SOROT 590

Dunia Berjaga Wabah Corona

Pemerintah China mengebut pembangunan rumah sakit khusus orang-orang yang terjangkit virus corona dan segala penanganan wabah mematikan itu di kota Wuhan, provinsi Hubei.
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Wuhan mendadak sunyi. Keriuhan kota dengan penduduk mencapai 11 juta jiwa tersebut berkurang drastis. Lalu lalang kendaraan dan penduduk dengan segala aktivitasnya tak lagi terlihat sejak virus corona merebak.

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

Baca juga: WHO Nyatakan 'Darurat Kesehatan Global' Virus Corona

Nama Wuhan, kota di Provinsi Hubei, China, menjadi terkenal seantero jagat setelah dampak virus corona menjadi pandemi baru. Wuhan adalah kota pertama tempat virus corona ada dan kemudian menyebar cepat ke berbagai negara. Pemerintah China memutuskan menutup total kota tersebut setelah virus corona terdeteksi berasal dari The Huanan Seafood Market, pasar hewan setempat.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Virus ini mulai terdeteksi pada pertengahan Desember 2019. Namun tak pernah diperkirakan bahwa penyebarannya membahayakan dan dampaknya bisa mematikan. Pada 31 Desember 2019, pemerintah China sudah melaporkan pada WHO tentang berkembangnya penyakit sejenis pneumonia di Wuhan.

Kota Wuhan locked down akibat merebaknya virus CoronaKota Wuhan di locked down 

Wanita Paruh Baya Ini Lakukan Operasi Plastik Jadi Muda untuk Kelabui Polisi

Saat itu, kepada WHO pemerintah China juga menyampaikan berbagai penanganan yang telah mereka lakukan untuk menekan penyebarannya. Mulai dari memberikan perawatan kepada pasien, mengisolasi kasus baru, mengidentifikasi pasien, melakukan pelacakan kontak dengan konsisten, hingga melakukan penilaian lingkungan di pasar besar, dan menyelidiki patogen penyebab wabah.

Sayangnya, upaya itu tak memberi dampak signifikan. Sejak pelaporan ke WHO, kasus ini terus berkembang dengan pesat. Dalam dua pekan, kasus ini sudah menginfeksi 544 orang dan 17 orang meninggal dunia. Virus tersebut teridentifikasi sebagai virus novel corona dengan kode virus 2019-nCoV. Virus ini juga dengan cepat menyebar ke 33 wilayah di China termasuk Beijing, Shanghai. Kasus ini juga teridentifikasi di Jepang, Hong Kong, Macau, Taiwan, Thailand, Korea Selatan, bahkan Amerika.

Dampaknya, pemerintah China memutuskan me-lockdown kota Wuhan. Seluruh transportasi publik dari dan ke Wuhan ditutup aksesnya. Kegiatan keluar masuk kota juga dibatasi. Huanan Seafood Market lebih dulu ditutup. Hampir semua kegiatan bisnis, pendidikan, dan kegiatan lain dihentikan. Seluruh warga diimbau untuk berada di rumah atau asrama tempat mereka tinggal, dan wajib mengenakan masker di seluruh area publik.

Mahasiswa asal Indonesia, Yuliannova Lestari Chaniago, yang sedang menempuh program S2 Hubungan Internasional di Central China Normal University, Wuhan, mengakui kota tersebut memang bebas aktivitas. Tapi bukan berarti tak ada aktivitas sama sekali. Ia menolak menggunakan kata isolasi dan karantina, karena menurutnya itu tidak tepat.

"Kebijakan pemerintah China untuk men-shutdown sementara transportasi di, dari, dan ke Wuhan bukan berarti meniadakan aktivitas warga Wuhan secara total. Tidak ada larangan untuk pergi keluar rumah, hanya imbauan untuk selalu menggunakan masker ketika beraktivitas di luar. Saya masih melihat tetangga-tetangga saya keluar masuk asrama karena kebutuhan mereka. Dan tentunya menggunakan masker," ujarnya kepada VIVAnews, Jumat, 31 Januari 2020.

Sejumlah WNI yang akhirnya berbelanja kebutuhan pokok di Kota Wuhan, China.Sejumlah WNI di Kota Wuhan

Ia menuturkan, sesama mahasiswa Indonesia yang ada di Wuhan saling terus memberi semangat agar tetap tenang dan tidak panik. Tiap malam mereka saling memeriksa suhu badan dan melaporkannya secara berkala ke pihak kampus masing-masing. Yuliannova memastikan bahwa ia dan teman-temannya tidak kelaparan karena stok makanan cukup dan tetap bisa tidur nyaman di asrama tempat tinggal mereka selama ini.

Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) di Bandung, Jawa Barat, ikut sibuk. Rumah sakit ini menerima dua pasien dengan dugaan terpapar virus Novel Coronavirus (2019-nCoV). Dua orang itu adalah warga China yang tengah bekerja, sementara yang satunya yaitu warga Dago yang pulang dari Singapura. Keduanya dirawat intensif dan ditempatkan dalam ruang isolasi.

Ketua Tim Infeksi Khusus RSHS, dr. Yovita Hartantri, SpPD-KPTI menjelaskan kedua pasien dirawat menggunakan alat bantu nafas, dan masuk kategori pasien dalam pemantauan. 

"Jadi kalau dalam pemantauan itu dia sebenarnya dalam risiko yang ringan, artinya dia tidak dengan tanda infeksi, tidak ada secara umum sesak nafas, lalu dia tidak ada kontak dengan orang yang memang terkonfirmasi posifitf, tidak ada. Jadi masih dalam risiko rendah tapi ada yang datang dengan sesak nafas, dengan alat bantu nafas lalu ada riwayat ke negara Singapura dimana di sana ditemukan kasus yang terkonfirmasi maka kita masukan kriteria pasien dalam pengawasan atau termasuk resiko yang tinggi,” ujarnya kepada VIVAnews.

Yovita menjelaskan, bahwa RSHS sudah sejak tahun 2013 menangangi SARS. Ia memastikan persiapan sudah aman terkendali.  “Sebenarnya RSHS sudah sebenarnya sejak jaman 2013 SARS. Pengalaman aman, sudah ada tim, sudah ada SOP nya, kemarin kami juga sudah koordinasi dan simulasi, jadi aman terkendali," ujarnya. 

Soal kemampuan teknologi untuk mengidentifikasi virus corona, ia mengatakan saat ini dipusatkan di Litbangkes Kementerian Kesehatan. 

“Jadi untuk corona itu kan penyakit baru, virus baru. Langsung WHO memberikan induknya, promernya ke seluruh laboratorium tiap negara, dalam hal ini Litbangkes Kemenkes pusatnya. Saat ini komputerisasi digitalisasi, real time,” ujarnya menjelaskan. 

Selain itu untuk mengupayakan agar tidak timbul kepanikan di publik, pihak RSHS juga sudah bertemu dengan Dinkes, KKP, terutama di daerah-daerah. Ia mengatakan, saat ini ada grup koordinasi, yang akan akan menginformasikan dulu apakah harus diisolasi, dikirim atau tidak. Saat ini Koordinasi dilakukan dengan intens, daerah daerah melakukan konsultasi, dan dinilai sesuai kriteria. 

Evolusi Virus

Sebuah artikel di stasiun berita BBC mengungkapkan, bagaimana cara hidup manusia yang telah berubah, sekitar 55% populasi manusia kini hidup di kota, meningkat 35% dibanding 50 tahun lalu, memberi dampak terjadinya evolusi penyakit.

Kota-kota besar yang menjadi tempat tinggal manusia ini juga menyediakan tempat hidup bagi hewan liar seperti tikus, rakun, tupai, rubah, unggas, anjing liar, monyet yang bisa hidup di ruang terbuka hijau dan memakan sampah yang dihasilkan manusia. Terkadang hewan liar ini lebih sukses hidup di kota daripada di alam liar karena banyaknya pasokan makanan.

"Maka ruang kota lantas menjadi tempat pertemuan berbagai penyakit yang berevolusi," demikian ditulis dalam artikel tersebut.

Penyakit baru yang muncul jadi lebih berbahaya dan menyebabkan ketakutan. Tapi, ada beberapa kelompok orang yang lebih rentan terhadap penyakit baru ketimbang kelompok yang lain.

Petugas medis dan aparat militer China bekerja bersama menangani wabah virus corona di kota Wuhan, provinsi Hubei.Petugas medis dan militer China menangani virus corona

Penduduk miskin perkotaan akan memiliki risiko lebih besar untuk bertemu sumber dan pembawa penyakit karena minimnya fasilitas kebersihan dan kesehatan. Nutrisi yang buruk, paparan udara berpolusi juga menyebabkan lemahnya sistem kekebalan tubuh. Jika sakit, mereka juga mungkin tak mampu mendapat perawatan kesehatan.

Infeksi juga tersebar cepat di kota besar yang padat, karena penduduk menghirup udara yang sama dan menyentuh berbagai benda yang sama.

Virus ini disebutkan berbahaya terutama pada orang tua yang memiliki riwayat penyakit lain. Pakar vaksin, Dr. Arifianto, mengatakan corona virus bisa mematikan ketika muncul sesak nafas yaitu pheunomenia. Secara umum, pheunomenia ini sangat mudah dialami oleh dua kelompok masyarakat, pertama kelompok anak-anak, dan kedua kelompok orang tua atau lanjut usia.

"Jadi memang bagi orang yang daya tahan tubuhnya tidak terkena virus corona atau apapun, mereka yang masuk ranah usia anak-anak dan lansia itu memang sudah rentan. Apalagi ditambah dengan katakanlah lansia yang memliki penyakit lain, misalnya dia punya penyakit diabetes, liver, jantung, dan lain sebagainya," ujarnya.

Menurut Arifianto, jika dilihat dari laporan yang ada, mereka yang meninggal dunia karena virus corona lebih banyak terjadi pada mereka yang lanjut usia.

Kota Wuhan di China asal virus Corona bak kota mati.Kota Wuhan ibarat kota mati

Berdasarkan yang ia ketahui, gejala terpapar virus corona adalah di saluran pernapasan dan penyebarannya juga melalui saluran pernapasan, maka penggunaan masker menjadi satu langkah pencegahan yang baik. "Tapi belakangan ada peringatan agar berhati-hati karena penularan bisa melalui kontak langsung atau misalnya lewat cairan tubuh. Tapi virus ini masih baru, dan masih dipelajari gejalanya, maka menggunakan masker, dan membiasakan cuci tangan dengan air mengalir, atau juga pakai handsoap dengan kandungan alkohol antara 70 hingga 80 persen bisa membantu," ujarnya kepada VIVAnews, Kamis, 30 Januari 2020.

Prof.drh. Agus Setiyono, MS, PhD. APVet, pakar hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pernah meneliti tentang patogen yang ada dalam kelelawar. Menurutnya, dari penelitian yang bekerjasama dengan Hokkaido University salah satu hasil yang ia dan Prof. Ekawati (rekannya) temukan adalah virus yang berpotensi menimbulkan persoalan dengan manusia, yaitu corona virus.

"Sebenarnya dengan Hokkaido University itu kita khusus meneliti kelelawar. Patogen apa yang dalam kelelawar yang kita teliti, ternyata salah satunya corona virus. Yang kita temukan ini jenis Beta Corona Virus. Ini ada Beta ada Alfa, dan ini yang berbahaya untuk manusia. Ada lagi Delta dan Gama corona virus, yang banyak menginfeksi di hewan. Hewannya apa saja beragam. Kalau dikatakan pengelompokan. Tapi kebetulan yang kita temukan adalah yang Beta Corana Virus yang memang berpotensi menimbulkan persoalan di manusia," ujarnya kepada VIVAnews, Kamis, 29 Januari 2020.

Prof. Agus mengatakan, sifat kelelawar yang terbang dari satu wilayah ke wilayah lain, tentunya berpeluang memberikan cemaran ke berbagai wilayah. Menurutnya, patogen di kelelawar jadi berbahaya ketika kelelawar dikonsumsi. "Ketika dipersiapkan, dipotong-potong untuk dimasak. Orang yang memotong berhadapan dengan kelelawar yang memang mengandung virus dalam tubuhnya. Ketika dipotong-potong, dicacah, maka risikonya ada di situ," ujarnya menjelaskan. 

Agus menjelaskan, sebenarnya virus corona bisa mati pada suhu 60 derajat, selama tiga puluh menit. Jika dimasak dengan sempurna, maka dipastikan virus itu akan mati. Namun karena saat ini virus sudah bermasalah dan menularkan antar manusia, tentu lain lagi upaya untuk mencegah penularannya. 

Ia membeberkan upaya pencegahan agar tak mudah terjangkit corona virus. Pertama, hindari kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang berisiko tinggi. Kedua, jangan makan buah yang sudah dimakan kelelawar. Biasanya, buah yang sudah dikonsumsi kelelawar adalah buah yang sudah masak di pohon dan rasanya manis. Kadang manusia mengonsumsinya. Padahal buah yang sudah digerogoti kelelawar malah berbahaya dan harus dihindari. Hindari mengonsumsi kelelawar sebagai makanan, karena berisiko untuk kesehatan tubuh.

Status Darurat Global dan Pembangunan Rumah Sakit Khusus

Berbagai upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah China seperti tak ada artinya. Penyebaran virus corona tetap tak terbendung. Kamis, 30 Januari 2020, badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan wabah virus corona sebagai darurat kesehatan global. Sebab, wabah terus menyebar ke negara lain.

"Alasan utama penyataan ini bukanlah apa yang terjadi di China, tetapi apa yang terjadi di negara lain," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, sebagaimana dikutip dari BBC, Jumat 31 Januari 2019.

WHO mengkhawatirkan, wabah virus mematikan itu dapat menyebar ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah. WHO mengatakan ada 98 kasus di 18 negara di luar negara itu, tetapi sejauh ini tidak ada kematian.

Sebagian besar kasus muncul pada orang yang melakukan perjalanan dari kota Wuhan di China, wilayah yang diyakini sebagai pusat penyebaran virus mematikan tersebut. Namun, ada delapan kasus infeksi antarmanusia, yaitu terjadi di Jerman, Jepang, Vietnam, dan Amerika Serikat.

Dalam jumpa pers di Jenewa, Tedros menggambarkan virus corona sebagai "wabah yang belum pernah terjadi sebelumnya" dan bersinggungan dengan "respons yang belum pernah terjadi sebelumnya. "WHO juga memuji respon pemerintah China yang menurut mereka telah melakukan tindakan yang luar biasa.

Dr. Tedros Adhanom, General Director WHODirektur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus

Respon pemerintah China yang melakukan tindakan luar biasa salah satunya adalah dengan membangun rumah sakit khusus untuk menampung pasien yang terpapar virus corona, Huoshenshan Hospital. Pembangunan rumah sakit tersebut ditargetkan selesai dalam waktu 10 hari. Pembangunan di mulai sejak 23 Januari 2020, dan diperkirakan selesai pada 3 Februari 2020.

Pembangunan dilakukan di sekitar Danau Caidian Zhiyin, Wuhan. Luas wilayah yang dibangun mencapai 25ribu meter per segi. Rumah sakit tersebut dirancang untuk mampu menampung 1.000 pasien. Bangunan pertama dari rumah sakit tersebut selesai dalam 16 jam.

"Kami berpacu dengan waktu. Bangunan pertama dari rumah sakit coronavirus Wuhan, Rumah Sakit Huoshenshan, selesai dalam 16 jam," demikian disampaikan Wakil Direktur Jenderal Departemen Informasi Kemlu China, lijian zhao, dalam akun Twitternya, @zlj517, Senin, 27 Januari 2020.

China juga pernah membangun rumah sakit dalam waktu cepat ketika wabah SARS merebak pada 2003 lalu. Saat itu China membangun rumah sakit Xiaotangshan dalam waktu tujuh hari.

Upaya China membangun rumah sakit untuk mengatasi pandemi berhadapan dengan fakta bahwa virus tersebut telah bermutasi dan mampu melakukan penularan dari manusia ke manusia. Pejabat kesehatan di China mengatakan, awalnya virus tersebut dibawa oleh kelelawar, yang menularkannya pada ular.

Selanjutnya terjadi penularan dari ular ke manusia. Dan belakangan, virus tersebut bermutasi dan mampu menularkan dari manusia ke manusia. Sumber dari hewan ini yang membuat pejabat kesehatan China menetapkan pasar seafood Huanan sebagai 'ground zero,' atau titik pertama terjadinya penularan virus.

Penanganan Berbeda Negara Terpapar

Setelah WHO menyatakan status darurat kesehatan global, pemerintah China melaporkan perkembangan terbaru penyebaran virus corona. Hingga Jumat, 31 Januari 2020, korban tewas akibat virus corona mencapai 213 orang. Semuanya warga China. Sedangkan jumlah korban yang terinfeksi mencapai 9.816 kasus. Adapun negara yang mengonfirmasi adanya penemuan virus corona di wilayah mereka sudah mencapai 21 negara.

Negara terakhir yang mengonfirmasi adalah India, Filipina, dan Italia. Negara lain yang sudah lebih dulu mengonfirmasi adalah Uni Emirat Arab (UEA), Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Australia, Singapura, Amerika Serikat, Nepal, Kamboja, Kanada, Perancis, Sri Lanka, Vietnam, Jerman, dan Finlandia. Menurut Reuters, setiap negara yang mengonfirmasi melaporkan ada antara dua hingga lima kasus.

Staf Medis Militer China dikerahkan mengatasi Virus CoronaStaf medis militer China dikerahkan atasi penyebaran virus corona

Masing-masing negara melakukan cara yang berbeda untuk mengatasi penyebaran virus. Jepang sudah berhasil mengevakuasi 206 warganya dari Wuhan. Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi mengatakan pada bahwa warga negara Jepang yang berharap bisa pulang ke Tanah Air berjumlah 650 orang dan pemerintah sedang menyiapkan penerbangan tambahan.

Sejumlah tenaga medis ikut serta dalam proses evakuasi. Namun Jepang tidak memberlakukan karantina pada warganya yang sudah berhasil dievakuasi. Mereka hanya diminta mengisi formulir berisi data medis.

Jerman juga memilih mengevakuasi warga mereka yang berada di Wuhan. Saat ini warga Jerman yang terpapar virus corona mencapai lima orang. Mereka yang dievakuasi diperkirakan tiba pada 1 Februari dan langsung di karantina selama 14 hari. Seluruh orang yang terlibat dalam proses evakuasi akan menjalani karantina yang sama. Pemerintah Jerman juga mengirimkan 10.000 baju medis untuk China.

Pemerintah Amerika Serikat juga melakukan upaya yang sama. Dikutip dari Global Times, pemerintah AS sudah berhasil mengevakuasi 200 dari 1000 warga AS yang ada Wuhan. Selain AS, Korea Selatan juga mulai bersiap untuk melakukan evakuasi warga mereka dari Wuhan, dan provinsi Hobei.

Pemerintah Indonesia juga bersiap melakukan evakuasi bagi warga Indonesia di Wuhan. Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar proses evakuasi segera dilakukan. Jokowi juga mengatakan evakuasi adalah langkah yang tepat. Jokowi juga memastikan tim evakuasi juga akan berangkat dalam waktu kurang dari 24 jam, terhitung dari Jumat malam, 31 Januari 2020. Warga Indonesia yang dievakuasi akan diangkut menggunakan pesawat berbadan besar.

"Saat ini tim pendahulu telah memasuki Provinsi Hubei dan melakukan persiapan di sejumlah titik. Kita pun sudah menerima clearence pendaratan dan pergerakan pesawat untuk evakuasi WNI dari provinsi itu," demikian disampaikan kepala negara melalui akun Twitternya.

Kemenlu Tanggapi Penyeberan Virus CoronaKemenlu tanggapi virus corona

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencatat, ada 300 pekerja asal China yang bekerja dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, belum balik ke Indonesia. Mereka sebelumnya pulang kampung ke China untuk perayaan Imlek. Direktur Utama PT KCIC Chandra Dwiputra mengatakan, hal itu disebabkan karena wabah Virus Corona melanda negara tersebut. Akibatnya, pihaknya juga tidak memaksa para pekerja tersebut untuk kembali ke Indonesia.

"Kalau kita bawa ke sini wah ngeri lah. Saya berarti bawa penyakit ke sini, saya enggak mau berkontribusi," kata dia di Kantor Kemenko Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat, 31 Januari 2020.

Sampai artikel ini dimuat, Pemerintah Indonesia belum mengonfirmasi ada kasus virus corona di Indonesia. (ren)

Baca Juga

Dari Menjaga Bandara hingga Memulangkan Para Mahasiswa 

Deretan Virus Mematikan di Dunia 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya