Pantaskah Dana Haji untuk Investasi Infrastruktur?

Jemaah haji Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Umarul Faruq

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo berencana menginvestasikan dana haji yang sudah terkumpul untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur nasional. Dana haji yang jumlahnya mencapai Rp90,6 triliun tersebut nantinya akan dikelola oleh badan khusus di luar Kementerian Agama yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Kemenpan-RB Siapkan 200 Ribu Formasi Calon ASN untuk Ditempatkan di IKN

BPKH yang sedang dalam proses seleksi anggota ini diinginkan oleh Presiden Jokowi sebagai badan independen yang mampu mengelola dana haji secara profesional dan tentunya menguntungkan. Dana tersebut juga diharapkan bisa diinvestasikan pada pembangunan infrastruktur yang masih membutuhkan dana cukup besar.

Ketua Panitia Seleksi Calon Anggota BPKH, Mulya Effendy Siregar mengungkapkan, permintaan Presiden sangat jelas pada lembaga ini. Di mana dana haji tersebut harus diinvestasikan pada proyek yang jelas peruntungannya, seperti jalan tol, dan pelabuhan. Sehingga tidak dikhawatirkan dana akan hilang.

Cerita Pilu Istri dari YouTuber Palestina, Lebaran Malah Jadi Tahanan Kota

Menanggapi rencana Presiden ini, Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan tidak setuju. DPR menilai masih ada yang lebih prioritas dibandingkan pembangunan infrastruktur secara umum.

Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher, menjelaskan, saat ini fakta yang ada di lapangan menunjukkan masih banyak sekolah agama seperti pesantren yang perlu perhatian pemerintah. Selain itu persoalan fakir miskin dan anak yatim menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

PM Kishida Sampaikan ke Prabowo Jepang Akan Berkontribusi di Infrastruktur dan Energi di Indonesia

"Kami di Komisi VIII tidak setuju kalau dana itu dipergunakan untuk umum, DAU (Dana Abadi Umat) harus dikelola untuk kesejahteraan umat. Boleh saja untuk pembangunan infrastruktur, tapi infrastruktur untuk kegiatan keagamaan, seperti jalan menuju pesantren," ujar Ali Taher saat dihubungi VIVA.co.id.

Ilustrasi proyek infrastruktur

Ali mengungkapkan, pemerintah sebaiknya lebih fokus pada kesejahteraan umat dan persoalan sosial yang ada hari ini. Sebab masyarakat dinilai sangat berharap untuk hal itu. Bahkan, di daerah kita masih lihat sulitnya pendidikan, kesulitan transportasi dan persoalan kekinian yang harus diselesaikan.

Ditekankan Ali, pemerintah dan semua komponen bangsa harus hadir untuk memperhatikan persoalan sosial dan keagamaan. Momentum hadirnya BPKH ini tentunya untuk memperhatikan umat lebih serius.

Data Kementerian Agama RI hingga 31 Desember 2016 mencatat dana setoran awal Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) dari jemaah haji mencapai Rp90,6 triliun. Terdiri dari Kas Rp111,8 miliar, investasi jangka pendek Rp54,57 triliun, investasi jangka panjang Rp35,78 triliun dan hasil optimalisasi yang masih harus diterima Rp137,91 miliar. Sementara total DAU mencapai Rp2,99 triliun 

Perlu Kajian Mendalam

Lalu, apakah penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur melanggar kepatutan?

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi, menilai rencana presiden untuk menggunakan dana haji untuk kepentingan infrastruktur nasional harus dilakukan kajian mendalam. Sebab, dana yang diinvestasikan untuk proyek-proyek infrastruktur ini, murni dana umat yang tidak boleh dipindahtangankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Menurutnya, dana haji yang selama ini dikelola Kementerian Agama berasal dari setoran awal calon jemaah haji untuk biaya pendaftaran agar mendapat porsi keberangkatan. Selain itu, dana haji juga menampung dana hasil efisiensi dari penyelenggaraan ibadah haji atau biasa disebut dana abadi umat (DAU).

Zainut mengungkapkan akumulasi DAU setiap tahun memang semakin besar, berasal dari hasil efisiensi operasional penyelenggaraan ibadah haji pada musim tahun berjalan dan juga masuknya dana manfaat dari bagi hasil penempatan DAU di bank atau pun Sukuk. Sehingga, kemungkinan besar DAU ini yang diinginkan presiden untuk pembangunan infrastruktur.

Dengan demikian, perlu kajian mendalam bukan hanya aspek financial saja melainkan aspek syariah, karena besarnya dana ini menyangkut uang umat. Dan Kementerian Agama sejauh ini menempatkan dana haji ini hanya di tiga instrumen keuangan, yakni Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan deposito berjangka berbasis syariah.

Direktur Pengelolaan Dana Haji Kementerian Agama, Ramadan Harisman, mengungkapkan sebenarnya sebelum ada BPKH pengelolan dana haji di Indonesia dilakukan hanya oleh Kementerian Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2012.

Dalam praktiknya, dari dua aturan tersebut kemudian dikeluarkan aturan teknis yaitu peraturan Menteri Agama nomor 23 tahun 2011. Di mana BPIH berdasarkan pasal 11 ayat 1 boleh mengembangkan dana haji melalui investasi SUN, SBSN dan deposito berjangka. Aturan tersebut membuat BPIH tidak bisa mengembangkan investasi selain tiga hal tersebut.

Kemudian, setelah itu berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2014 BPKH dibentuk sebagai badan otonom yang berada di luar struktur Kementerian Agama. BPKH akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dalam pengelolaan dana haji yang jumlahnya mencapai Rp90,6 triliun.

Dalam ketentuan tersebut, BPKH dapat menempatkan dana haji yang selama ini dikelola Kementerian Agama, untuk bisa ditempatkan pada produk-produk perbankan syariah, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya.

"Jadi pola pengembangan keuangan haji selanjutnya, akan menjadi domain kewenangan BPKH dengan mengacu pada ketentuan UU 34 tahun 2014 serta peraturan pelaksananya. Dan wacana dana haji untuk infrastruktur di luar domain Kementerian Agama," jelas Hariman, kepada VIVA.co.id.

Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Wismana Adi Suryabrata mengatakan,dana haji yang akan digunakan pada proyek infrastruktur pemerintah dipastikan tidak hilang. Karena bentuknya dalam instrumen investasi syariah yang dijamin pemerintah dengan bagi hasil yang tinggi yaitu 13-14 persen.

Menurutnya, saat ini konsep itu masih terus digodok dan belum sepenuhnya menjadi keputusan resmi, sehingga berdasarkan tataran konsep justru dilihat sangat bermanfaat bagi umat. Ia menilai dengan bagi hasil yang tinggi sebenarnya itu bisa beri manfaat tambahan untuk umat dan jemaah haji khususnya.

"Contohnya bisa seperti jalan tol dari pembayaran dan keuntungan, serta kenaikan nilai saham tentu uangnya memberikan manfaat. Penggunaan dana tersebut nantinya dikelola oleh BPKH definitif dan pastinya tidak secara keseluruhan digunakan karena operasional haji tak boleh diganggu," jelas Wismana kepada VIVA.co.id, Rabu 15 Maret 2017.

Adapun proyek infrastruktur yang cocok dari investasi dana haji saat ini, Wismana mengungkapkan proyek tersebut tidak jauh dari pembiayaan SBSN atau sukuk yang sudah dikerjakan, seperti pada proyek pembangunan jalur kereta api, irigasi dan pelabuhan. 

"Yang pasti tidak jauh dari proyek infrastruktur yang sudah dibiayai sukuk selama ini, tapi juga bisa hal baru dan baik untuk kemaslahatan umat dan membutuhkan pembiayaan. Seperti energi yaitu pembangkit listrik, pelabuhan dan juga bandara, semua opsi ini terbuka," tegasnya.

Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pengembangan Infrastruktur, Wahyu Utomo, menambahkan, penggunaan dana haji untuk infrastruktur sebenarnya sangat cocok dengan pola pembangunan infrastruktur saat ini, karena sifatnya jangka panjang.

Menurut dia, penggunaan dana haji untuk infrastruktur sangat membantu target pembiayaan infrastruktur hingga 2019, sehingga sifatnya perlu segera dimanfaatkan seperti skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) sehingga ada leverage yang cukup besar.

Perlu diketahui, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen, sehingga membutuhkan pembangunan infrastruktur nasional yang sangat masih. Kebutuhan pembangunan tersebut mencapai Rp5.000 triliun dan hanya mampu dibiayai APBN sepertiganya saja.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya