Kontroversi Kapolda Jabar soal Rekrutmen Taruna Akpol

Para Taruna Akademi Kepolisian saat berbaris (ilustrasi).
Sumber :
  • ANTARA/R. Rekotomo

VIVA.co.id – Program penerimaan Kepolisian Republik Indonesia untuk Taruna/Taruni Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2017 ini berbuah kontroversi. Rekrutmen calon pemimpin masa depan Polri itu diwarnai aksi protes oleh sejumlah orang tua calon taruna, yang mendaftar seleksi calon Taruna Akpol di Polda Jawa Barat.

Rara Pawang Hujan Diajak Polisi Ikut Olah TKP Kasus Pembunuhan Ibu-Anak di Subang

Aksi protes itu dipicu kebijakan kontroversial Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan, yang menerapkan kebijakan kuota khusus 51 persen kepada putra daerah untuk mendaftar Taruna Akpol. Belum lagi, Anton juga memberlakukan pemeriksaan kesehatan ulang calon taruna di akhir-akhir proses seleksi.

Dari hasil seleksi yang diumumkan Polda Jabar sebelumnya, kuota calon Taruna yang dikirim ke Akpol Semarang masuk dalam kategori putra daerah dan non putra daerah.

Suami dan Istri Muda di Balik Pembunuhan Ibu-Anak di Subang

Untuk kuota putra daerah, dari 13 peserta, terjaring hanya 12 orang. Sedangkan dari non putra daerah, dari 22 peserta, hanya 11 orang yang berhak mengikuti seleksi Akpol di Semarang. Polda Jawa Barat juga meloloskan empat calon Taruni Akpol (Polwan).

Sontak, kebijakan ini mendapat reaksi keras dari sejumlah orang tua calon. Salah seorang orangtua peserta yang tidak lulus, ibu Nani, menyayangkan kebijakan tersebut. Alasannya, sebelum ada kategorisasi putra daerah dan non putra daerah, anaknya berada dalam rangking kecil dan berpeluang besar lolos.

Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Menangis, Sujud Minta Maaf ke Keluarga Korban

"Saya akan berjuang sampai titik darah penghabisan, untuk memperjuangkan anak saya. Kalau saja nilai anak-anak putra daerah lebih tinggi, saya tidak apa-apa. Tapi yang terjadi sekarang, mereka yang lolos dikirim ke Semarang nilainya di bawah nilai anak-anak kami," ujar Nani di Mapolda Jawa Barat, Rabu 28 Juni 2017.

Nani mengaku sudah 12 tahun tinggal di Bandung, mendampingi suami yang berdinas di TNI. Mengakui anaknya yang bukan orang Sunda asli, dia merasa tersinggung. "Copot tuh gambar Garuda Pancasila, di sana tertulis Bhinneka Tunggal Ika. Polda Jabar sudah tidak mengakui arti kebhinekaan," katanya.

Kegaduhan itu pun sampai ke telinga Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Kapolri langsung memerintahkan Asisten Sumber Kepala Polri Divisi Sumber Daya Manusia (As-SDM), Irjen Pol Arief Sulistyanto, turun ke Polda Jabar, menyelidiki apa yang terjadi.

"Keputusan Kapolda Jawa Barat dibatalkan. Saya ke sini dalam rangka melakukan supervisi terhadap proses penerimaan anggota Polri 2017 di Polda Jawa Barat. Kekisruhan yang terjadi tidak dikehendaki panitia pusat," kata Arief di Mapolda Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Sabtu 1 Juli 2017.

Mabes Polri bergerak cepat memutuskan untuk mengambil alih proses seleksi penerimaan Taruna Akpol di Polda Jabar. Pengambil alihan proses seleksi ini buntut dari kebijakan Kapolda Jabar yang memberlakukan kuota khusus bagi putra daerah dalam proses seleksi Taruna Akpol. Dan itu menimbulkan polemik pada sebagian orang tua peserta.

"Seleksi daerah dari 35 orang menjadi 23 untuk mengikuti seleksi tingkat pusat, akan diambil alih oleh panitia pusat," ujarnya.

Arief menambahkan, ia sudah berkoordinasi dengan Divisi Propam Mabes Polri untuk mengusut adanya dugaan penyimpangan dalam penerimaan calon Taruna Akpol.

"Untuk sanksi, akan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh Divisi Propam. Intinya, Kapolri tidak akan memberikan toleransi apabila merugikan institusi Polri dan merugikan masyarakat," imbuhnya.

Selanjutnya...Dianulir

Dianulir

Dengan demikian, keputusan Kapolda Jabar yang meloloskan 23 calon yang berhak mengikuti seleksi selanjutnya di Akpol Semarang melalui Polda Jabar dianulir Kapolri. Polri akan mengambil alih seluruh prosesnya dan akan segera mengumumkan hasil seleksi sesuai ketentuan yang berlaku selama ini.

"Seleksinya sudah betul, cuma kelulusan yang tadinya by rangking jadi diakomodir 51 persen (putra daerah) tadi (sudah dianulir). Nanti sudah ditarik ke pusat diumumkan sesuai ketentuan yang berlaku," kata Kabagmitra Ropenmas Divhumas Polri, Kombes Pol Awi Setiyono dalam perbincangan di tvOne, Minggu, 2 Juli 2017.

Awi menegaskan, kebijakan Kapolda Jawa Barat terkait penerimaan Taruna Akpol yang mengakomodir 51 persennya berasal dari putra daerah tidak pernah ada dalam aturan As-SDM Kapolri. "Jelas tidak ada aturan itu, Panda (Panitia Daerah) harus mengikuti Panpus (Panitia Pusat)," tegasnya.

Menurut Awi, aturan penerimaan Taruna Akpol tidak mengakomodir ketentuan putra daerah dalam seleksi taruna. Namun, untuk penerimaan anggota di tingkat Brigadir Polisi memungkinkan penerimaan melalui jalur putra daerah, dengan pertimbangan usai pendidikan akan bertugas di daerah masing-masing.

"Kalau Akpol yang lulus harus punya kualitas, punya keunggulan. Itu berlaku secara nasional. Minimal domisili satu tahun di daerah tersebut bisa diakomodir mendaftar di temmpat itu," ujar mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.

Sementara itu, Irwasda Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Rusli Hedyaman, menjelaskan kebijakan kategorisasi putra daerah dan non putra daerah dalam rekrutmen Taruna Akpol ditetapkan berdasarkan pertimbangan Dewan Kebijakan Jabatan dan Kepangkatan (Wanjak).

Rusli yang juga sebagai koordinator pengawasan dan pemimpin dalam sidang pengumuman calon Taruna Akpol menambahkan, keputusan tersebut telah dikonsultasikan dengan Mabes Polri.

"Kapolda Jabar sudah mengonsumsi hal ini, dan beliau sudah menyatakan siap bertanggung jawab atas kebijakan yang diambilnya," kata Kombes Rusli.

Selanjutnya...Anti-Kebhinekaan

Anti-Kebhinekaan

Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mendesak Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian segera mencopot Anton Charliyan dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Barat. Kebijakan Anton dinilai Neta, telah mencoreng institusi Polri.

"Kita mendesak Kapolri agar mencopot Kapolda Jawa Barat, walaupun dia orang kuat, orangnya Pak Budi Gunawan," kata Neta S Pane dalam perbincangan dengan tvOne, Minggu, 2 Juli 2017.

Lebih jauh, Neta menilai kebijakan Kapolda Jabar itu jelas menyalahi aturan penerimaan Akpol yang lazimnya berjalan selama ini. Bahkan, penerapkan kategorisasi putra daerah dan non putra daerah dalam proses seleksi itu bisa memunculkan anggapan Polri seolah anti Kebhinekaan dan tidak toleran.

"Dari mana aturannya harus putra daerah? Akpol itu nantinya akan bertugas di seluruh Indonesia, tidak hanya Jawa Barat. Kebijakan Kapolda Jawa Barat ini imajiner yang keblinger dapat merusak sistem yang sudah baik dibangun Polri saat ini," ujar Neta.

Ia pun meminta kepada masyarakat agar turut serta membantu Polri dalam menyiapkan calon-calon terbaik untuk pemimpin masa depan Polri, dengan proses seleksi Akpol yang berintegritas dan profesional.

"Jangan ada lagi anggapan kalau masuk Akpol itu selain kebanggan juga cepat balik modal. Ini salah kaprah. Kesadaran masyarakat jangan minta ketebelece ini juga penting agar rekrutmennya baik," terang dia.

Kemudian, pimpinan Polri juga harus konsisten bersih dan profesional dalam rekrutmen Taruna Akpol. Karena dengan rekrutmen yang bersih dan transparan dapat melahirkan polisi-polisi yang bersih dan profesional. Neta pun menyayangkan kebijakan yang Kapolda Jabar yang menurutnya jauh dari semangat transparan dan profesional.

"Harus sikap tegas dari pimpinan harus ada, kalau Kapoldanya masih itu-itu saja akan jadi preseden buruk. Pak Tito kami harap tegas mncopot Kapolda, dan kami apresiasi yang terbaik akan muncul dari Jawa Barat," tegasnya.

Kabagmitra Ropenmas dari Divisi Humas Polri, Kombes Pol Awi Setiyono, menegaskan Kapolri telah mengevaluasi kebijakan yang dikeluarkan Kapolda Jabar Irjen Anton Charliyan terkait seleksi penerimaan Akpol.

"Ke depannya tidak boleh terjadi lagi, aturan yang sudah ada di pusat tidak perlu dibenturkan dengan aturan yang ada di daerah," tegas Kombes Awi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya