Ormas di Indonesia: Mudah Muncul, Susah Dibubarkan

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Keberadaan ratusan ribu organisasi kemasyarakatan (ormas) tengah menjadi perhatian pemerintah. Tercatat ada lebih dari 250 ribu ormas di Indonesia. Yang menjadi masalah, sebagian ormas terdaftar, menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tak punya kegiatan berarti. Boro-boro prestasi. Malah ada yang disebut anti-Pancasila, berpotensi mengusik keamanan dan ketertiban.

Din Syamsuddin: Calon Pemimpin Terlalu Muda Minim Pengalaman, Terlalu Tua Suka Pikun

Mendagri Tjahjo, sebagai politisi yang sudah makan asam-garam dalam perpolitikan nasional, tentunya sudah paham dengan fenomena ini: bahwa di Indonesia mudah sekali bermunculan ormas, namun sulit sekali menindaknya, apalagi membubarkannya. Padahal publik sangat berharap pemerintah dan aparat berwenang bisa menindak ormas yang dipandang meresahkan masyarakat, melanggar hukum, anti-Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tjahjo mengakui, maraknya ormas di Indonesia, setelah dievaluasi, ternyata tak selalu membawa manfaat. Sayangnya, pembubaran ormas perusuh relatif cukup sulit dibandingkan pada saat pelegalan ormas.

Dialog Bersama Ormas Islam, Kemenag Dorong Penguatan Kebangsaan

Sebenarnya, ada perangkat hukum untuk menindak para ormas yang dimaksud, yaitu Undang Undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013. Namun payung hukum itu masih belum bisa jadi modal yang kuat bagi pemerintah untuk bertindak, maka perlu direvisi dalam waktu dekat.

Oleh karena itu, ungkap Tjahjo, revisi UU itu akan menyusun kembali mekanisme dan proses yang lebih ideal perihal peresmian maupun pembubaran ormas.

Patung Bunda Maria Ditutup Terpal, Pengelola Rumah Doa Ingin Urus Perizinan

“Ormas ini sudah mencapai ratusan ribu. Tapi kalau ormas itu langgar aturan hina lambang negara, anti Pancasila, pemerintah tidak bisa semudah itu mencabut dan memberikan sanksi. Ini kan tidak fair (adil),” kata Tjahjo di Jakarta, Senin 5 Desember 2016 sebagaimana dilansir VIVA.co.id.

Di Indonesia tercatat ada 254.633 ormas. Dari jumlah tersebut diketahui 287 ormas terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, 2.477 di provinsi, 1.807 di kabupaten dan kota, 62 di Kementerian Luar Negeri dan 250 ribu di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Mendagri mengatakan, rencana penertiban ormas melalui perubahan UU tersebut memang belum direalisasikan. Namun revisi akan dilangsungkan segera setelah beberapa UU prioritas lainnya seperti UU Pemilu dan UU MD3 di DPR, rampung. Tjahjo mengatakan, tak lantas rencana ini membuat pemerintah membatasi pendaftaran ormas.

Sebagai warga negara, setiap orang berhak berserikat termasuk mendirikan ormas. Namun proses pendirian ormas akan diatur lebih ketat ditambah adanya ruang bagi pemerintah untuk membekukan hingga membubarkannya.

“Kami masih inventarisir. Jadi pada prinsipnya boleh buat ormas, sah-sah saja. Tapi apa manfaatnya. Maksudnya berikan saran, kritik, back up program masyarakat, parpol atau pemerintah,” kata Tjahjo.

Tak jauh berbeda, Menko Polhukam Wiranto juga menyinggung perihal penertiban ormas tersebut.  Pemerintah akan mengubah legislasi ormas agar bisa memfilter ormas-ormas yang selama ini tidak sesuai dengan Pancasila.

“Dari situ kita bisa melihat bahwa seyogianya ormas sesuai tujuannya. Harusnya paralel dan sinkron dengan bagaimana kita membangun negeri ini,” kata Wiranto.

Sayangnya menurut Wiranto, selain banyak yang ibarat mati suri, tak sedikit ormas yang hanya menjadi pembuat masalah.  Oleh karena itu kementerian dan lembaga terkait pada akhir November lalu berkoordinasi membahas penataan terhadap ormas.

Rapat koordinasi yang dipimpin Menko Polhukam Wiranto dihadiri antara lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jaksa Agung M Prasetyo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta pihak Badan Intelijen Negara dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Tapi ternyata kan kita lihat beberapa ormas justru kebalikan dari itu (bangun negara). Banyak yang  membuat permasalahan di negeri ini,” lanjut Wiranto.

Wiranto mengatakan, pemerintah karena itu tak akan segan menindak ormas-ormas yang menyimpang dari UU. Namun kata Wiranto ada tahap-tahap yang dilakukan hingga harus membekukan ormas mulai dari edukasi dan persuasi kemudian peringatan, peringatan keras hingga pembekuan.  

Ditemui terpisah, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo menyatakan, pemerintah belum merumuskan detail soal poin-poin yang akan direvisi dalam UU Ormas. Namun yang akan disoroti adalah soal asas ormas yang wajib berasaskan Pancasila.

Selain itu dalam UU Ormas juga akan diatur mengenai proses pemberian sanksi yang lebih sederhana.  Soedarmo mengingatkan, penertiban ormas melalui revisi UU tak bisa diartikan sebagai tindak represif negara.

“Pemerintah tidak akan menghalangi hak-hak tersebut. Tapi itu kan harus diatur di mana dalam menyampaikan pendapat harus menghargai yang lain,” kata Soedarmo lagi.

NU Dukung Tertibkan Ormas

Apabila dirujuk lebih jauh, penertiban ormas ternyata bukan hanya keinginan pemerintah. Ormas Islam besar, Nahdlatul Ulama (NU) sekitar dua pekan yang lalu bahkan menyinggung pembubaran ormas tersebut. Hal itu diutarakan Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) Said Aqil Siradj di hadapan Presiden Joko Widodo.

Said Aqil Siradj dalam pembukaan Munas XVII Muslimat NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur mengatakan bahwa pemerintah perlu membubarkan ormas yang tidak taat pada empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

“Baik organisasi itu atas nama Islam kek, atas nama Kristen kek, kalau itu bertentangan dengan empat pilar, NU mohon agar pemerintah bubarkan saja,” kata Said Aqil.

Said Aqil menegaskan bahwa permintaan pembubaran ormas itu tak merujuk pada ormas mana pun. Empat pilar kebangsaan harus menjadi garis aktivitas

“Kami memohon kepada Bapak Presiden, organisasi yang jelas-jelas bertentangan dengan empat pilar agar dibubarkan,” ujar dia.

Tak senada dengan PBNU, Perhimpunan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah justru mengkritik rencana pemerintah menertibkan ratusan ribu ormas itu. Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengingatkan agar pemerintah tak kebablasan dan menggunakan istilah penertiban untuk merampas kemerdekaan berserikat.

“Jangan sampai pula upaya penertiban digunakan untuk membungkam organisasi yang dianggap kritis terhadap pemerintah,” kata Dahnil ketika dihubungi VIVA.co.id, Selasa 6 Desember 2016.

Dia mengatakan, apabila memang ada ormas yang harus ditertibkan maka yang menjadi prioritas adalah yang terbukti tidak sejalan dengan empat pilar kebangsaan dan melakukan praktik anarkisme dan vandalisme.

Anehnya menurut Dahnil, selama ini pemerintah justru tidak tegas terhadap ormas yang melakukan hal-hal anarkistis. Pemerintah dinilai seolah tak konsisten.

“Di beberapa daerah, ormas-ormas yang sering kali menjadi biang keributan tidak berani dibubarkan pemerintah karena memiliki kedekatan dengan penguasa misalnya atau punya basis electoral yang banyak,” katanya.

Anti Pancasila

Ditemui di Gedung DPR pada Selasa, 6 Desember 2016, Mendagri Tjahjo Kumolo kembali menjelaskan bahwa maksud penertiban ormas melalui revisi UU bukan untuk melarang eksistensi ormas melainkan sebagai bentuk evaluasi.

“Ada jutaan ormas juga tak masalah. Sekarang ada ormas tingkat kabupaten, provinsi, nasional dan cabang dari luar negeri. Tapi pemerintah seharusnya dengan UU yang ada, dibebaskan untuk memberikan peringatan kalau ada ormas yang terang-terangan menyatakan anti Pancasila, memberikan sanksi kalau melanggar ketertiban,” kata Tjahjo.

Dia mengatakan, proses sanksi dan hukum bagi ormas yang bertentangan dengan Pancasila akan dirunut mulai dari tahap peringatan hingga pengadilan.

Wajibnya asas Pancasila untuk ormas itu kemudian direspons Politikus PPP yang merupakan Anggota Komisi III DPR, Achmad Baidowi.  Dia mengatakan, pertimbangan penertiban ormas adalah hal yang baik mengingat jumlah ormas yang sudah terlalu banyak.

Namun Wasekjen PPP tersebut  mengingatkan agar jangan sampai revisi bertentangan dengan penghargaan demokrasi di Indonesia. Dia mengingatkan bahwa asas ormas sepatutnya tak masalah beragam, asalkan  tak anti Pancasila.

“Asas ormas boleh beragam sepanjang tidak bertentangan dengan dasar negara,” kata Baidowi.

(ren)

   

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya