Menunggu Nakhoda Golkar yang Baru

Munaslub Partai Golkar.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

VIVA.co.id – Delapan bakal calon ketua umum  (caketum) Partai Golkar tampil dalam acara “Debat Calon Ketua Umum Golkar”, di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Jumat malam, 13 Mei 2016.  Mereka mengungkapkan visi dan misinya jika menjabat menjadi Golkar-1, sebutan untuk jabatan ketua umum Golkar.

Pengganti Novanto di Golkar Diminta Tak Punya Beban Hukum

Kedelapan bakal caketum itu adalah Setya Novanto, Ade Komarudin, Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Airlangga Hartarto, Syahrul Yasin Limpo, Priyo Budi Santoso dan Indra Bambang Utoyo.

Di antara hal yang disampaikan adalah terkait masalah ekonomi.  Bakal caketum Mahyudin misalnya, menyinggung perlunya menambah nilai tambah dalam aktivitas ekonomi Indonesia. Sementara Priyo Budi Santoso menghubungkan peningkatan ekonomi yang linear dengan perbaikan sistem pendidikan.

Menkumham Belum Terima Daftar Pengurus Baru DPP Golkar

Adapun Indra Bambang Utoyo mengingatkan pentingnya menyiapkan bangsa di tengah persaingan masyarakat ekonomi ASEAN dan perdagangan bebas ASEAN saat ini.

Aziz Syamsuddin, Ade Komarudin, Setya Novanto, Syahrul Yasin Limpo dan Airlangga Hartarto dalam visi misinya juga tak mengabaikan persoalan ekonomi. "Peta biru partai Golkar adalah menuju negara maju," kata Aziz.

ARB Sambangi BJ Habibie, Bahas Dewan Kehormatan Golkar

Pemaparan para calon mendapat respons positif dari Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB). Para kandidat ketua umum seluruhnya dinilai sudah punya visi bukan hanya untuk partai, namun juga untuk Indonesia. "Saya gembira, bangga. Mereka memiliki visi misi untuk menyejahterakan rakyat. Bukan hanya untuk Partai Golkar," kata ARB.

Kegiatan debat caketum, yang baru pertama kali digelar Partai Golkar itu, merupakan bagian dari rangkaian acara Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2016.

Munaslub digelar setelah Partai Golkar sempat mengalami perpecahan. Ketika itu, ada dua kubu di partai ini, yaitu kubu Aburizal Bakrie, ketua umum versi  Musyarawah Nasional (Munas) Bali dan kubu Agung Leksono, ketua umum versi Munas Jakarta.

Namun kini, kedua kubu telah islah. Mereka bersatu menggelar Munaslub 2016. Kegiatan itu digelar di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, pada 14-16 Mei 2016.

Adalah Presiden Joko Widodo yang membuka secara resmi Munaslub, pada Sabtu, 14 Mei 2016. Dalam sambutannya pada pembukaan acara itu, Jokowi mengingatkan seluruh peserta Munaslub bahwa kini Indonesia tengah menghadapi persaingan global.

"Kita harus betul-betul bersatu padu, berkompetisi bersama berhadapan dengan negara-negara yang lain. Sudah tidak mungkin lagi kita bertarung dengan negara sendiri," kata Jokowi.

Tanpa persatuan, lanjutnya, Indonesia bisa dilibas oleh persaingan yang makin ketat antar negara ASEAN. "Oleh karena itu jangan sampai politik kita dihancurkan dengan perdebatan yang tidak perlu. Perdebatan yang hanya wacana-wacana. Kita harus punya perdebatan yang bisa memberikan solusi untuk bangsa," ujarnya.

Perhelatan besar Partai Golkar itu tak hanya dihadiri Jokowi.  Sejumlah tokoh nasional datang  dalam pembukaan Munaslub itu. Mereka di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla, perwakilan dari sejumlah partai politik seperti Wiranto, Surya Paloh, Djan Faridz dan Romahurmuziy.

Selanjutnya…Rangkaian Menuju Golkar-1…

Pukulan gong menandai pembukaan acara itu. Usai dibuka secara resmi, munaslub pun diisi dengan serangkaian paripurna.

Sehari setelah pembukaan, kegiatan munaslub dimulai dengan Rapat Paripurna I, yang mengusung agenda pengesahan jadwal acara Munaslub 2016. Selanjutnya disahkan pula tata tertib dan dilanjutkan pemilihan pimpinan Munaslub. Tak hanya itu. Dalam rapat paripurna pertama tersebut juga dilakukan penyerahan palu pimpinan, dari pimpinan sementara kepada pimpinan Munaslub 2016 terpilih.

Acara dilanjutkan dengan Rapat Paripurna II, dengan agenda laporan pertanggungjawaban DPP Partai Golkar masa bakti 2014-2019. Kemudian digelar Rapat Paripurna III yang akan mendengarkan pandangan umum dari tingkatan Dewan Pimpinan Daerah (DPD).

Usai itu, peserta munaslub mengadakan  Rapat Paripurna IV. Agendanya adalah penyampaian tanggapan sekaligus penjelasan dari DPP Golkar atas pandangan umum tersebut. Dalam sesi paripurna ini juga disampaikan pernyataan pimpinan munaslub terhadap laporan pertanggungjawaban DPP Partai Golkar. Kemudian dilanjutkan dengan  pernyataan demisioner DPP Partai Golkar periode 2014-2019.

Pada Rapat Paripurna V akan dilakukan pembentukan komisi dan sekaligus pimpinan komisi-komisi tersebut.

Memasuki Senin, 16 Mei 2016, dijadwalkan dilakukan pemilihan ketua umum Partai Golkar. Namun sebelumnya, para peserta menyepakati persyaratan dan tata cara pemilihannya lebih dulu.

Sempat mencuat wacana untuk melakukan pemilihan secara terbuka.  Hal itu dilontarkan Panitia Pengarah Munaslub dan Komite Pemilihan pada Sidang Pra-Munaslub Komisi A bidang Organisasi dan Pemilihan. Panitia meminta agar DPD I dan DPD 2 berembuk kembali untuk menyepakati soal pemilihan tertutup atau terbuka.

Wacana pemilihan terbuka sontak mengundang reaksi penolakan dari sejumlah bakal caketum. "Tidak mungkin itu, kalau terbuka berarti musyawarah mufakat, bukan demokrasi," kata bakal caketum Aziz Syamsuddin.

Segendang sepenarian. Bakal caketum lainnya, Mahyudin juga tak sependapat dengan wacana itu. Dia khawatir jika sistem terbuka akan berdampak negatif. "Ini bisa timbulkan potensi perpecahan. Saya menolak aklamasi," ujarnya.

Hal senada disampaikan bakal caketum  Priyo Budi Santoso. Menurutnya, dengan voting terbuka,  kerahasiaan pilihan tak akan terjaga. "Jadi pemilihan harus tertutup, enggak ada terbuka. Voting terbuka sangat rawan terhadap intimidasi," kata Priyo.

Bukan hanya itu dampaknya. Menurut mantan Wakil Ketua DPR ini, pemilihan terbuka bisa menimbulkan implikasi yang bakal panjang pada kemudian hari.

Wacana pemilihan terbuka tak sampai berlarut. Usulan dari tujuh bakal caketum untuk tidak menggelar pemilihan secara terbuka telah diamini Ketua Steering Committee (SC) Munaslub Partai Golkar Nurdin Halid.

Namun Nurdin menampik bila ada istilah pemilihan terbuka dan tertutup dalam tata tertib dan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Golkar. "Kita tidak mengenal yang namanya tertutup, terbuka. Yang kita kenal itu adalah pemilihan ketua umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Kalimatnya begitu," kata Nurdin, Minggu, 15 Mei 2016.

Setelah menyepakati pemilihan secara rahasia, panitia akan melakukan rapat lanjutan untuk membahas tiga skenario pemilihan ketua. Skenario yang disiapkan SC, yaitu pertama bila satu kandidat memperoleh dukungan di atas 30 persen dan kandidat lain tidak memenuhi, kandidat tersebut secara aklamasi menjadi ketua umum.

Rancangan kedua yaitu bila ada dua kandidat yang mendapat dukungan 30 persen atau lebih maka akan dilakukan putaran kedua.

Skema ketiga adalah bila tidak ada kandidat yang mendapat dukungan 30 persen, panitia akan mengambil urutan 1,2 dan 3 berdasarkan perolehan suara. Kemudian dilakukan putaran kedua.

Selanjutnya…Pesan bagi Pemimpin Baru…

Jika semua proses berjalan lancar, Partai Golkar memiliki pemimpin baru, Senin, 16 Mei 2016.  "Kepada yang menang saya dukung. Saya harap yang menang mau merangkul. Mereka saling dukung. Yang menang didukung, yang kalah diajak," ujar Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) saat membuka Munaslub.

Nantinya, nakhoda baru partai berlambang beringin ini harus dapat merebut kembali kejayaan di masa lampau. Pemimpin baru diharapkan juga menjadikan Partai Golkar motor kemajuan bangsa Indonesia dengan menampilkan ide-ide yang inovatif.

Dia menekankan Partai Golkar bukan terlahir sebagai oposisi. Karena itu, pemimpin baru harus dapat berduet dengan pemerintahan untuk mendorong kemajuan Indonesia. "Kita pengelola kekuasaan, bukan perlawanan terhadap kekuasaan," ujarnya.

Aburizal sendiri sudah siap meninggalkan jabatannya sebagai orang nomor satu di partai beringin. ARB juga tidak mempermasalahkan dorongan terhadapnya untuk menjadi ketua dewan Pembina Partai Golkar.

Apapun posisinya kelak, dia berjanji akan selalu menjaga persatuan Partai Golkar. Itu semua dilakukan agar Golkar tetap jaya dan tak lagi pecah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya