Membuka Akses Indonesia Timur

Ilustrasi Palapa Ring.
Sumber :
  • Sekretarian Negara

VIVA.co.id – Pemerintah berniat baik untuk menyediakan akses internet dan telekomunikasi di wilayah 3T, atau Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Selama ini, dari enam operator telekomunikasi di Indonesia, hanya perusahaan telekomunikasi pelat merah yang berani masuk ke wilayah-wilayah 3T tersebut.

Jaksa Ungkap Chat Terdakwa Korupsi BTS Singgung Setoran Rp 40 Miliar ke Oknum BPK

Tidak heran, jika kemudian harga layanan menjadi meningkat, cakupan tidak merata, dan kecepatan aksesnya jauh tertinggal dibanding kota besar.

"Saudara kita di Papua dan Malukum rata-rata aksesnya itu 300 Kbps (kilobyte per second), itu seperduapuluhtiga dari kita yang di Jakarta. Biaya akses mereka juga lebih mahal, bahkan setelah tarif turun," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Cara PTT Pastikan SDM Kawasan Timur Indonesia Siap Hadapi Kemajuan Industri Telko

Kekhawatiran ini juga sejalan dengan data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyebut, penetrasi internet di Indonesia tidak merata secara geografis. Sekitar 36,9 persen berada di wilayah barat, atau pulau Jawa, dan 83,4 persennya berdomisili di wilayah urban. Padahal, pengguna internet di Indonesia mencapai angka 132,7 juta pada 2016 lalu. Sungguh miris!

Titik terang mulai terlihat saat pemerintah, melalui PP no.96 tahun 2014 menggelar Rencana Pita Lebar Indonesia. Dalam PP itu ditargetkan, pada 2014-2019, sekitar enam persen penetrasi broadband di pedesaan.

Tol Langit Satria-1 akan Lengkapi Kinerja Palapa Ring

Harga layanan broadband pun dapat mencapai lima persen dari total pendapatan per kapita. Broadband di sini didefinisikan sebagai akses percepatan internet dengan jaminan konektivitas yang selalu tersambung. Hal itu berkaitan dengan kecepatan minimal 2  megabits per second (mbps) untuk fix broadband, dan 1 mbps untuk mobile broadband.

Setelah pemenang tender Palapa Ring Paket Timur ditemukan dan kesepakatan ditandatangani, pembangunan proyek itu pun akan efektif dilakukan usai bulan puasa. PT Palapa Timur Telematika, bentukan konsorsium Moratelindo, IBS, dan Smart Telecom, berkewajiban melaksanakan proses konstruksi selama jangka waktu 18 bulan dan membuka akses telekomunikasi di wilayah Indonesia Timur, termasuk Papua dan Maluku.

Berikutnya, jangan bernasib seperti PLIK/MPLIK>>>

Jangan bernasib seperti PLIK/MPLIK

Yang menjadi keresahan kemudian adalah nasib Palapa Ring yang diprediksi akan sama dengan Pusat Layanan Internet Kecamatan/Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK/MPLIK). Proyek itu dihentikan tahun lalu, dengan menyisakan ratusan mobil terparkir tak berguna, 61 di antaranya ada di Kalimantan, berikut dengan tunggakan yang harus dibayar pemerintah kepada mitra.

Apalagi saat ini, dalam proyek Palapa Ring, Kementerian Komunikasi dan Informatika  (Kemenkominfo) menggunakan model Kerja sama Pemerintah-Badan Usaha (KPBU) yang menyediakan jaminan availability payment dari negara dalam membayar layanan.

“Adanya KPBU itu bagus, tetapi ada risiko layaknya PLIK/MPLIK. Bagaiman apun dalam pembayaran layaknya dana dibiayai negara itu akan pakai audit BPKP. Hal yang dikhawatirkan nantinya adalah, karena mengejar KPI lalu menjadi tak tepat sasaran. Hal ini sudah terjadi di PLIK/MPLIK yang ujungnya anggaran dibintangi. Dan yang paling rugi adalah subkontraktor karena tak dibayar,” ujar pengamat telekomunikasi dari Indotelko Forum, Doni Ismanto Darwin, kepada Viva.co.id.

Dikatakannya, kunci Palapa Ring itu adalah jika ada pasar, alias ada pembangunan di level akses. Kehadiran Palapa Ring, menurutnya, tidak menjamin akan ada ekspansi besar-besaran operator ke daerah pelosok. Sebab, secara praktik, pemain kedua atau ketiga, yang masuk daerah pelosok hanya akan mendapatkan ‘kue’ di bawah 20 persen. Ini artinya, sangat kecil jaminannya Palapa Ring akan terutilisasi.

“Misal di Papua, dengan jumlah penduduk belasan juta, sudah ada akses dominan Telkom. Apa Telkom akan pakai Palapa Ring, padahal mereka sudah punya backbone sendiri, yakni Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) Sulawesi Maluku Papua Cable System,” ujar Doni.

Resiko terberat jika Palapa Ring ini gagal akan berada di pihak pemerintah. Sebab, walau menkominfo selalu gembar-gembor Skema KPBU, fakta pembiayaan di tiga paket itu adalah Bank Pelat merah (Mandiri dan BNI) yang dominan menjadi kreditur.

“Artinya, kalau macet, macet pula di pembayaran. Ini akan berdampak ke performa kredit macet dua bank pelat merah. Bisa sistemik ke ekonomi negara. Solusi terbaik adalah Pemerintah, dalam hal ini BP3TI harus koordinasi dengan pemilik Backbone dan akses terbesar di negeri ini (Telkom), agar Palapa ring itu optimal. Jika tidak, bisa saja hanya akan menjadi ‘setengah Arca’, karena kapasitas tak terpakai maksimal dan penyedianya bisa pula macet karena pembayaran lambat,” jelasnya.

Selanjutnya, proyek tulang punggung>>>

Proyek tulang punggung

Proyek Palapa Ring Timur ditargetkan akan rampung di 2019, sehingga daerah-daerah yang berada di paket timur sudah dapat menikmati akses broadband.

Palapa Ring merupakan proyek infrastruktur tulang punggung jaringan telekomunikasi broadband (pita lebar) berupa pembangunan serat optik yang membentang ke seluruh Indonesia yang dibangun oleh Operator Telekomunikasi dan sebagian dibangun oleh Pemerintah

Ada tiga paket pembangunan yang disebut 'Proyek Palapa Ring', yakni Paket Barat, Paket Tengah dan Paket Timur. Perkembangan Proyek Palapa Ring Paket Barat dan Tengah telah selesai perjanjian kerja sama, memenuhi skema pendanaan dan dimulai pembangunannya. Pembangunan Palapa Ring Barat, bahkan mencapai 60 persen.

Proyek Palapa Ring Paket Timur akan menjangkau 35 kabupaten/kota yang tersebar dan menjangkau wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur (dua kabupaten), Maluku (3 kabupaten), Papua (23 kabupaten), dan Papua Barat (tujuh kabupaten).

Total panjang jaringan mencapai 8.454 kilometer, yaitu 50 persen merupakan kabel fiber optik laut, 45 persen kabel fiber optik darat, dan lima persen microwave links dengan nilai proyek mencapai senilai Rp5,1 triliun.

Dengan terbukanya akses ke Indonesia Timur, diharapkan warga tersebut akan mendapatkan kualitas dan harga layanan yang sama dengan yang di kota,setidaknya bisa SMS dan menelepon. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya