Generasi Milenial dan Ancaman Tak Punya Rumah

Generasi milenial dan aktivitasnya
Sumber :
  • REUTERS/Alvin Baez

VIVA – Hidup di usia produktif, generasi milenial terus menjadi sorotan saat ini. Terlebih lagi ada sebuah survei yang dilakukan oleh situs properti di Indonesia, Rumah123, yang menyatakan bahwa generasi tersebut bakal susah memiliki rumah beberapa tahun mendatang. 

Komunitas Orang Papua di Yogyakarta Dukung Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran

Alasan utama hasil survei itu adalah, adanya ketidakseimbangan antara peningkatan harga properti dan pendapatan generasi milenial tiap tahunnya. Menurut survei tersebut, kenaikan harga properti mencapai 17 persen per tahun, sedangkan rata-rata kenaikan pendapatan generasi milenial hanya 10 persen. 

Kekhawatiran itu diperparah dengan survei yang dilakukan National Association Realtors (NAR), sebuah lembaga pemasaran properti di dunia. Survei itu menyebutkan bahwa generasi milenial tidak memiliki ketertarikan untuk membeli rumah. Sebaliknya, mereka lebih memilih untuk menyewa rumah.

Profil Andi Jerni, Atlet Karate yang Sentil Balik Omongan Megawati Soal Sumbangsih Generasi Milenial

Dilansir dari Huffington Post, hasil survei tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa alasan para generasi milenial itu tidak membeli rumah, dan lebih memilih membeli rumah ketika sudah mapan dan berkeluarga. Salah satunya karena mereka cenderung memiliki kecemasan yang berlebihan. 

Kecemasan itu timbul karena mayoritas generasi ini hidup di tengah resesi ekonomi yang terjadi di dunia. Mereka harus menghadapi dampak dari memulai karier di tingkat rendah. 

Viral Lagi Video Megawati Remehkan Sumbangsih Generasi Milenial pada Negara, Disentil Atlet Karate

Beberapa juga masih kesulitan mencari pekerjaan akibat persaingan yang sangat ketat. Karenanya, para generasi milenial sangat berhati-hati untuk menginvestasikan uangnya. 

Selain itu, dengan perekonomian saat ini, membuat tidak sedikit dari generasi milenial melihat orang tuanya menjual rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Alhasil, beberapa yang menyaksikan kondisi tersebut dapat mengalami trauma dan menjadi enggan untuk memiliki rumah sendiri.

Survei NAR juga sepakat, dengan berjalannya waktu yang membuat harga rumah semakin mahal, juga semakin membuat generasi milenial enggan memiliki rumah. Apalagi, kenaikan harga tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan yang sepadan.

Alergi rumah susun

Merespons fenomena ini, pemerintah pun mengklaim tidak tinggal diam. Kementerian Pekerjaan Umum dan dan Perumahan Rakyat menyebut telah mempersiapkan hunian terjangkau untuk mengakomodasi kebutuhan generasi milenial di masa depan. 

"Kami sedang menjajaki untuk itu, persiapan (hunian) khusus untuk menyambut generasi milenial," ujar Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid saat dihubungi VIVA, Senin 8 Januari 2018. 

Konsep pembangunan hunian vertikal subsidi pemerintah alias rumah susun pun disesuaikan. Upaya itu diharapkan masuk dengan selera generasi milenial yang dinilainya 'alergi' dengan rumah susun milik pemerintah.

"Kualitasnya sudah apartemen sewa, jadi apartemen sewa namanya. Tapi memang di UU itu namanya rusunawa (rumah susun sewa), tapi kualitasnya sudah apartemen," tuturnya. 

Selain itu, menurut Khalawi, infrastruktur dan hunian kekinian di kota-kota baru sedang disiapkan pemerintah. Kebijakan itu agar dapat mengakomodasi generasi tersebut untuk berkembang.

"Jadi generasi milenial yang bisnisnya sudah lumayan, bisa juga tinggal di rumah baru dengan berbagai tipe, sesuai dengan kemampuannya. Jadi saya rasa kami kejar ke depan dengan konsep yang memang sudah lebih bagus, artinya untuk generasi milenial itu tertarik," katanya. 

Dia menegaskan, beberapa fasilitas keuangan pun disiapkan pemerintah guna memastikan generasi milenial memiliki akses keuangan untuk memiliki hunian. Dengan upaya tersebut, kekhawatiran yang muncul diharapkan dapat terkikis secara otomatis. 

"Pemerintah intervensi dengan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), subsidi selisih bunga, dan bantuan uang muka. Itu sangat membantu buat mereka (generasi milenial) kan. Jadi itu menutupi gap antara pertumbuhan (pendapatan) dengan harga rumah," tuturnya.

Hobi traveling

Terlepas dari kekhawatiran tersebut, di sisi lain ada hal yang membuat generasi milenial sulit mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Yaitu, kegemaran kaum milenial untuk berwisata.

Direktur Penjualan dan Pemasaran untuk Contiki Donna Jeavons, yang mengkhususkan diri dalam millennial travel, mengatakan bahwa perusahaan telah memperhatikan tren peningkatan pada orang muda yang menghabiskan uang untuk bepergian.

Dilansir Independent, tahun ini, Contiki memproyeksikan ada kenaikan rata-rata 10 persen untuk pengeluaran perjalanan dari rata-rata klien berusia 18-35 tahun. Pengeluaran ekstra untuk traveling itu adalah karena realisasi orang muda bahwa mereka tidak memiliki kesempatan menabung untuk membeli rumah dalam waktu dekat.

"Saya pikir urgensi membeli rumah sudah tidak ada lagi. Sehingga menabung bisa terasa seperti latihan yang sia-sia belaka," ujarnya.

Sebaliknya, kata Donna, orang muda memilih untuk hidup pada saat ini. Mereka lebih suka menginvestasikannya dengan menjelajah ke sejumlah tempat. 

Tokoh industri lain yang melayani milenial juga setuju. Chris Townson, Managing Director U by Uniworld mengatakan bahwa mengunjungi tempat wisata adalah salah satu tujuan hidup kebanyakan generasi milenial. 

"Kepemilikan properti jauh dari jangkauan banyak kaum muda pada tahap ini dalam kehidupan mereka. Jadi kami melihat lebih banyak investasi dalam perjalanan dan pengalaman hidup sebagai tren yang pasti," katanya.

Dengan kepemilikan rumah di luar jangkauan, dia mengatakan, banyak anak muda menginvestasikan uangnya, dan pengalaman perjalanan berkualitas lebih baik.

"Pelanggan kami menghabiskan lebih banyak perjalanan daripada generasi sebelumnya," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya