Larangan dan Sanksi Masa Tenang Pilkada

Proses pembuatan surat suara untuk Pilkada serentak 2017 yang akan diselenggarakan pada 15 Februari 2017.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA.co.id – Hari penentuan Pemilihan Kepala Daerah, atau Pilkada, atau Pemilukada segera tiba. 15 Februari 2017, warga melakukan pencoblosan secara serentak di 101 daerah, termasuk DKI Jakarta.

SBY Sebut Kultur Politik Tanah Air Berubah Sejak Pilkada DKI 2017

Pekan ini, merupakan kesempatan terakhir bagi para kandidat melakukan kampanye. Sebab, tanggal 12-14 Februari mendatang, segala kegiatan kampanye dilarang, karena memasuki masa tenang.

Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Dalam Negeri, hingga Kepolisian, kompak memberikan imbauan, agar aturan masa tenang dipatuhi.

Keluarga Korban KM Sinar Bangun Bisa Coblos di TPS Tigaras

Kegiatan yang mencolok dan dianggap berpotensi mengganggu masa tenang dilarang. Misalnya saja, Polda Metro Jaya melarang digelarnya aksi turun ke jalan yang rencananya akan dilaksanakan Sabtu 11 Februari 2017. Kepolisian melarang aksi berjuluk 112 itu, karena waktunya berdekatan dengan masa tenang Pilkada DKI.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pihaknya telah menerima surat pemberitahuan dari Forum Umat Islami (FUI) terkait kegiatan tersebut. Namun, polisi tak memberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).

SBY Sindir Kejanggalan Pilkada DKI 2017

"Surat kami terima, surat pemberitahuan aksinya pada 2 Februari lalu. Kami tidak berikan STTP. Jadi, itu (aksi 112) tidak kita izinkan," ujar Argo di Markas Polda Metro Jaya, Selasa 7 Februari 2017.

Argo menuturkan, Kepolisian tidak mengeluarkan izin aksi 112, karena dikhawatirkan mengganggu aktivitas masyarakat. Apalagi, aksi rencananya tak hanya dilakukan pada 11 Februari, melainkan berlanjut keesokan harinya, 12 Februari.

Pada hari itu, wilayah Jakarta, sedang dimulai masa tenang jelang pelaksanaan pencoblosan yang jatuh Rabu 15 Februari 2017. Polisi tak ingin aksi tersebut, nantinya justru memicu kericuhan yang dapat mengganggu jalannya Pilkada DKI.

"Alasannya tentu, karena menjelang masa tenang dan pas masa tenang. Nanti, mengganggu yang lain," kata dia.

Argo menyatakan, jika memang aksi yang sedianya akan dilakukan dengan jalan santai dari Monas ke Bunderan HI tetap berlangsung, Kepolisian tak segan-segan membubarkannya. "Kalau masih ada massa turun aksi, akan kita bubarkan," katanya.

Mengenai kabar adanya aksi doa bersama pada 11 Februari mendatang, Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro enggan berkomentar. Ia hanya mengingatkan, aksi masa rawan ditunggangi oleh kepentingan tertentu.

"Doa bersama di tempat ibadah, itu hak semua orang dan tidak ada larangan. Yang penting, kegiatan tersebut tidak mengganggu ketenangan Pilkada menjelang hari H. Kegiatan itu tidak dimanfaatkan untuk kampanye. Karena kalau tidak, kegiatan akan disebut kampanye," katanya.

Berikutnya, aturan masa tenang>>>

Aturan masa tenang

Berdasarkan peraturan yang ada, tidak boleh ada aktivitas politik pada masa tenang pada 12-14 Februari 2017. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengimbau kepada siapa pun untuk ikut menjaganya.

"Hormati orang yang membutuhkan ketenangan untuk memilih calon pemimpin. Dan, tidak membuat kegiatan untuk mengganggu ketenangan hari H," kata Ketua KPU, Juri Ardiantoro di Gedung KPU, Jakarta, Selasa 7 Februari 2017.

Juri menjelaskan, maksud dari pemberian masa tenang selama tiga hari sebelum pencoblosan. Pertama, membuat suasana tenang menjelang pemungutan suara. Kedua, memberikan kesempatan pemilih untuk mempertimbangkan para calon berdasarkan pengetahuan masing-masing terhadap mereka selama masa kampanye. Ketiga, masa tenang untuk membersihkan semua alat peraga Pilkada yang ada di ruang publik.

"Dan, yang lebih penting, agar ketenangan ini bisa terjaga, adalah tidak boleh ada kegiatan apapun yang dikategorikan kampanye. Misalnya, pengumpulan masa yang terbukti menjadi ajang kampanye, itu melanggar kampanye, di luar jadwal dan itu pidana," katanya.

Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI dilarang melaksanakan kegiatan kampanye selama masa tenang. Jika ada pasangan calon yang nekat menggelar kampanye di masa tenang, akan diberlakukan sanksi tegas.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI, Mimah Susanti mengatakan, jika ada informasi yang diterima mengarah kepada kampanye, kemudian jika terbukti, pasangan calon dapat dikenakan pasal yang berkaitan dengan kampanye di luar jadwal yang ditetapkan KPU.

Kegiatan kampanye didefinisikan sebagai tindakan calon menyampaikan informasi yang di dalamnya berisi tentang visi, misi, dan rencana program mereka, serta informasi lain.

Ketua KPU DKI Sumarno menegaskan, setiap paslon dilarang berkampanye pada masa tenang. Tahapan kampanye sudah berlangsung kurang lebih 3,5 bulan, dari 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017.

"Selama masa tenang, kami mengimbau kepada seluruh pasangan calon. Pasangan calon nomor satu, dua, dan tiga, tim kampanyenya, relawan, serta pendukung, untuk tidak melakukan kegiatan kampanye, atau apapun yang dikonotasikan sebagai kampanye," ujar Sumarno.

Aparat Kepolisian juga siap mengamankan aturan tersebut tegak. Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Mochamad Iriawan menegaskan, apabila nanti ada yang nekat, maka bisa dikenakan sanksi.

"Kalau kampanye ada, maka akan ada sanksi juga yang akan mengatur dengan penjara 15 hari, atau paling lama tiga bulan," kata Iriawan.

Iriawan berharap, agar tak ada masyarakat yang memaksa orang lain memilih salah satu paslon, atau menghalang-halangi orang lain pada saat akan melakukan pencoblosan. Selain itu, ia juga berharap, tak ada praktik politik uang pada saat pencoblosan nanti.

"Berikan kebebasan kepada rakyat. Biarkanlah rakyat yang memilih sesuai dengan hati nuraninya, kita jaga dengan baik, khususnya jelang Pilkada DKI," ujarnya.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar mengimbau, agar masyarakat tidak melakukan aktivitas yang berpotensi merusak ketenangan menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2017.

"Tanggal 12, 13, dan 14 (Februari) itu masa tenang, karena cuma tiga hari. Karena itu, di hari tenang dimohonkan kepada semua pihak masyarakat untuk memberikan suasana kondusif. Agar, memberikan ketenangan," kata Boy.

Menurut Boy, pada masa tenang itu akan dimanfaatkan oleh petugas Bawaslu, KPU untuk menyiapkan sarana dan prasarana, guna proses pengambilan suara pada tanggal 15 Februari 2017.

"Termasuk juga, check in terakhir logistik pemilu. Itulah yang kami harapkan. Biar petugas kami konsentrasi dengan baik, tanpa ada gangguan pihak mana pun," ujar Boy.

Kepolisian, menurut Boy, tidak melarang masyarakat menyampaikan aksinya. Namun, dalam penyampaian pendapat dapat dilakukan dengan tertib. "Jika ada unjuk rasa, atau ada pengerahan massa dan sebagainya, ya mohon, yang penting tidak menimbulkan kegaduhan," ujarnya.

Selanjutnya, waspada politik uang>>>

Waspada politik uang

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengantisipasi munculnya praktik politik uang di masa tenang. Masa tenang dinilai rawan politik uang. Sebab, itu merupakan saat terakhir yang bisa digunakan oknum memengaruhi penyaluran hak pilih para pemilih.

"Dugaan politik uang berlaku di semua tahapan pemilu, bukan hanya saat kampanye. Di masa tenang, politik uang juga tidak boleh," ujar Ketua Bawaslu DKI, Mimah.

Mimah menuturkan, politik uang sebagai tindakan untuk memengaruhi pemilih, agar memilih pasangan calon tertentu, tidak memilih pasangan calon tertentu, atau bahkan tidak menyalurkan hak pilih sama sekali. Tindakan untuk memengaruhi itu dilakukan dengan mengiming-imingi pemilih dengan materi, termasuk uang.

Mimah juga mengimbau, agar tidak ada upaya mobilisasi pemilih atau dikenal dengan 'serangan fajar' pada hari pemungutan suara. Menurut Mimah, semua pihak harus mengawal pelaksanaan demokrasi daerah di Jakarta demi terciptanya pilkada yang aman, damai, dan tenteram.

"Kami juga berharap, pihak keamanan bisa mengamankan TPS (tempat pemungutan suara), supaya pemilih bisa datang dengan nyaman dan menggunakan hak pilih mereka," ujar Mimah.

Akun media sosial (medsos) resmi kampanye pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Pemilihan Kepala Daerah DKI 2017, juga harus ditutup paling telat sebelum Minggu 12 Februari 2017. Tanggal tersebut, merupakan saat dimulainya masa tenang kampanye. Masa tenang berlangsung 12-14 Februari 2017.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Sumarno mengatakan, kegiatan kampanye sama sekali tidak boleh dilakukan selama masa tenang. Setiap pasangan calon telah diberi waktu hampir 3,5 bulan selama masa kampanye, dari 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017.

"Akun resmi para paslon (pasangan calon) harus ditutup, paling tidak sebelum tanggal 12 (Februari)," ujar Sumarno di KPU DKI, Jakarta Pusat, Selasa 7 Februari 2017.

Menurut Sumarno, Bawaslu DKI bekerja sama dengan Sub Direktorat Cyber Crime Kepolisian Daerah Metro Jaya. Bawaslu, selain melakukan pemantauan pelanggaran kampanye di lapangan, juga memantau aktivitas di internet.

Pasangan calon yang terbukti tetap melakukan kampanye saat masa tenang melalui internet, bisa dikenai sanksi. Adapun sanksi diatur Pasal 187 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagai dasar hukum Pilkada DKI 2017. Kampanye di masa tenang, merupakan tindakan pelanggaran, karena diklasifikasikan sebagai kampanye di luar jadwal.

"Polda punya (Subdit) Cyber Crime yang melakukan pengawasan juga di media sosial," ujar Sumarno.

Sementara itu, mengenai alat peraga kampanye, kata Sumarno, menjadi tanggung jawab dari masing-masing tim pemenangan pasangan calon untuk dicopot sebelum masa tenang.

Bawaslu DKI akan bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP DKI jika masih ada alat peraga yang dipasang di tempat umum, menjelang masa tenang.

"Begitu masa kampanye berakhir (11 Februari 2017), Bawaslu bekerja sama dengan Satpol PP untuk membersihkan," ujar Sumarno.

Sementara itu, anggota Komisi Pemilihan Umum, Hadar Nafis Gumay mengakui, lembaganya kesulitan untuk mengawasi kampanye yang dilakukan melalui media sosial. Menurutnya, KPU tidak memiliki otoritas menyetop mereka yang melakukan kampanye di medsos.

"Kami enggak bisa atur buzzer-buzzer itu," kata Hadar, usai rapat koordinasi kesiapan terakhir penyelenggaraan Pilkada Serentak di Gedung KPU, Jakarta, Selasa 7 Februari 2017.

Saat ini, lanjut Hadar, KPU hanya bisa mengimbau para netizen dan para buzzer tidak melakukan kampanye di media sosial saat minggu tenang. Alasannya, landasan undang-undang tidak cukup.

Ia pun berharap, ke depan KPU mempunyai regulasi untuk mengawasi dan menyetop media sosial selama minggu tenang Pilkada dan Pemilu. "Ke depan, kita harus cari cara. Kalau KPU sekarang, ya cuma imbau," katanya.

Hadar juga berharap, Bawaslu bisa semakin memperketat pengawasan kampanye, terutama melalui media sosial saat minggu tenang. Kemudian, meminta institusi yang mempunyai otoritas, atau kemampuan menyetop untuk bekerja.

Meski belum ada regulasi yang mengikat mengenai kampanye di media sosial, Hadar menilai, aktivitas kampanye pada tahapan minggu tenang jelang Pilkada seharusnya tidak diperbolehkan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya