SOROT 586

Pilkada 2020, Harapan Membaiknya Pesta Politik Rakyat

Sorot 586
Sumber :
  • Vivanews

VIVA – Sejumlah agenda besar akan dihelat di tahun 2020. Salah satunya Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Serentak yang akan digelar Rabu, 23 September 2020.

270 daerah akan mengikuti pilkada serentak gelombang empat ini. Rinciannya yaitu terdiri 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Hajatan pesta demokrasi ini akan menyedot perhatian seperti tiga pilkada serentak sebelumnya.

Perhelatan pilkada tahun ini berpotensi muncul persoalan penyelenggaraan, politik uang, gesekan masyarakat, sampai calon tunggal. Rentetan persoalan ini juga disorot Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.

Titi tak menampik bila perhelatan dari setiap pilkada serentak sudah membaik. Hal ini mencakup secara teknis dan prosedural. Namun, ia kembali mengingatkan polemik politik kekerabatan, pemutakhiran data pemilih, hingga kemunculan calon tunggal akan berpotensi terjadi di Pilkada 2020.

Politik kekerabatan ini dimaksudkan cengkraman elite yang masih dominan di banyak daerah. Persoalan ini karena terkait partai yang dinilai gagal menjaring kader-kader terbaik untuk maju ke pilkada. Selain itu, Titi juga menyinggung kemungkinan besar kemunculan informasi bohong alias hoax serta kecurangan proses penghitungan.

"Penyebaran hoax atau fitnah di pilkada juga menjadi persoalan utama dan penyelenggara yang tidak independen masih jadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar ada perbaikan kualitas dan integritas pilkada khususnya pada 2020," kata Titi kepada VIVAnews, Rabu, 1 Januari 2020.

Tak kalah penting, persoalan yang disorot jelang Pilkada 2020 terkait isu SARA. Kata Titi, isu SARA dan hegemoni identitas bisa membuat masyarakat terbelah. Potensi isu SARA bisa muncul terutama di daerah dengan tingat homogenitas rendah. Apalagi, daerah yang jumlah calonnya hanya dua pasang.

"Godaan untuk menggunakan sentimen SARA akan lebih besar dibandingkan pilkada dengan beragam pilihan calon," tutur Titi.

Ijeck dan Bobby Nasution Bersaing Raih Tiket Golkar di Pilgub Sumut 2024

Perisai polisi latihan tanggulangi kerusuhan dan bentrokan selama PilkadaSimulasi penanganan kerusuhan terkait Pilkada

Pilkada serentak yang akan masuk gelombang empat menuntut KPU punya gebrakan atau terobosan. Alasannya, Pilkada 2020 diprediksi akan tetap tinggi kompleks persoalannya. Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai kerawanan di Pilkada 2020 karena tingkat primordial di daerah masih tinggi. Menurut dia, salah satunya rekapitulasi elektronik atau e-rekap menjadi upaya KPU maka perlu cara baru dan terobosan.

Golkar Bali Ingin Koalisi Indonesia Maju Berlanjut Hingga di Pilkada

"Perlu terobosan-terobosan baru dalam memperbaiki pelaksanaan pilkada. E-rekap menjadi salah satunya," ujar Ujang kepada VIVAnews, Selasa, 31 Desember 2019.

Terobosan KPU

Pilpres dan Pileg Usai, Pj Gubernur Sumsel: Masih Ada Pilkada, Jaga Situasi Tetap Damai

Pihak penyelenggara pemilu punya evaluasi dari tiga perhelatan pilkada serentak sebelumnya. Dari rentetan catatan negatif, Komisi Pemilihan Umum (KPU) ingin berbuat lebih baik untuk Pilkada 2020.

Komisioner KPU, Ilham Saputra menekankan pihaknya akan berupaya menyempurnakan pelaksanaan teknis pilkada yang relatif sudah membaik. Namun, ia tak menampik tak mudah dengan ukuran pilkada yang diikuti ratusan daerah.

Untuk itu, KPU bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Polri-TNI aktif mensosialisasikan imbauan pemilu jujur dan bersih. Upaya ini sudah gencar dilakukan oleh KPU.

Komisioner KPU, Ilham Saputra, saat meninjau produksi surat suara Pemilu 2019.Komisioner KPU, Ilham Saputra

Masyarakat diminta aktif terlibat jika ada pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu maka laporkan ke Bawaslu. Lalu, masyarakat juga disarankan bijak dalam menyikapi setiap informasi. Jangan mudah terprovokasi dengan info yang belum bisa dipastikan kebenarannya.

Selain itu, salah satu upaya KPU dengan mematangkan e-rekap untuk Pilkada 2020. KPU menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam urusan ini. "Mungkin awal Januari ini kita akan melakukan simulasi di internal dulu terkait dengan mekanisme yang ditawarkan ITB. Nanti kalau sudah matang kami akan sampaikan," ujar Ilham kepada VIVAnews, Kamis, 2 Januari 2020.

Dia menekankan, prinsipnya e-rekap ini akan kita selenggarakan pada Pilkada 2020. Namun, mungkin belum bisa seluruh Indonesia. Untuk e-rekap ini, pihaknya nanti terlebih dahulu akan menerima laporan dan masukan dari KPU daerah.

"Karena kami juga melihat kesiapan infrastruktur yang dimiliki kabupaten/kota, dan juga provinsi yang menyelenggarakan pilkada," tutur Ilham.

Titi mengingatkan KPU agar optimal dalam persiapan e-rekap. Jangan tak siap namun dipaksakan yang berujung akan menjadi sumber masalah dan pemicu konflik baru. Apalagi, e-rekap sudah dicoba sejak Pilkada 2015.

Menurutnya, penggunaan Sistem Informasi Perhitungan atau Situng di Pemilu 2019 harus jadi pembelajaran. Situng ini menuai banyak kritik dan KPU tak bisa menjelaskan jawaban persoalan ke publik dengan benar. Karena polemik Situng, KPU pun jadi sasaran empuk protes. Isu spekulasi pun bermunculan.

"Di mana KPU bisa dibilang tidak mampu mengelola dengan baik berbagai kritik, ataupun keraguan publik terhadap profesionalisme pengelolaan Situng. Akhirnya muncul banyak kontroversi dan spekulasi," ujar Titi.

Peta Kerawanan

Polri sudah memetakan Pilkada 2020 dari aspek kerawanan konflik. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan, pemetaan itu dengan pendekatan indeks potensi kerawanan atau IPK.

Asep menjelaskan, ada empat dimensi dalam pemetaan ini. Keempat dimensi itu adalah penyelenggaraan, peserta pilkada, potensi gangguan dan ambang gangguan. Untuk mendukung pengamanan maka pihak Polri nanti akan menggelar Operasi Mantap Praja 2020.

Menurutnya, potensi kerawanan sangat tergantung dari pemetaan wilayah atau daerah masing-masing. Begitu juga dengan perkembangan masyarakat langsung di daerah tersebut. Belajar dari pilkada sebelumnya, gesekan masyarakat itu muncul karena politik identitas, hoax, sampai kampanye hitam.

"Tentunya lebih cara kita akan melihat bagaimana sejarah konflik yang terjadi di daerah tersebut sehubungan dengan pilkada yang sebelumnya," ujar Asep kepada VIVAnews, Selasa, 31 Desember 2019.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Sodik Mujahid mengatakan kesiapan suatu daerah untuk memenuhi Peraturan KPU (PKPU) berbeda. Menurutnya, daerah di Pulau Jawa lebih siap melaksanakan tahapan dan prosedur pilkada. Berbeda dengan di daerah yang masih banyak kendala seperti Papua. Persoalan di daerah antara lain independensi penyelenggara pemilu serta aparat sampai kualitas calon kepala daerah yang kuat modal uang.

Hal senada disampaikan Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera. Menurutnya, pilkada di perkotaan berjalan baik karena kualitas pemilih yang sudah melek politik. Maka itu, kata dia, tak heran jika demokrasi pilkada di perkotaan lebih menghasilkan kepala daerah yang berprestasi.

"Problem besar ada di Kabupaten karena luas wilayah dan jumlah penduduk yang luas. Money politic dan pengerahan aparat masih dominan," tutur Mardani.

Terkait itu, lembaga penyelenggara pemilu dan Polri yang sudah menganalisis kerawanan di Pilkada 2020 harus gerak cepat. Salah satunya mengantisipasi gesekan masyarakat dengan aktif menggelar pertemuan. Cara menemui tokoh masyarakat menjadi strategi dini yang bisa diterapkan. Ia mengingatkan, KPU sebagai lembaga yang punya peranan vital dalam Pilkada. Karena itu, setiap rencananya seperti e-rekap mesti dibuat secara transparan dan dievaluasi bersama.

"E-rekap dibuat tapi dengan catatan dibuat uji publik dahulu. Dengan persiapan matang bisa kita antisipasi insya Allah." [mus]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya