Saya belum dapat. Kanwil yang lapor sama saya," katanya.

Terkait masalah teknis, Yasonna mengaku tidak tahu. Sebab, menjadi kewenangan dari Jaksa Agung, termasuk soal terpidana mati asal Filipina, Mary Jane.

Baca:

Markas Besar Polri juga sudah siap membantu melakukan eksekusi terhadap terpidana mati bandar narkoba di Indonesia.

"Prinsipnya, Kepolisian siap. Mau dilaksanakan kapan pun, yang terpenting tentu dari pihak eksekutor akan menentukan jadwal dari kami," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Polisi Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.

Menurut Boy, penentuan final eksekusi bagi terpidana mati bergantung dari keputusan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Polisi, kata dia, selalu siap membantu.

"Yang menentukan jadwal dari Jaksa Agung. Memang benar, kami diminta bantuan untuk membantu tim eksekutor. Tetapi, untuk jadwalnya kapan, kami belum tahu," ujarnya.

Selanjutnya, pertengahan Mei...

Pertengahan Mei

Polda Jawa Tengah menyebutkan bahwa rencana eksekusi mati tahap ketiga, kemungkinan berlangsung pada pertengahan Mei 2016. Sejauh ini, ada 15 terpidana mati yang dipastikan siap menghadapi regu tembak.

"Kalau pelaksanaannya, belum ada tanggal pastinya. Tetapi, kemungkinan pertengahan Mei ini dilaksanakan," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol A. Liliek Darmanto, di Semarang, Selasa 10 Mei 2016.

Liliek menuturkan, dari 15 orang tersebut, 10 orang adalah warga negara asing (WNA) dan lima warga negara Indonesia (WNI). Rinciannya, satu WNI Pakistan, empat WNA asal Cina, satu Zimbabwe, dua Senegal, serta dua WNA asal Nigeria. Sedangkan lima WNI, masing-masing satu perempuan dan empat laki-laki.

Namunm untuk identitas 10 WNA dan 5 WNI itu, Liliek enggan memberi penjelasan. Nama-nama tersebut, nantinya akan diumumkan secara resmi oleh Kejaksaan Agung.

Berdasarkan data yang dihimpun VIVA co.id, jumlah WNA yang diketahui masuk dalam antrean eksekusi mati di Indonesia cukup banyak.

Berikut sejumlah nama WNA terpidana narkoba yang telah divonis mati:

Ozias Sibanda, Federik Luttar, Okonwo Nonso Kingsley, Humphrey Ejike, Ek Fere Dike Ole Kamala, Michael Titus Igweh, Eugene Ape, Obina Nwajagu, Stephen Rasheed, Ken Michael, Jhon Sebastian,  Gurdip Singh, Zulfikar Ali, Kamjai Khong, Bunyong Khaosa, Emmanuel Iherjika.

Kemudian, ada Tham Tuck Yen, Lim Jit Wee, Leong Kim Ping, Tan Cho Hee, Lee Cee Heen, E Wee Hock, Kweh Teik Choon, Zhang Manquan, Chen Hongxin, Jian Yuxin, Gan Chunyi, Zhu Xuxiong, Nicolaas Garnick, Siegfried Mets, Frank Amando, Gareth Done Cashmore, Lindsay June Sandifor, Akbar Chakan, dan Seck Osmone.

Sebelumnya, dikatakan bahwa jumlah terpidana yang akan dieksekusi sebanyak 13 orang. Menurut Liliek, seluruh terpidana mati yang masuk daftar tersebut adalah mereka yang tersangkut kasus narkoba.

Oleh karena ada perubahan jumlah, maka Polda Jateng juga menyesuaikan dengan tim eksekutor. Mereka menyiapkan 150 dari sebelumnya 130 penembak. Di sini, perhitungannya adalah untuk setiap terpidana mati diberi 'jatah' 10 penembak.

"Jadi, kalau kemarin saya sampaikan 13 terpidana mati yang akan dieksekusi, sekarang jadi 15. Itu perubahannya," ujar Liliek.

Liliek tak menampik jumlah terpidana mati yang akan dieksekusi itu bisa bertambah. Sebab, Polda hanya menerima perubahan dari Jaksa Agung.

"Kalau ada perubahan lagi, nanti lima menit sebelum eksekusi. Informasi yang terbaru itu, 15 (terpidana mati). Dan, kami siapkan 150 eksekutor," ujar dia.

Selain eksekutor, Kepolisian juga menyiapkan sejumlah petugas lain dari tim Brimob yang akan membantu teknis, saat eksekusi di lapangan tembak Limus Buntu, Lapas Nusakambangan. Mereka bertugas menerangi sasaran tembak (jantung) dengan senter, karena eksekusi dilakukan di tempat gelap.

Lalu, juga sejumlah tim dokter dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Dokkes) Polda Jateng. Tim inilah yang nantinya memastikan terpidana sudah benar-benar tewas sebelum diproses lebih lanjut.

Tak lupa, ulama, atau pun pendeta juga sudah ada. Mereka bertugas untuk menguatkan mental para terpidana dalam menjalani hukuman mati.

Baca:

Selanjutnya, tak akan berhenti...

Tak akan berhenti

Eksekusi tahap tiga ini, sebenarnya sudah jauh-jauh hari ditegaskan oleh sejumlah pejabat penting Indonesia. Misalnya saja Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, sampai pada Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Luhut, ketika itu mengungkapkan bahwa pemerintah dalam waktu dekat ini akan melaksanakan eksekusi hukuman mati bagi terpidana mati narkoba.

"Bisa aja dieksekusi mati hukuman narkoba, ini ada orang-orang Indonesia. Saya tidak tahu, tetapi indikasi ke sana ada. Ini hanya untuk narkoba," kata Luhut di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat, Jumat 18 Maret 2016.

Luhut menegaskan, dalam menetapkan waktu pelaksanaan hukuman mati, pemerintah bebas dari intervensi pihak-pihak lain.

"Kita itu tidak ada dorong-dorongan, kita rasa sudah pas, ya kita lakukan. Tidak ada, kita tidak ada didikte, Pemerintah punya hak penuh, kapan mau lakukan," tegas mantan menteri perindustrian dan perdagangan itu.

Kenaikan penyalahgunaan narkoba di Indonesia sendiri dari tahun ke tahun, kata Luhut, mengalami peningkatan signifikan dan membahayakan.

"Seperti yang kau lihat tadi, kenaikan pengunaan sabu-sabu saja naik 350 persen, ekstasi 280 persen, berbahaya sekali. Jadi, kita harus anggap itu narkoba jadi musuh bersama. Tak ada soal jabatan, ras, suku, dan lainnya kena," ujar dia.

Luhut mengungkapkan bahwa narkoba jauh lebih berbahaya daripada terorisme. Alasannya, hanya dalam waktu sehari, narkoba bisa membunuh 50 orang.

"Karena itu, terkait penegakan hukumnya kita pun harus tegas. Hukuman mati tetap berjalan," katanya.

Sementara itu, Jaksa Agung Prasetyo mengatakan bahwa institusinya telah melakukan persiapan dan koordinasi pelaksanaan eksekusi mati tahap ketiga. Eksekusi tersebut tinggal menunggu waktu.

Prasetyo menegaskan, Kejagung tidak pernah menyatakan menghentikan pelaksanaan hukuman mati. Perang melawan narkoba juga tidak pernah putus.

"Eksekusi akan jalan terus, waktunya akan kami tentukan," ujar Prasetyo di Ceger, Jakarta Timur, Senin 9 April 2016.

Meski telah melakukan persiapan, namun Prasetyo belum dapat memastikan waktu eksekusi, termasuk jumlah terpidana mati yang akan dieksekusi.

Tak berbeda, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui, akan ada eksekusi mati untuk tahap tiga bagi narapidana narkoba di Indonesia. Hanya saja, terkait waktu pelaksanaan, ia enggan memastikan.

"Ya, memang akan dilakukan, tentu (dengan) waktu yang tepat," kata Wapres di kantornya, Jalan Medan Merdeka Jakarta, Rabu, 4 Mei 2016.

Teknisnya, Wapres mengaku diserahkan kepada Jaksa Agung M. Prasetyo yang mempunyai otoritas tersebut. Apalagi, publik juga menunggu, mengingat putusan hukuman mati juga sudah lama.

"Itu Jaksa Agung punya otoritas, memang karena putusan pengadilan dan MA sudah cukup lama," kata dia.

Bahkan, dalam suatu kesempatan, Wapres mengatakan komitmen pemerintah dalam memberantas narkoba di Indonesia. Caranya, dengan dan mengeksekusi mereka yang divonis mati dan putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap.

"Pada akhirnya, 64 itu akan menjalani hukuman mati sesuai UU," kata Wapres di Hotel Pullman, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mendukung langkah Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang telah menyiapkan eksekusi tahap tiga bagi para terpidana mati bandar narkoba. Dia meminta Jaksa Agung tak ragu melakukan eksekusi secepatnya.

"Sebaiknya, rencana itu segera dilaksanakan," kata Nasir saat dihubungi, Selasa 10 Mei 2016.

Menurut Nasir, hukuman mati bagi para bandar narkoba adalah hal yang penting untuk menegaskan keseriusan pemerintah dalam memerangi narkoba.

"Ini juga untuk meningkatkan moralitas aparat penegak hukum yang selama ini hidup dan mati memberantas narkoba," ujarnya.

Politikus PKS ini menambahkan, eksekusi mati bandar narkoba bakal efektif memberikan efek jera. "Mempercepat eksekusi hukuman mati, artinya menjawab bahwa Indonesia darurat narkoba," tutur Nasir.

Sama dengan Nasir, Wakil Ketua Komisi III DPR, Mulfachri Harahap mendukung langkah pemerintah yang akan segera mengeksekusi para bandar narkoba tahap tiga. Dia mengatakan, pemerintah tak perlu khawatir, jika kemudian mendapat tekanan dari negara yang warganya mungkin turut dieksekusi.
 
"Saya rasa, pemerintah harus siap dan saya yakin pemerintah siap. Ini kan, bukan yang pertama. Tahun lalu, juga kan sudah dilakukan eksekusi ke beberapa terpidana mati, yang di antaranya warga negara asing," kata Mulfachri, saat dihubungi di Jakarta, Selasa 10 Mei 2016.

Politikus PAN ini memaparkan, pada eksekusi tahun lalu, pemerintah memang banyak mendapat kecaman dari negara lain yang warganya turut dalam eksekusi mati. Namun, hal tersebut tak berlangsung lama.

"Ini kedaulatan hukum Indonesia. Mereka harus memahami ini. Keputusan hukuman mati tidak bisa diintervensi. Kita harus respect, karena ini menyangkut kedaulatan di tiap negara," tegasnya.

Dia menjelaskan, Indonesia juga memiliki warga negara yang dieksekusi mati di negara lain, karena kasus narkoba. Setelah melakukan pembelaan, eksekusi tetap terjadi dan hal tersebut menjadi hak hukum negara yang bersangkutan.
 
Mengenai protes berbagai LSM dan para aktivis yang menolak eksekusi mati dengan alasan HAM, menurutnya, patut didengarkan. Meskipun, dia berharap bahwa aspek HAM juga harus dipahami secara luas.

"Saya kira, boleh saja berpandangan seperti itu, tetapi jangan berpandangan dan menyimpulkan semua melanggar HAM. Eksekusi mati diatur dalam KUHP. Enggak ada HAM yang dilanggar," tegasnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya