Ponsel yang Bangkit dari 'Kubur'

CEO Microsoft Steve Ballmer dan eksekutif Nokia Stephen Elop
Sumber :
  • REUTERS/Brendan McDermid/Files

VIVA.co.id – Nama Nokia memang selama ini tidak lagi terdengar gaungnya. Vendor Finlandia yang pernah merajai pasar ponsel dunia itu sedikit demi sedikit mulai bangkit.

Indosat Usung Garuda untuk Melestarikan Bahasa Indonesia

Dalam ajang Mobile World Congress di Barcelona, Spanyol, Nokia bekerja sama dengan manufaktur HMD Global, menghadirkan empat varian ponselnya sekaligus. Tiga model berbasis Android, sedangkan satu lagi adalah ponsel lawas yang dihidupkan kembali.

Model ponsel 3310 ini tampil lebih menarik dengan varian warna yang lebih ngejreng. Bahkan layarnya pun dibuat lebih terang, lengkap dengan warna, tidak lagi monochrome.

Ponsel Nokia Masih Ada

Yang paling penting, ciri khas 3310 dan Nokia tidak dihilangkan di versi terbaru ini, yakni mulai dari game Snake, radio FM, sampai baterai yang bisa tahan sebulan. Sementara itu, untuk pasar smartphone, Nokia mengandalkan Android di model Nokia 5,6 dan 3.

Jika smartphone merupakan sebutan untuk ponsel pintar yang bisa digunakan untuk mengoperasikan berbagai aplikasi berbasis internet, tidak demikian dengan 3310 ini. Nokia 3310 biasa disebut sebagai dumbphone, atau ponsel yang hanya memiliki fitur dasar, yakni telepon dan SMS.

Samsung Lagi Kembangkan 6G

Ini bukan berarti Nokia tidak mengikuti tren yang ada. Hanya saja, mereka meyakini jika pasar untuk ponsel fitur masih ada, dan sangat luas.

“Sekarang kita memasuki era baru merek Nokia, itulah mengapa kami menggandeng HMD global (sebagai manufaktur). Kami tidak akan gegabah memilih partner karena merek Nokia sangat berarti bagi kami,” ujar Chief Executive Officer (CEO) dan Presiden Nokia, Rajeev Suri, mengindikasikan kembalinya Nokia ke pasar smartphone dunia, tidak untuk jajal bisa langsung melainkan untuk waktu yang lama.

“Kami akan memilih dengan hati-hati. Kami mengamati pasar. Bekerja sama juga dengan Google. Ini akan menjadi kerja sama jangka panjang,” tuturnya.

Selanjutnya, Ponsel Sejuta Umat

Ponsel Sejuta Umat

Nokia 3310 bukan seri yang sembarangan. Memang hampir semua ponsel buatan Nokia, yang beredar di awal 2000 selalu laku di pasaran. 3310 merupakan ponsel Nokia ke-12 yang paling laku di zamannya.

Tercatat, 126 juta unit terjual kala itu. Bahkan, dari 15 ponsel yang paling laku dalam sejarah, 11 model merupakan buatan Nokia. Di Indonesia, Nokia memang sangat hits di zamannya. Masyarakat Indonesia bahkan menyebut 3310 sebagai ‘ponsel sejuta umat’.

Namun banyak hal yang membuat 3310 berbeda dengan kebanyakan ponsel Nokia pada umumnya. Bodi yang kuat dan baterai yang tahan lama merupakan dua hal yang membuat pengguna smartphone iri.

Bagaimana tidak. Smartphone yang beredar sekarang hanya bisa bertahan paling lama 20 jam. Bodinya pun sangat ringkih karena selain desain yang tipis, didominasi juga oleh layar yang besar.

Tidak heran jika kemudian banyak pengamat yang optimistis jika Nokia mampu bangkit dan merangsek masuk ke pasar smartphone dunia. Analis menyebut jika 3310 akan menjadi perangkat ponsel yang hits tahun ini, membangkitkan kenangan dan kebutuhan masyarakat akan ponsel tahan lama, serta menyasar pasar yang masih belum bisa terkena akses internet.

“Seri 3310 dicintai oleh banyak orang. Ponsel ini mendapatkan cinta dari jutaan orang di dunia,” ujar Rajeev seperti dikutip Business Standard.

Pengamat pasar ponsel global yang juga penulis buku, Tomi Ahonen, menyebut langkah Nokia ini sebagai Return of the Jedi. Langkah HMD Global dan Nokia menghidupkan kembali ponsel yang diskontinu sejak 2005, itu dianggapnya sebagai ‘jenius’.

Menurut dia, masih ada 47 persen masyarakat di dunia yang menggunakan ponsel dengan keyboard ketik (T9) seperti yang dibawa Nokia 3310. Artinya, masih ada 47 persen orang di dunia yang masih menyukai dumbphone ketimbang smartphone. Itu hampir setengah dari populasi penduduk.

“Paman Anda di desa lebih suka menggunakan ponsel dengan papan ketik, ponsel fitur, dumbphone, atau apalah istilahnya. Mereka juga yang tidak punya akses internet di daerahnya,” ujarnya. 

“Bahkan ada 800 juta orang di dunia yang buta huruf. Mereka buta huruf tapi tahu menggunakan ponsel, jadi mereka tidak suka pakai ponsel layar sentuh, hanya butuh sms dan telepon,” ujar Ahonen dalam serangkaian tweet-nya.

Sementara itu, untuk tiga smartphone berbasis Android, Ahonen menyebut jika ini bisa digunakan Nokia untuk merangsek masuk ke pasar smartphone dunia. Ketiganya bermain di ranah menengah, tiga model sekaligus dengan harga mulai dari US$150 hingga US$299.

Di ranah harga US$150 sampai US$400, hanya ada 26 persen dari total 100 juta unit ponsel terjual. Selanjutnya di segmen US$175 hingga US$325 ada sekitar 58 persen terjual. Dengan menjual tiga model sekaligus, ini dianggapnya sebagai kunci untuk bisa menguasai sepertiga dari 300 juta smartphone yang dijual setiap tahunnya.

“Dengan empat ponsel ini, saya yakin Nokia bisa meraih satu persen pangsa pasar di kuartal akhir 2017, 10 bulan dari sekarang. Natal tahun depan, HMD akan bisa membawa Nokia masuk ke 10 besar pangsa pasar global dengan 2 persen pangsa pasar,” tuturnya. 

“Pasarnya masih luas, ada sepertiga dari seluruh pasar di dunia, termasuk 10 negara yakni India, Indonesia, Nigeria, Mesir, Brasil, Rusia, Pakistan, Bangladesh, Afrika Selatan, dan Vietnam,” kata Ahonen.

Analis dari Strategy Analytics, Neil Mawston, menyebut jika Nokia memiliki reputasi yang bagus di negara dengan pasar sedang berkembang atau emerging market karena ponselnya yang berharga terjangkau dan fitur yang ramah.

“Satu dari lima ponsel di dunia adalah ponsel fitur. Total pengiriman ponsel, termasuk smartphone, di 2016 mencapai 1,88 miliar unit. Samsung memiliki 13 persen pangsa pasar ponsel fitur, dan Nokia masih menduduki posisi 2 dengan sembilan persen. Artinya, masih banyak orang yang menggunakan ponsel Nokia model jadul,” ujar Mawston.

Selanjutnya, 70 Persen Pakai Dumbphone

70 Persen Pakai Dumbphone

Prediksi Ahonen, yang memasukkan Indonesia dalam pasar potensial untuk Nokia ada benarnya. Negara ini memang masih tergolong sebagai emerging market. Bahkan menurut data Mastel, pengguna smartphone di Indonesia baru mencapai 63,4 juta, atau sekitar 24,7 persen dari total populasi yang mencapai 250 juta jiwa.

Ini artinya, masih ada 180-an juta penduduk, atau sekitar 75,3 persen, yang belum masih menggunakan ponsel fitur atau dumbphone.

Kebanyakan mereka adalah masyarakat yang berada di wilayah pedalaman, yang belum mendapatkan akses internet. Atau orang-orang tua yang hanya bisa memencet satu tombol, menelepon, dan tidak membutuhkan browsing atau bermain aplikasi yang njelimet. Ada juga pekerja lapangan atau pehobi olah raga ekstrem, yang membutuhkan ponsel kuat dan berdaya tahan lama.

Yang jelas, salah satu distributor resmi Nokia di Indonesia, Erajaya mengaku masih setia mendistribusikan ponsel buatan Finlandia itu.

“Nokia yang sekarang beredar, distribusinya masih di Erajaya. Kami masih mengedarkan. Untuk yang baru, kami belum ada pembicaraan resmi. Pasti akan kami info jika ada,” ujar Ika Paramita, Vice President Marketing and Communication Erajaya Group, kepada VIVA.co.id.

Dihubungi terpisah, mantan petinggi Nokia di Indonesia, yang saat ini menjabat sebagai President Director PT Teletama Arta Mandiri (TAM), Hasan Aula, optimistis Nokia mampu meraih pasar di Indonesia. Selain nama besar Nokia, seri 3310 juga dianggap sebagai citra baik Nokia yang masih membekas di mata masyarakat Indonesia.

"3310 tentu bisa mendongkrak nama Nokia. Nama itu masih punya potensi yang bagus. Erajaya dan TAM tentu sangat tertarik mendistribusikannya, mengingat ponsel fitur masih punya pasar yang lumayan di Indonesia," ujar Hasan Aula.

Namun, langkah Nokia harus mendapatkan tantangan dari pemerintah yang kabarnya ingin mematikan distribusi ponsel 2G atau ponsel fitur seperti 3310. Setahun lalu, Kominfo pernah mengungkap jika pemerintah ingin ngebut dalam hal akses broadband internet.

Artinya, penyebaran smartphone akan digeber dan membuat semua pengguna ponsel 2G beralih ke smartphone. Sampai-sampai ada wacana untuk tidak lagi memberikan izin edar untuk ponsel fitur.

Walaupun langkah ini baru sekadar wacana, karena menurut pihak Kominfo butuh waktu untuk membuat 70 persen pengguna 2G beralih ke smartphone, seiring dengan akses internet yang belum merata.

Selanjutnya, Nokia di Masa Lalu

Nokia di Masa Lalu

Nokia memulai usahanya di abad 19 sebagai pabrik kertas tunggal yang kemudian menjadi bagian kerajaan Rusia. Perusahaan itu kemudian tumbuh menjadi konglomerat industri yang mengurusi segala sesuatu, dari sepatu karet hingga gas. Mereka masuk ke bisnis elektronik pada 1960.

Dari 1980 hingga 2000, mereka masuk ke ranah mobile. Bisnis ponsel mereka mulai membesar dan menjadi merek nomor satu di dunia. Nama Nokia menjadi merek ponsel yang dibanggakan.

Semua orang berlomba menjadi pemilik telepon genggam besutannya itu. Nokia juga yang pertama kali menggelontorkan seri smartphone pertamanya yang termahal.

Namun kala itu, mereka tidak menyebutnya sebagai smartphone, melainkan seri Communicator. Pada 2004 diluncurkan Communicator 9500 dengan harga hampir Rp10 juta.

Sayangnya, kejayaan Communicator hanya sebentar. Layar sentuh mulai booming dengan kehadiran iPhone dan sistem operasi Android. Communicator Nokia yang hanya mengandalkan OS Symbian mulai tersingkir.

Meski telah berkolaborasi dengan Microsoft pun, Nokia tetap tidak bisa bangkit dari keterpurukan. Iming-iming Microsoft yang ingin bangkit bersama Nokia pun menyebabkan perusahaan Finlandia itu rela menjual seluruh saham divisi mobile-nya ke perusahaan Bill Gates itu.

Pertama mereka mengambil Nokia mobile, lalu meluncurkan Lumia bersama, tetap tidak membuahkan hasil. Microsoft pun menendang merek Nokia dan menganggap merek itu tidak lagi menjual. Kala itu, Stephen Elop, yang ditunjuk sebagai CEO, dituding sebagai orang yang paling berperan dalam membunuh Nokia.

Nokia Lumia 730 dan 830 merupakan handset terakhir yang beredar di pasaran. Microsoft, seperti dituturkan laman The Verge, memastikan jika mereka tidak akan lagi menggunakan embel-embel Nokia di belakang Lumia. Sejak saat itu Nokia mati dan tidak pernah terdengar gaungnya. Hingga akhirnya, lisensi diberikan oleh Nokia ke HMD, perusahaan yang juga berasal dari Finlandia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya