Mengembalikan Pamor Kopi Klasik

Kegiatan petani memetik biji kopi di hutan di Bandung, Jawa Barat
Kegiatan petani memetik biji kopi di hutan di Bandung, Jawa Barat
Sumber :
  • VIVA/Purna Karyanto

“Masih ada petani, karena kurang pengetahuan, petiknya dicampur, merah, semu, maka dari itu pemerintah memberikan fasilitas dengan memberikan pendidikan ke beberapa petani,” ungkap Emil, sapaan Ridwan Kamil.

Ridwan Kamil menyatakan, sudah ada beberapa petani yang menerapkan teknologi mutakhir dalam proses pengolahan kopi miliknya. Hanya saja, itu belum merata.

“Sempat ada keluhan, rasa kopinya tak seragam. Ada manis, kurang, dan lainnya. Ini tantangan bagi kami. Selain promosi, kami juga harus gencar memperbaiki kualitas,” ujar Ridwan.

Tantangan lainnya adalah peningkatan kesejahteraan petani. Ini menjadi salah satu masalah pelik yang dihadapi oleh pelaku kopi di Jawa Barat.

Sebab, ini menjadi faktor pendukung pula dalam urusan permodalan. Sudah ada skema perkebunan sosial dengan memanfaatkan lahan Perhutani. 

Hanya saja, modal besar dalam urusan penyediaan alat dan fasilitas pasca panen menjadi PR lain.

Di Gunung Sangar, kondisi itu memang benar-benar terjadi. Keterbatasan fasilitas seperti green house, mesin roasting, dan lainnya, membuat para petani lewat LMDH dan pemerintah desa harus berjuang untuk mendapatkan bantuan dari pihak luar.

“Maka dari itu upaya dari pemerintah adalah mendorong petani kecil untuk berkelompok, dibina, serta didukung supaya menghasilkan produk dengan nilai tambah lebih tinggi," kata Yuyun. 

Selain itu, ia diberi motivasi untuk menjual produk hasil perkebunan tidak ke tengkulak, melainkan ke koperasi atau gabungan kelompoknya, dan secara online,” terang Yayan.

Mengembalikan kebanggaan kopi Jawa Barat nyatanya memang rumit. Namun, dengan didasari kerja sama dan adanya saling pengertian, bukan tak mungkin kopi Jawa Barat kembali menjadi raja. Kenapa? Modal mereka sudah ada, lantaran sejarahnya memang begitu kaya. (art)