Naik Turun Tarif Listrik

Meteran listrik/Ilustrasi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

VIVA.co.id – Pemerintah pada Januari 2017 menurunkan tarif tenaga listrik rata-rata Rp6 per kWh untuk 12 golongan yang mengikuti mekanisme penyesuaian tarif. Ini termasuk golongan rumah tangga, bisnis, dan industri. 

Rupiah Ambruk Pagi ini ke Rp 15.841 per Dolar AS

Menurunnya harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) menjadi salah satu indikator turunnya tarif listrik. Di samping biaya pokok produksi (BPP) yang juga menurun, walaupun di sisi lain nilai tukar rupiah melemah.

Sebagai informasi, nilai tukar rupiah pada November 2016 melemah Rp293,26 per dolar AS dibanding Oktober Rp13.017,24 menjadi Rp13.310 per dolar AS. Harga ICP pada November 2016 turun US$3,39 per barel, dari bulan sebelumnya US$6,64 per barel menjadi US$43,25 per barel. 

Bank Indonesia Proyeksi Dolar AS Bakal Anjlok di Semester II-2024

Sementara itu, inflasi pada November 2016 naik 0,33 persen, dari Oktober 2016 sebesar 0,14 persen menjadi 0,47 persen.

Penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) ini sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28/2016. Permen ini menyatakan bahwa penyesuaian diberlakukan setiap bulan, menyesuaikan perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak, dan inflasi bulanan. 

Rupiah Menguat Pagi Ini, tapi Berpotensi Balik Melemah

Dengan mekanisme TA, tarif listrik setiap bulan memang dimungkinkan untuk turun, tetap atau naik berdasarkan perubahan ketiga indikator tersebut.

Akibat dari perubahan nilai ketiga indikator tersebut, tarif listrik pada Januari di Tegangan Rendah (TR) menjadi Rp1.467,28/kWh, tarif listrik di Tegangan Menengah (TM) menjadi Rp1.114,74 per kWh, tarif listrik di Tegangan Tinggi (TT)  =menjadi Rp996,74 per kWh, dan tarif listrik di Layanan Khusus menjadi Rp1.644,52 per kWh.

"Penyesuaian tarif bulanan ini termasuk stabil. Penurunan rata-rata sebesar Rp6," ujar Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka dikutip dari keterangannya, Senin 2 Januari 2017.

Sebelumnya, TTL terdiri atas 37 golongan tarif. Dua belas golongan tarif yang diberlakukan mekanisme TA adalah tarif yang tidak disubsidi pemerintah. Kedua belas golongan tarif tersebut adalah sebagai berikut :

1. R1, Rumah Tangga kecil di tegangan rendah, daya 1300 VA
2. R1, Rumah Tangga kecil di tegangan rendah, daya 2200 VA
3. R1, Rumah Tangga menengah di tegangan rendah, daya 3500 sd 5500 VA
4. R3, Rumah Tangga besar di tegangan rendah, daya 6600 VA ke atas
5. B2, Bisnis menengah di tegangan rendah, daya 6600 VA sd 200 kVA
6. B3, Bisnis besar di tegangan rendah, daya di atas 200 kVA
7. P1, Kantor Pemerintah di tegangan rendah, daya 6600 VA sd 200 kVA
8. I3, Industri menengah di tegangan menengah, daya di atas 200 kVA
9. I4, Industri besar di tegangan tinggi, daya 30 MVA ke atas, dan
10. P2, Kantor Pemerintah di tegangan menengah, daya di atas 200 kVA
11. P3, Penerangan Jalan Umum di tegangan rendah, dan
12. L, Layanan Khusus

Selain 12 golongan tarif tersebut, mulai 1 Januari 2017 terdapat penambahan satu golongan tarif baru, yaitu rumah tangga mampu dengan daya 900 VA (R-1/900 VA-RTM). Golongan tarif ini dahulu merupakan golongan tarif R-1/900 VA. 

Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran, maka golongan tarif R-1/900 VA khusus masyarakat mampu akan diberlakukan kenaikan bertahap setiap dua bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017, dan pada 1 Juli 2017 akan disesuaikan bersamaan dengan 12 golongan tarif lainnya yang mengalami penyesuaian tarif tiap bulannya.

Sementara itu, 25 golongan tarif lainnya tidak berubah. Pelanggan rumah tangga kecil daya 450 VA dan 900 VA, bisnis dan industri kecil serta pelanggan sosial termasuk dalam 25 golongan tarif tersebut. Pelanggan golongan ini masih diberikan subsidi oleh pemerintah.

Belum berdampak

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto memperkirakan, penurunan tersebut tidak akan langsung memberikan pengaruh di awal 2017. Menurutnya, pengaruh dari penyesuaian tarif listrik akan mulai terasa terhadap perkembangan Indeks Harga Konsumen pada April mendatang.

"Januari belum. Pengaruh di Maret dan April, tapi tidak akan terlalu besar," kata Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa 3 Januari 2017. Ia mengatakan, skema pembayaran tarif listrik dilakukan dengan dua cara, yakni pascaprabayar dan prabayar. 

Persentase pembayaran tarif listrik dengan mekanisme pascabayar sebesar 71 persen. Sementara itu, prabayar sebesar 29 persen. Ini yang menjadi penyebab, dampaknya tidak akan terlalu terasa di Januari.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengaku optimistis, target inflasi pemerintah di kisaran empat plus minus satu persen pada tahun ini akan tercapai. Andil tarif listrik terhadap inflasi sebesar 2,8 persen.

"Mudah-mudahan. Saya kira masih dalam range (kisaran). Meskipun nanti ada kenaikan, maka itu akan bertahap," tuturnya.

Terpisah, pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan, penurunan tarif akan memberikan dampak positif, meski penurunannya tidaklah besar. "Kalau dilihat, dampak secara keseluruhan sekecil apa pun tentu positif. Sekecil apa pun kalau penurunan pasti memberikan dampak positif untuk daya beli," kata Komaidi kepada VIVA.co.id pada Selasa, 3 Januari 2017.

Ia menjelaskan, tarif tenaga listrik yang turun tersebut ke depannya dapat dialokasikan ke daya beli produk lain, seperti pangan, sandang, atau lainnya. Namun, memang pengaruhnya tidak terlalu signifikan dibandingkan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). 

"Kalau listrik ini lebih terisolasi dampaknya, dibanding BBM, karena dampak pengikutnya tidak terlalu besar. Dampaknya kan langsung ya sama konsumen yang pakai. Jadi, yang kena efeknya ya pengguna listriknya," ujarnya.
 
Adanya penurunan TTL bersamaan dengan penurunan harga gas industri, program BBM satu harga, kemudian pembangunan infrastruktur yang digencarkan, ia melihat hal ini menjadi upaya sinergitas untuk merealisasikan tekad Presiden Joko Widodo meningkatkan daya saing dalam negeri di tengah persaingan global.

"Ini sebenarnya ending atau muaranya akan meningkatkan daya saing barang dan jasa nasional. Saya kira bagus secara bertahap," tuturnya. 

Timbulkan ketidakpastian

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, mengungkapkan dampak turunnya tarif listrik lebih berpengaruh ke pengusaha industri kecil dan menengah (IKM), yang akan menjadi lebih baik dari sisi biaya produksi.

"Hal ini menurut saya akan lebih sehat dalam politik pentarifan TTL (tarif tenaga listrik)," kata Benny saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa, 3 Januari 2017.

Ia mengungkapkan, memang sudah seharusnya tarif listrik untuk golongan bisnis dan industri lebih murah ketimbang untuk konsumsi rumah tangga. Turunnya tarif listrik untuk bisnis dan industri tentu dapat mendorong daya saing produksi. 

"Karena kalau konsumsi tidak lebih mahal, maka tidak akan terjadi mengirit konsumsi (kecenderungan boros listrik) dan kalau tarif produksi lebih murah sudah sejalan dengan pemikiran industri harus berdaya saing," ujarnya. 

Dihubungi terpisah, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo menegaskan jika yang dibutuhkan konsumen saat ini adalah pemerintah bisa menjamin stabilisasi harga listrik.

"Konsumen butuh kepastian. Bukan seperti sekarang ini, evaluasi terlalu sering sehingga menimbulkan ketidakpastian. Padahal jika pemerintah (PLN) konsisten menerapkan tarif listrik dan tidak sering dievaluasi konsumen, dunia usaha akan memudahkan membuat perencanaan," kata dia, Selasa 3 Januari 2017. 

Menurutnya, penurunan harga TTL yang mulai berlaku Januari tidak akan berdampak banyak. Mengapa demikian? Karena kata Sudaryatmo pelaku usaha khususnya khawatir akan ada perubahan lagi.

"Yang kasihan kan pelaku usaha, YLKI berharap agar pemerintah menjaga stabilisasi harga. Artinya jangan tarif listrik naik atau turun, kami sih berharap minimal enam bulan sekali dievaluasi," tuturnya. 

Mengenai sejumlah indikator yang menyebabkan perubahan tarif listrik, seperti menurunnya harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price, biaya pokok produksi yang juga menurun, Sudaryatmo menegaskan hal itu sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 

"Harusnya jadi tanggung jawab pemerintah, jangan dibebankan kepada masyarakat. Kalau memang harga BBM naik atau turun, pemerintah kan sudah ada dana talangan. Jadi begini ya, kalau setiap bulan dievaluasi itu memberi kesan ketidakpastian. Karena pelaku usaha khususnya harus mengubah lagi perencanaan mereka," ujarnya.

Mengenai turunnya harga listrik tersebut, ia juga mengatakan tidak akan berdampak banyak. "Ya kalau harga naik semua akan naik, tapi kalau turun belum tentu harga kebutuhan pokok ikutan turun. Saya kira tidak akan memberi dampak. Yang paling pas, pemerintah menjaga stabilisasi harga ini saja dulu," tutur Sudaryatmo. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya